Posted by : Cak_Son Sabtu, 10 Januari 2015

Sebuah Catatan Akhir
 PENGANTAR SASTRA ARAB
BAGI MAHASISWA BAHASA DAN SASTRA ARAB UIN MALIKI MALANG



TAHUN 2010

DAFTAR ISI 


A.  BANGSA ARAB: AKAR BAHASA & SASTRA ARAB
1.   Bahasa dan Budaya Arab
2.   Sastra Bahasa (Adab Lughah)
3.   Pengertian Adab dari Masa ke Masa
B.  PEMBAGIAN KESUSASTRAAN ARAB
1.   PROSA (NATSR)
a.   Pengertian Prosa 
b.   Amtsal
c.   Al-Hikam
d.   Al-Wasiyyah  
e.   Khithobah
2.   PUISI (SYIIR)
a.   Pengertian Syi’ir
b.   Awal Mula Timbulnya Syi’ir Arab
c.   Pembagian Jenis Syi’ir dan Tujuannya
C.  SEJARAH SASTRA ARAB
1.   Sejarah Sastra dan Fungsinya
2.   Periodesasi Sejarah Sastra Arab
D.  SASTRA ARAB JAHILIYAH
1.   Kedudukan Penyair dalam Masyarakat Arab Jahiliyah
2.   Perhatian Masyarakat Jahiliyah terhadap Sastra
3.   Faktor yang Mendukung Perkembangan Sastra Arab Jahiliyah
4.   Tingkatan Penyair Jahiliyah
5.   Karakteristik Syi’ir Jahiliyah
6.   Al-Mu’allaqat
E. SASTRA ARAB MODERN Perkembangan Kesusastraan Arab Modern
F.  SASTRAWAN ARAB

BAB I
BANGSA ARAB: AKAR BAHASA DAN SASTRA ARAB
  1. Bahasa dan Bangsa Arab
Bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit, yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa-bangsa yang  tinggal  di  sekitar  sungai  Tigris  dan  Furat,  dataran  Syiria,  dan  jazirah  Arabia  (Timur Tengah). Seperti bahasa Siryania, Finisia, Assyiria, Babilonia, Ibrania, dan Arabia. Dari sekian bahasa di atas yang dapat bertahan sampai sekarang hanya bahasa Arab dan Ibrani. Diperkirakan bahwa bahasa Arab adalah cabang bahasa Semit yang paling mendekati bahasa aslinya, karena bangsa Arab tidak banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain, dan tidak pernah lama di bawah kekuasaan bangsa asing.
Sebenarnya, bahasa Arab itu timbul sejak beberapa Abad sebelum Islam. Hanya saja pencatatan dari bahasa tersebut baru dimulai dua abad sebelum lahirnya Islam. Karena bukti peninggalan kesusastraan Arab yang dapat dicatat hanya dimulai sejak dua abad sebelum Islam. Sedangkan, hasil karya yang ada di masa sebelumnya dapat dikatakan hilang dimakan masa. Dengan demikian, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti bagaimanakah bentuk bahasa Arab di masa lalu.
Demikian pula dengan berita-berita yang menerangkan keadaan bangsa Arab kuno, tidak dapat kita ketahui dari pencatatan sejarah. Hanya saja berita mengenai mereka dapat kita ketahui dari Al-Quran dan kitab suci lainnya, misalnya cerita mengenai kaum Aad, kaum Tsamud, kaum Nuh, dan lain-lain. Berita mengenai mereka hanya terdapat dalam kitab suci Al-Quran.
Menurut perkiraan yang kuat, keadaan bangsa Arab kuno, lebih maju daripada bangsa Arab yang lahir di masa timbulnya Islam. Karena dalam penggalian sejarah, ditemukan bekas peninggalan monumental dan kota besar yang dibangun oleh bangsa Arab kuno. Pendapat ini dikuatkan oleh Allah Swt di dalam Al-Quran. Sedangkan, bangsa Arab yang lahir di masa lahirnya Islam, mereka lebih dikenal sebagai bangsa Arab Badui (Nomaden), yang suka hidup berpindah-pindah mengikuti sumber kehidupan. Cara kehidupan seperti itu dapat membentuk karakter dan tabiat bangsa Arab seperti bangsa Barbar yang hidup ditempat lain.
Perlu diketahui bahwa sebelum bangsa Arab mempunyai bahasa persatuan, di setiap daerah telah mempunyai bahasa daerah sendiri yang berlainan satu dengan yang lainnya. Seperti penduduk Yaman, mereka memiliki bahasa sendiri  yang dikenal dengan bahasa  Himyar, orang Nejed memiliki  bahasa  yang  dipakai  di  Nejed  saja,  dan  lainnya.  Walaupun  setiap  suku  Arab mempunyai  bahasa  yang  saling  berbeda,  namun  berkat  adanya  Ka'bah  di  Mekkah,  dimana mereka sering berkumpul  di  tempat  itu  setiap tahunnya,  akhirnya bangsa Arab  mempunyai bahasa persatuan yang dapat oleh setiap suku Arab.
Bahasa persatuan mereka adalah bahasa Mudlor yaitu bahasa yang dipakai oleh penduduk Hijaz, khususnya  bahasa  orang-orang  Mekkah.  Bahasa  Mudlor  itu  juga  berasal  dari  percampuran bahasa daerah yang ada di seluruh jazirah, ditambah dengan beberapa kata asing yang berasala dari bahasa Yunani, Persia, Sansekerta, dan Ibrani.
Sehingga, bahasa Mudlor inilah yang kelak dipilih menjadi bahasa Al-Quran dan As-Sunnah. Di mana berkat Al-Quran, maka bahasa Mudlor ini akan kekal dan dikenal di seluruh dunia Islam. Bangsa Arab terdiri dari tiga generasi, yaitu:

1.      Bangsa Arab al-Baidah yaitu bangsa Arab yang telah punah. Berita mengenai mereka yang sampai kepada kita tidak ada sedikit pun yang benar, kecuali yang dikisahkan Allah Swt dalam al-Quran dan yang banyak disebutkan dalam Hadist Nabi Saw. Di antara kabilah-kabilah mereka yang terkenal antara lain: Thasam, Jadis, ‘Ad, Tsamud, Imliq, dan Abdu Dakhm.

2.      Bangsa Arab al-Aribah, yaitu bangsa Arab murni, mereka adalah anak keturunan Qahthan, yang meninggalkan tempat asal mereka di sekitar sungai Euphrat, dan memilih Yaman sebagai tempat tinggal mereka. Bahasa mereka berbaur dengan bahasa pendahulu mereka di Yaman. Kemudian mereka menyebar ke berbagai pelosok Jazirah Arab. Di antara induk kabilah-kabilah mereka adalah Kahlan dan Himyar.

3.      Bangsa Arab al-Musta'ribah, yaitu bangsa Arab campuran. Mereka adalah anak keturunan Ismail bin Ibrahim a.s. yang mengalahkan orang-orang Qahthan dan berbaur dengan mereka, baik dalam bahasa maupun dalam silsilah keturunan/nasab, yang kemudian dikenal dengan sebutan orang-orang Adnan. Di antara induk kabilah-kabilah mereka adalah Rabi'ah, Mudlar, Iyyad, da Anmar.

Selain ketiga generasi bangsa Arab yang telah disebutkan di atas, ada juga yang disebut bangsa Arab Baru, yaitu bangsa Arab yang merupakan anak keturunan dari kabilah-kabilah tersebut di atas yang berbaur dengan anak-anak dari kabilah-kabilah lain dari Samudera Atlantik sampai seberang Laut Persi dan Sungai Tigris, dan juga dari sebelah hulu sungai Euphrat dan Sungai Tigris sampai ke seberang laut Jawa dan  Sumatera. Mereka berbicara dengan dialek-dialek bangsa  Arab ‘Amiyah (bahasa  Arab  pasaran)  yang  berbeda-beda  yang  dapat  dikembalikan kepada bahasa Arab baku/fushha yang mereka ketahui melalui pembelajaran.
B.  Sastra Bahasa (Adabul Lughah)

Bahasa adalah

مهدصاقم  نع


موق  لك  اهب  ربعي  ظافلأ (lafal  yang diungkapkan oleh setiap kaum atau

masyarakat untuk mengungkapkan maksud mereka (baik isi hati maupun pemikiran mereka).
Adapun sastra bahasa (Adabul-Lughah) itu sendiri adalah kata-kata indah yang mengandung imajinasi yang cermat, pelukisan yang lembut, yang diwariskan atau dihasilkan oleh para penyair dan penulis, bertujuan untuk mendidik jiwa, menghaluskan rasa, dan membudayakan bahasa. Ada juga yang mendefinisikan bahwa sastra bahasa adalah segala bentuk prosa dan puisi yang dihasilkan oleh pikiran seseorang yang menggambarkan watak dan kebiasaan, daya khayal, serta batas kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa yang bertujuan mendidik jiwa, memperbaiki pikiran dan meluruskan lisan.
Terkadang kata "Adab" digunakan juga untuk menyebutkan segala pembahasan ilmiah dan cabang-cabang seni sastra yang dihasilkan oleh setiap bahasa. Sehingga kata "Adab" dapat mencakup segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal pikiran para ilmuan, penulis, dan penyair atau sastrawan.
Kesusastraan Arab  (al-Adab al-Arabiy)  merupakan kesusastraan terkaya,  karena merupakan kesusastraan yang tercipta sejak masa kanak-kanak manusia sampai runtuhnya kebudayaan Arab.
Bahasa Mudlor, setelah  masa Islam, bukan hanya menjadi bahasa suatu bangsa saja, tetapi menjadi bahasa bagi semua bangsa yang masuk ke dalam agama Allah (Islam), atau berada di bawah lindungannya. Mereka menciptakan makna-makna dan konsep-konsep, serta memperluas makna-makna dengan bantuan rahasia-rahasia bahasa mereka. Kemudian mereka menjelajah kepelosok bumi dengan membawa agama, sastra, budaya, dan ilmu. Lalu mereka berakulturasi dengan setiap bahasa yang didatangainya, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan orang-orang masa lampau dan peradaban orang-orang-orang terdahulu, dari bangsa-bangsa Yunani, Persia, Yahudi, Hindu, dan Habsyi. Dia berdiri kokoh  menghadapi halangan  dan rintangan  selama berabad-abad  yang  panjang.  Dia  menyaksikan  pertarungan  bahasa-bahasa  di  sekelilingnya dengan kepala tengadah dan langkah yang tegap, mewarisi hasil cipta rasa dan buah akal pikiran dari  setiap  peradaban  (sastra/literature)  dan  kepercayaan.  Bahasa  bangsa-bangsa  dengan beraneka ragam perbedaannya, bagaikan parit-parit dan sungai-sungai yang mengalir, lalu bercabang-cabang, kemudian berhimpun dan bermuara pada satu samudera, yaitu bahasa Arab.

C.  Pengertian Adab dari Masa ke Masa
Sebagai  sebuah  istilah,  kata  "Adab"  mengalami  perkembangan  yang  cukup  panjang  dalam sejarah kesusastraan Arab. Perkembangan kata "Adab" sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Kata "Adab" terdapat banyak perbedaan mengenai maknanya, dan perbedaan makna itu sangat dekat, maksudnya perkembangan dan perubahan makna itu tidak terlalu kontras dengan makna aslinya. Perubahan itu diketahui sampai sekarang melalui perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan. Penafsirannya jelas hanya kecenderungan pendengar pendengar pada pengucapan kata "Adab" tersebut.
Pada zaman Jahiliyyah kata "Adab" berarti "ماعطلا ىلإ ةوعدلا" (mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan), dan arti ini sudah jarang digunakan, kecuali pada kata "Ma'dubah" dari akar kata yang sama yaitu "Adab". Kata "Ma'dubah" berarti jamuan atau hidangan, dengan kata kerja "Adaba-ya'dibu" yang berarti menjamu atau menghidangkan makanan. Sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri al-Wa'illi:


رفتني انيف بدلآا ىرت لا


¤  ىلفجلا وعدن ةاتشملا  ىف نحن


"Pada musim paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke perjamuan makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-milih orang yang diundang"

Kata "Adab" juga digunakan dalam arti "prilaku yang terpuji atau terhormat dan sifat-sifat yang mulia" seperti yang terdapat di dalam dialoq antara Atabah dengan Hindun, puterinya. Atabah berkata kepada puterinya tentang Abu Sufyan yang datang melamarnya:

"...هنوبدؤي لاو هلهأ بدؤي هتريشع زعو هتمورأ ردب. ..."

".... Asal-usulnya mulia, keluarganya terhormat, dia sopan dan hormat kepada keluarganya, meski diantara keluarganya ada yang tidak menghormatinya....".

Akhirnya Hindun pun setuju menikah dengan Abu Sufyan sambil berkata:



"...ىتفلت ةلقو ىتبق موزل عم لعبلا بدأب هذخآسو ,ةقفاوملا هل ىنإو ,ةقماول اذه قلاخلأ  ىنإ"



"Sungguh, aku benar-benar menyukai akhlak dan perilaku yang demikian, dan aku setuju menikah dengannya dan akan kujadikan ia suami yang dihormati, dan dengan kesetiaan aku akan selalu berada di rumah, dan tidak akan berselingkuh dibelakangnya".

Seperti yang dikemukakan oleh Bakalla (1984:34-36) bahwa pada zaman Pemulaan Islam, ketika agama Islam datang dengan membawa ajaran-ajaranya  yang menyeru kepada akhlak mulia, maka kata "Adab" berarti "قلاخلأا مراكمو دماحملا ىلإ ةوعدلا" (ajakan untuk memuji dan berakhlak baik), dan juga mempunyai arti at-Tahdzib (pendidikan atau pengajaran), dan al-Khulqu (budi pekerti), seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw:



"...ىبيدأت نسحأف ىبر ىنبدأ"



"Tuhanku telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku/akhlak"



Beliau Saw juga bersabda:



"هتبدأم نم اوملعتف ضرلأا ىف الله ةبدأم نآرقلا اذه نإ"



"Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah sumber peradaban Allah di muka bumi, oleh karena itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya"



Umar bin Khattab berkata kepada puteranya:



"...كبدأ نسحي رعشلا نساحم ظفحاومحر لصت كسفن بسنا ىنب اي"



"Wahai anakku, nisbatkanlah (hubungkanlah silsilah keturunan) dirimu, niscaya akan bersambung hubungan dengan keluargamu, dan hafalkanlah puisi-puisi indah, niscaya akan menjadi lembut budi pekertimu"

Pada zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti at-Ta'lim (pengajaran), sehingga dari kata itu lahir kata turunan al-Mu'addibun yaitu sebutan bagi orang-orang yang masa itu bertugas memberikan pelajaran tentang puisi, khutbah, sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan mereka sampai pada peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah dan zaman permulaan Islam kepada putera-putera khalifah.


Sementara pada zaman Abbasiyyah yang terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan, kata Adab mempunyai arti at-Tahdzibu wa at-Ta'liimu ma'an (pendidikan sekaligus pengajaran), atau berarti semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam suatu disiplin tertentu. Arti "Adab" pada masa ini lebih mengacu pada kebudayaan. Seperti yang pernah ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (wafat 142 H.) dalam bukunya yang berhudul al- Adab al-Kabir yang berisikan kumpulan-kumpulan surat-surat panjang Ibn al-Muqaffa' yang terbagi menjadi dua bagian yaitu khusus mengenai sultan, politik, dan pemerintahannya, dan yang berhubungan dengan persahabatan dan sejenisnya. Dan al-Adab al-Shaqir yang berisikan surat-surat pendek Ibn al-Muqaffa' yang berisi kumpulan wasiat mengenai budi pekerti, kemasyarakatan, dan mengenai apa yang harus dipersiapkan oleh manusia dalam kehidupannya seperti bagaimana bergaul dengan atasan, bawahan, dan sesamanya. Selain itu, kata "Adab" telah meluas artinya dan sering diterapkan pada puisi, prosa, peribahasa, dan balaghah, juga diterapkan pada bidang ilmu nahwu, sharf, ushul, dan sebagainya.
Pada Abad ke-4 H, kata "Adab" semakin memiliki arti yang luas, sehingga terkadang dari kata itu difahami sebagai segala sesuatu yang keberadaannya mengandung nilai pendidikan, peningkatan intelektual dan moral manusia baik dari segi sosial maupun budaya, serta pembentukan   seseorang   menjadi   cemerlang,   memiliki   keistimewaan   yang   cocok   bagi penampilan figur kelas elit dalam kehidupan intelektul sekaligus kehidupan material.  Kata "Adiib" yang berarti satrawan, mengarah kepada makna yang kita sekarang dari kata "mutsaqqif" yang berarti budayawan atau orang yang memiliki intelektual tinggi.
Dengan berakhirnya abad ke-4 H, seiring dengan berkembangnya ilmu bahasa dan sastra, kata "Adab"  mengandung  pengertian  ungkapan-ungkapan  yang  indah,  baik  dalam  bentuk  puisi maupun prosa, dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan penafsiran dan penjelasan yang bekenaan  dengan  segi-segi  baik  dan  buruk  yang terdapat  didalamnya.  Makna  "Adab"  yang demikian itu, masih dapat difahami dan digunakan pada masa sekarang (modern). Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa kata "Adab" memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, kata "Adab" dalam pengertian yang khusus berarti perkataan indah yang menimbulkan kenikmaan seni dalam jiwa pembaca atau pendengarnya, baik perkataan itu berbentuk puisi maupun prosa. Kedua, kata "Adab" dalam pengertian umum, yaitu hasil cipta rasa akal yang dilukiskan dalam kata-kata yang ditulis dalam buku-buku.
Puisi indah, essai yang memikat, orasi (khutbah) yang memukau, dan kisah yang mengesankan, semua ini termasuk "Adab" dalam pengertian khusus, karena ketika kita membaca atau mendengarkannya, anda mendapatkan kenikmatan seni seperti yang kita dapatkan ketika mendengarkan nyanyian seorang penyanyi, alunan musik, serta ketika  kita melihat lukisan atau patung yang mempesona. Dengan demikian, maka "Adab" atau satra adalah sesuatu yang berhubungan dengan citrarasa, perasaan, dan kesadaran kita. Sementara, dalam referensi Barat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Adab" dalam pengertian literature adalah kumpulan peninggalan baik prosa atau puisi yang terdapat pada bahasa dan bangsa tertentu dan mempunyai keistimewaan dalam gaya dan idenya; Peninggalan yang berbentuk naskah atau cetakan khusus yang terdapat dalam sebuah bahasa atau bangsa tertentu; Semua tulisan yang membicarakan


topik-topik tertentu, seperti adabul falak (tulisan tentang ilmu falak/penanggalan) atau adab az- Ziraa'at (tulisan tentang ilmu pertanian); atau sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk naskah atau cetakan, seperti buku tentang ilmu Nahwu, Sharf, filsafat, termasuk kata "Adab" dalam pengertian umum, karena itu merupakan gambaran atau konsepsi berbagai pengetahuan yang  dihasilkan  manusia,  terlepas  ketika  membacanya  akan  menimbulkan  kenikmatan  seni dalam diri kita atau tidak (Mahmud Jad Akawi dalam al-Mujaz fi al-Adab al-Arabi, 1972, jilid I hal: 5-9).
Kemudian pertanyaan yan timbul adalah apakah hubungan antara kata Adab yang bermakna umum dengan kata Adab  yang bermakna khusus?  Dahulu, bangsa Arab memiliki tata cara tentang prilaku dan sikap yang harus diikuti oleh kelas masyarakat tertentu, seperti para bangsawan Arab. Tata cara tersebut ditulis dalam bentuk karya sastra, seperti puisi, khutbah (pidato), amtsal (pribahasa), dan sebagainya. Berdasarkan konsep inilah, kemudian kata Adab ini diberi arti yang lebih spesifik yaitu sastra (Bakalla, 1984:113).
Teeuw (1988, 21-24) mengatakan bahwa kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta. Akar kata sas- berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat atau sarana. Sehingga kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran. Dalam bahasa Arab tidak ada sebuah kata yang artinya bertepatan dengan sastra. Kata yang paling mendekatai adalah kata Adab. Dalam arti yang sempit, kata Adab berarti belles-lettres, atau susastra. Awalan su- berarti indah atau baik. Kata susastra ini tidak terdapat dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, tetapi merupakan kata Jawa atau Melayu yang muncul kemudian. Kata Adab juga berarti kebudayaan, sivilisasi atau yang dalam bahasa Arab disebut Tamaddun. Sastra sebagai konsep yang khas tidak diberi istilah yang umum dalam kebudayaan Arab. Hal itu pasti berkaitan dengan pendirian orang Arab mengenai sastra.

 

BAB II

PEMBAGIAN KESUSASTRAAN ARAB

Secara garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa (an-Natsr) dan puisi (syi'r). Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu: kisah (Qishshah), peribahasa (amtsal) atau kata-kata mutiara (al-hikam), sejarah (tarikh) atau riwayat (sirah), dan karya ilmiah (abhats
'ilmiyyah).
Kisah (Qishshah) adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, yang disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah terdiri dari 4 macam yaitu:

1.      Riwayat adalah yaitu cerita panjang yang didasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.

2.      Hikayat, yaitu cerita yang mungkin didasarkan atas fakta maupun rekaan (fiksi).

3.      Qishah qasirah, yaitu cerita pendek.

4.      Uqsusah, yaitu cerita yang lebih pendek daripada Qishah qasirah.

Kisah berkembang menurut zamannya. Pada masa jahiliyyah, yang berkembang adalah kisah mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan suku Badui, adapt, dan sifat-sifat mereka. Pada masa Islam, yang berkembang ialah kisah-kisah keagamaan, seperti cerita para nabi dan rasul yang bersumber dari kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Kisah yang berkembang pada  masa  Abbasiyyah  tidak  hanya  terbatas  pada  cerita  keagamaan,  tetapi  sudah  berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
Adapun pada masa modern, kisah berkembang lebih pesat lagi, karena perkembangan hubungan antara Islam dan peradaban-peradaban lain yang ada di dunia Barat. Kisah yang berkembang pada masa ini adalah cerita panjang yang bersambung. Missalnya Muntakhabat ar-Riwayat (cerita-cerita plihan) oleh Iskandar Kurku, Riwayah Zainab oleh Muhammad Husein Haikal (1888-1956), al-Khiyam fi Rubu' asy-Syam oleh Salim Bustani (1848-1884), Kifah Tayyibah (perjuangan terpuji) oleh Naguib Mahfudz (1912-?), dan al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap- sayap patah) oleh Gibran Khalil Gibran (1883-1931).
Peribahasa (amtsal) dan Kata-Kata Mutiara (al-hikam) adalah ungkapan-ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal dan al-Hikam pada Masa Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta amtsal dan al-Hikam yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi at-Tamimi, Qus bin Sa'idah al-Iyadi, dan Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal dan al-Hikam pada masa Islam lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat religius serta berdasarkan pada al-Qur'an dan hadits. Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi Talib dengan karyanya Nahj al-Balaghah. Adapun Amtsal dan al-Hikam pada masa Abbasiyah
dan  setelahnya  lebih  menggambarkan  hal-hal  yang  berhubungan  dengan  filsafat  sosial  dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu al-Muqaffa (720-756).
Sejarah (tarikh) atau Riwayat (sirah), mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan oleh para tokoh terkenal. Karya sastra terkenal dibidang ini, antara lain: Mu'jam al-Buldan (Ensiklopedi Kota dan Negara) oleh Yaqut ar-Rumi (1179-1229), Tarikh al-Hindi (Sejarah India) oleh al-Biruni (w. 448 H/1048 M), Tuhfah an-Nazzar fi Gara'ib Amsar wa 'Aja'ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Negeri-Negeri Asing dan Perjalanan Yang Menakjubkan) oleh Ibnu Batutah, Zakha'ir al-'Ulum wa Ma Kana fi Salif ad-Duhur (Perbendaharaan Ilmu dan Peristiwa Masa Lalu) oleh Abu Hasan Ali bin Husein bin Ali al- Mas'udi (w. 956), dan Muluk al-'Arab (Raja-raja Arab) oleh Amin ar-Raihan (1876-1940).
Karya Ilmiah (abhats 'ilmiyyah) adalah mencakup berbagai bidang ilmu. Karya-karya terkenal yang berkenaan dengan kajian ini ialah KItab al-Hayawan (Buku tentang Hewan) dan Kitab al- Bukhhala (Buku tentang Orang Bakhil) oleh al-Jahiz (w. 225 H/869 M), 'Aja'ib al-Makhluqat wa Gara'ib al-Maujudat (Makhluk-Makhluk Yang Menakjubkan dan Benda-benda Yang Aneh) dan Asar al-Bilad wa Akhbar al-'Ibad (Peninggalan Negeri-Negeri dan Berita Tentang Manusia) oleh Abu Yahya Zakaria bin Muhammad al-Qazwaini (1208-1283), dan Sirr an-Najah (Rahasia Kesuksesan),  dan  Siyar  al-Abtal  wa  al-Qudama  al-'Uzama  (Sejarah  Para  Pahlawan  dan Pembesar-Pembesar Terdahulu) oleh Ya'qub Sarruf (1852-1928).
Adapun puisi (Syi'r) terbagi atas dua bagian, yaitu asy-Syi'r al-Ginai dan asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi. Asy-Syi'r al-Ginai merupakan puisi hiburan  yang berisi ungkapan perasaan sang penyair. Puisi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1.      Asy-Syi'r al-Wijdani, adalah  puisi yang mengungkapkan perasaan penyair, seperti gembira, suka cita, dan berita. Para penyair yang dipandang sebagai tokoh dalam puisi jenis ini adalah Abu Firas al-Hamdani (932-968) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Abi Firas yang diterbitkan pertama kali tahun 1873, dan al-Mutanabbi yang terkenal dengan kumpulan puisinya Diwan al-Mutanabbi.

2.      Asy-Syi'r al-Ratsai, adalah puisi hiburan yang diungkapkan oleh penyair ketika meratapi seseorang yang telah meninggal. Di antara sastrawan yang dianggap tokoh dalam puisi jenis ini adalah al-Muahhil (w. 531) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Ratsa'uh li Akhihi Kulaib (Ratapannya kepada Saudaranya Kulaib), dan Abu Jazrah Jarir bin Atiyah (653-7330 dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Jarir fi al-Madh wa ar-Ratsa (Kumpulan Puisi Jarir tentang Sanjungan dan Ratapan).

3.      Asy-Syi'r al-Fakhr, adalah puisi yang menyanjung kebesaran dan keperkasaan seseorang atau kelompok tertentu. Yang dianggap sebagai tokoh dalam jenis puisi ini ialah Antarah bin Syaddad (w. 615) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan 'Antarah fi al-Fakhr wa al- Hamasah wa al-Gazal (Kumpulan Puisi Antara Tentang Kebanggaan, Semangat, dan Sajungan).

Adapun asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi adalah puisi yang berisikan pendidikan atau pengajaran. Yang dianggap tokoh dalam jenis puisi ini ialah Zuhair bin Abi Sulma (530-627) dengan karyanya al-Hauliyyat, Labib bin Rabi'ah (560-661) yang terkenal dengan karyanya Hikmah ar-Ratsa (Mutiara-Mutiara Ratapan), Addi bin Zaid (w. 604) yang terkenal dengan puisi Hikam (Kata-Kata Mutiara) dan Zuhdiyyat (Kezuhudan), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1058) yang terkenal dengan karyanya al-Luzumiyyat (Kebutuhan) dan Risalah al-GufranLamiyah ibn al-Wardi (Ratapan Ibnu al-Wardi), dan Nasif al-Yaziji (1800-1871) dengan puisinya yang terkenal Diwan Syi'r Nasif. (Risalah Pengampunan), Ibnu al-Wardi (1290-1349) dengan karyanya yang terkenal.

Pada masa modern, penyair yang terkenal dalam jenis puisi ini adalah Ahmad Syauqi (1868-
1932)  dengan  karyanya  yang  terkenal  asy-Syauqiyyat  (Puisi-Puisi  Syauqi),  dan  Muhammad Hafiz Ibrahim (1872-1932) dengan kumpulan puisinya Diwan Hafiz Ibrahim (Kumpulan Puisi Hafiz Ibrahim).
A.  PROSA
1.   Pengertian Natsr (Prosa)
Terdapat banyak perbedaan definisi yang dikemukan oleh para ahli sastra Arab. Akan tetapi, perbedaan ini hanyak terletak bahasa penyampaiannya saja. Namun, mengenai hakikat sebuah prosa mereka memiliki pendapat yang sama, seperti yang dikemukakan di bawah ini :

ةيفاق لاو نزوب ديقتيلا وهف منملا لوقصملا ملاكلا نم رعشب سيل ام وهف : رثنلاو

"Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi'r, ia tidak terkait dengan wazan atau qafiyah"

Sebagian para ahli sastra Arab berpendapat bahwa timbulnya natsr lebih dahulu daripada timbulnya syi'r, sebab prosa tidak terikat oleh sajak dan irama. Prosa itu bebas bagaikan derasnya air. Sedangkan timbulnya syi'r sangat erat hubungannya dengan kemajuan manusia dalam cara berpikir. Sehingga mereka berpendapat bahwa manusia baru dapat mengenal bentuk-bentuk syi'r setelah mencapai kemajuan dalam bidang bahasa. Terdapat dua jenis natsr yaitu natsr ghair fanni dan natsr fanni. natsr ghair fanni adalah ungkapan prosa yang keluar dari lisan mereka baik ketika terjadinya percakapan maupun ketika melakukan orasi (khutbah), yang mereka lakukan secara spontan. Sedangkan natsr fanni adalah prosa yang diungkapkan dengan keindahan nilai- nilai sastra yang membekas ke dalam jiwa dan perasan.
Secara umum natsr Jahiliyyah terbagi ke dalam beberapa jenis diantaranya : al-Khutbah, al- Wasiyat, al-Hikmah, al-Matsal (Amtsal), dan ada juga ahli sastra Arab memasukan Saj'u Khuhan (mantera dukun) ke dalam pembagian jenis prosa Arab Jahiliyyyah.
Adapun karakteristik yang dimiliki Natsr Jahiliyyah antara lain kalimat yang digunakan ringkas, lafaznya jelas, memiliki kedalaman makna, bersajak (mengakhiri setiap kalimat dengan huruf yang sama), terkadang sering dipadukan dengan syi'r, amtsal dan yang lainnya.

2.   Al-Amtsal (Pribahasa)
Pengertian Amtsal,

هلجلأ تليق ىذلا لاحب هيف تيكح ىذلا لاح اهب هبشي ةثداح وأ ةصق ىلإ ريشت ةزجوم ةنيصر لمج يه لاثملأاو

Amtsal adalah kalimat singkat yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu, digunakan untuk  menyerupakan  keadaan  atau  peristiwa  tertentu  dengan  keadaan  atau  peristiwa  asal dimana matsal tersebut diucapkan.

Kata amtsal adalah bentuk jamak dari masalun dan mislun, yang mengandung arti bidal atau bandingan. Terdapat banyak arti kata masalun dan mislun yang dapat kita jumpai, misalnya persamaan, padanan, sederajat, sepangkat, sejalan (dengan), menurut kias, sama (dengan). Atau dalam terjemahan bahasa asing lainnya kita jumpai seperti simelar, equal dan analogous. Dalam sastra Indonesia amtsal ini sama dengan pribahasa atau pepatah.
Dalam sejarah Mesir Kuno banyak dikenal buku-buku bidal yang berisi pengajaran dan nasehat- nasehat dengan menggunakan kata-kata amtsal, misalnya: Al-Fallah al-Fasyih, Sibawaih dan Aibur. Koleksi buku-buku ini disebut Sifru al-Amtsal (Kitab Bidal/The Book of Proverbs). Di bawah ini terdapat beberapa contoh dari amtsal, di antaranya :


نئانكلا لأمت ىمرلا لبق

"Sebelum memanah penuhi dahulu busur-busur"

Pribahasa di atas memiliki kesamaan dengan pribahasa "Sedia payung sebelum hujan" yang merupakan sebuah pesan agar sebelum bertindak kita haruslah mempersiapkan sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan.



بولطملاو بلاطلا فعض



"Si  peminta dan yang meminta lemah"

Pribahasa  di   atas   merupakan   sebuah   ungkapan   di   waktu   kita  diminta  seseorang  agar membantunya berupa uang atau bantuan yang lain, pada kita sendiri tidak mempunyai uang atau bantuan yang dapat diberikan.
Diriwayatkan bahwa ada seorang Arab mengutus anaknya untuk mencari untanya yang hilang, namun anaknya tak kunjung pulang, maka pergilah sang ayah untuk mencari anaknya tersebut pada bulan haram, ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pemuda dan menemaninya, sang pemuda tersebut kemudian berkata: beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang pemuda dengan ciri-ciri begini dan begini dan aku rampas pedang ini darinya, sang ayah pun berfikir dan melihat pedang tersebut, barulah ia sadar bahwa pemuda inilah yang membunuh anaknya, sang ayah pun menebas pemuda tadi hingga mati, ketika masyarakat mengetahui hal tersebut mereka mengatakan " mengapa kau membunuh di bulan haram, sang ayah berkata :

لذعلا فيسلا قبس



"pedangku telah mendahului celaan kalian."

Diriwayatkan pula bahwa pada suatu musim panas seorang lelaki tua menikahi gadis muda yang cantik jelita, lelaki tadi memiliki begitu banyak unta dan kambing yang senantiasa memproduksi susu. Akan tetapi wanita ini tidak mencantai lelaki tua itu dan meminta untuk diceraikan, maka merekapun bercerai. Wanita tadi akhirnya menikah dengan seorang pemuda yang tampan namun miskin, tidak punya kambing apalagi unta, pada musim dingin wanita tadi melihat sekawanan kambing milik lelaki tua mantan suaminya dan memohon agar diberikan susu dari kambing- kambing tersebut, namun lelaki tua itu menolak dan berkata :

نبللا تعيض فيصلا


"Musim panas yang lalu kau telah menyia-nyiakan susu yang aku beri"



Matsal di atas diucapkan kepada seorang yang telah menyia-nyiakan kesempatan dimasa lalu namun kini mengharapnya kembali.


3.   Al-Hikam (Kata-Kata Mutiara)

Pengertian Hikam,




.ديدس ىأرو بئاص مكح ىلع لمتشي زجوم لوق : مكحلاو



"Hikam atau kata-kata mutiara adalah ucapan kalimat yang ringkas  yang menyentuh yang bersumber dari pengalaman hidup yang dalam, di dalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang bermanfaat."

Terkadang  kata-kata  mutiara  juga  terdapat  di  dalam  sebuah  syi'r  sebagaimana  banyak ditemukan di dalam Syi'r Zuhair bin Abi Sulma. Adapun di antara para penghikmah yang terkenal, antara lain : Qus bin Sa'idah dan Dzul Isba' Al-Adwani. Di bawah terdapat beberapa contoh dari hikam atau kata-kata mutiara :



"Perusak akal sehat manusia adalah hawa nafsunya."

ىوهلا يأرلا ةفآ





"Kehancuran seorang lelaki terletak dibawah kilaunya ketamakan"

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -