Posted by : Cak_Son
Sabtu, 10 Januari 2015
Sebuah Catatan
Akhir
PENGANTAR SASTRA ARAB
BAGI MAHASISWA
BAHASA DAN
SASTRA
ARAB
UIN MALIKI MALANG
TAHUN 2010
DAFTAR ISI
A. BANGSA ARAB: AKAR
BAHASA & SASTRA
ARAB
1. Bahasa dan Budaya Arab
2. Sastra Bahasa (Adab Lughah)
3. Pengertian
Adab dari Masa ke Masa
B. PEMBAGIAN
KESUSASTRAAN ARAB
1. PROSA
(NATSR)
a. Pengertian
Prosa
b. Amtsal
c. Al-Hikam
d. Al-Wasiyyah
e.
Khithobah
2. PUISI (SYI’IR)
a. Pengertian
Syi’ir
b. Awal
Mula
Timbulnya Syi’ir Arab
c. Pembagian
Jenis
Syi’ir
dan
Tujuannya
C. SEJARAH SASTRA ARAB
1. Sejarah
Sastra dan Fungsinya
2. Periodesasi Sejarah
Sastra Arab
D. SASTRA ARAB JAHILIYAH
1. Kedudukan Penyair dalam Masyarakat Arab
Jahiliyah
2. Perhatian
Masyarakat
Jahiliyah
terhadap
Sastra
3. Faktor yang Mendukung Perkembangan Sastra Arab Jahiliyah
4. Tingkatan Penyair
Jahiliyah
5. Karakteristik Syi’ir Jahiliyah
6. Al-Mu’allaqat
E. SASTRA ARAB MODERN Perkembangan Kesusastraan Arab Modern
F. SASTRAWAN ARAB
BAB I
BANGSA ARAB:
AKAR BAHASA DAN SASTRA ARAB
- Bahasa dan Bangsa Arab
Bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit, yaitu bahasa yang
digunakan oleh bangsa-bangsa yang tinggal di sekitar
sungai
Tigris
dan Furat,
dataran
Syiria,
dan jazirah Arabia
(Timur
Tengah). Seperti bahasa Siryania, Finisia, Assyiria, Babilonia, Ibrania, dan
Arabia. Dari sekian
bahasa di atas yang dapat bertahan sampai sekarang
hanya bahasa Arab dan Ibrani. Diperkirakan
bahwa bahasa Arab adalah cabang
bahasa Semit yang paling mendekati bahasa aslinya, karena bangsa
Arab tidak banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain,
dan tidak pernah lama
di bawah kekuasaan
bangsa asing.
Sebenarnya, bahasa Arab itu timbul sejak
beberapa Abad sebelum Islam. Hanya
saja
pencatatan
dari bahasa tersebut baru dimulai dua abad sebelum lahirnya Islam. Karena bukti
peninggalan kesusastraan Arab yang dapat dicatat hanya dimulai sejak dua abad sebelum Islam. Sedangkan, hasil karya yang
ada di masa sebelumnya dapat dikatakan hilang
dimakan masa. Dengan
demikian,
kita tidak dapat mengetahui dengan pasti bagaimanakah bentuk bahasa Arab di masa
lalu.
Demikian pula dengan berita-berita yang
menerangkan keadaan bangsa Arab kuno, tidak dapat
kita ketahui dari
pencatatan
sejarah. Hanya saja berita mengenai mereka dapat kita
ketahui dari
Al-Quran dan kitab suci lainnya, misalnya cerita mengenai kaum Aad, kaum Tsamud, kaum Nuh, dan lain-lain. Berita mengenai
mereka hanya terdapat
dalam
kitab suci Al-Quran.
Menurut perkiraan yang kuat, keadaan bangsa Arab kuno, lebih maju daripada bangsa Arab yang lahir di
masa timbulnya Islam. Karena
dalam penggalian sejarah, ditemukan bekas peninggalan monumental dan kota
besar yang dibangun oleh bangsa Arab kuno. Pendapat ini dikuatkan oleh Allah Swt di dalam Al-Quran. Sedangkan, bangsa Arab yang lahir di masa lahirnya Islam, mereka lebih dikenal sebagai bangsa Arab Badui (Nomaden), yang
suka hidup berpindah-pindah
mengikuti sumber kehidupan. Cara kehidupan seperti itu dapat membentuk karakter
dan
tabiat bangsa Arab
seperti
bangsa Barbar yang hidup ditempat lain.
Perlu diketahui bahwa
sebelum bangsa Arab mempunyai bahasa persatuan, di setiap daerah telah mempunyai bahasa daerah sendiri yang berlainan satu dengan yang
lainnya. Seperti penduduk
Yaman, mereka memiliki bahasa sendiri yang dikenal dengan bahasa Himyar, orang Nejed memiliki
bahasa
yang dipakai
di
Nejed saja, dan
lainnya. Walaupun setiap
suku
Arab mempunyai
bahasa yang saling berbeda,
namun berkat adanya
Ka'bah di Mekkah, dimana mereka sering berkumpul
di
tempat itu setiap tahunnya, akhirnya bangsa Arab mempunyai
bahasa persatuan yang dapat
oleh
setiap suku Arab.
Bahasa
persatuan mereka adalah bahasa Mudlor yaitu bahasa yang dipakai oleh
penduduk Hijaz, khususnya
bahasa orang-orang Mekkah. Bahasa
Mudlor
itu juga
berasal
dari percampuran
bahasa daerah yang
ada di seluruh jazirah, ditambah dengan beberapa kata asing yang berasala
dari bahasa Yunani, Persia, Sansekerta, dan Ibrani.
Sehingga, bahasa Mudlor inilah yang
kelak dipilih menjadi bahasa Al-Quran dan As-Sunnah. Di
mana berkat Al-Quran, maka bahasa Mudlor ini akan kekal dan dikenal di seluruh dunia Islam.
Bangsa Arab
terdiri dari
tiga generasi, yaitu:
1. Bangsa Arab al-Baidah yaitu bangsa Arab yang
telah punah. Berita mengenai mereka yang sampai kepada kita tidak ada sedikit pun yang benar, kecuali yang dikisahkan Allah Swt dalam al-Quran dan yang
banyak disebutkan dalam Hadist Nabi Saw. Di antara kabilah-kabilah mereka
yang terkenal antara lain:
Thasam, Jadis, ‘Ad, Tsamud, ‘Imliq, dan ‘Abdu Dakhm.
2. Bangsa
Arab al-‘Aribah, yaitu bangsa Arab murni, mereka adalah anak keturunan Qahthan, yang
meninggalkan tempat asal mereka di sekitar sungai Euphrat, dan memilih Yaman sebagai
tempat tinggal mereka. Bahasa
mereka berbaur dengan bahasa pendahulu mereka di Yaman. Kemudian mereka menyebar ke
berbagai pelosok Jazirah Arab. Di antara induk kabilah-kabilah mereka adalah Kahlan dan
Himyar.
3. Bangsa Arab al-Musta'ribah, yaitu bangsa Arab campuran. Mereka adalah anak keturunan Ismail bin Ibrahim a.s. yang mengalahkan orang-orang Qahthan dan berbaur dengan mereka, baik dalam bahasa maupun dalam silsilah keturunan/nasab, yang
kemudian dikenal dengan sebutan orang-orang
Adnan. Di antara induk kabilah-kabilah mereka adalah Rabi'ah, Mudlar,
Iyyad,
da Anmar.
Selain ketiga generasi bangsa Arab yang telah disebutkan di atas, ada juga yang disebut
bangsa Arab Baru, yaitu bangsa Arab yang merupakan anak keturunan dari kabilah-kabilah tersebut di
atas yang
berbaur dengan anak-anak dari kabilah-kabilah lain dari Samudera Atlantik sampai seberang Laut Persi dan Sungai Tigris, dan juga dari sebelah hulu
sungai Euphrat dan Sungai
Tigris sampai ke seberang laut Jawa dan Sumatera. Mereka berbicara dengan dialek-dialek bangsa
Arab ‘Amiyah (bahasa
Arab
pasaran)
yang berbeda-beda
yang dapat dikembalikan
kepada bahasa Arab baku/fushha yang mereka ketahui melalui pembelajaran.
B. Sastra Bahasa
(Adabul Lughah)
Bahasa adalah
مهدصاقم نع
موق لك اهب ربعي ظافلأ (lafal yang diungkapkan oleh setiap kaum atau
masyarakat
untuk mengungkapkan
maksud mereka (baik isi
hati maupun pemikiran mereka).
Adapun sastra bahasa (Adabul-Lughah) itu sendiri adalah kata-kata indah yang
mengandung imajinasi yang cermat, pelukisan yang
lembut, yang diwariskan atau dihasilkan oleh para penyair dan penulis, bertujuan untuk mendidik
jiwa, menghaluskan rasa, dan membudayakan bahasa.
Ada juga yang mendefinisikan bahwa
sastra bahasa adalah segala bentuk prosa dan puisi yang dihasilkan oleh pikiran seseorang yang
menggambarkan watak dan kebiasaan, daya khayal, serta
batas kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa yang
bertujuan mendidik jiwa, memperbaiki pikiran
dan
meluruskan lisan.
Terkadang kata "Adab" digunakan juga untuk menyebutkan segala pembahasan ilmiah dan
cabang-cabang seni sastra yang
dihasilkan oleh setiap bahasa. Sehingga kata "Adab" dapat mencakup segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal pikiran para ilmuan, penulis, dan penyair
atau sastrawan.
Kesusastraan Arab (al-Adab al-Arabiy) merupakan kesusastraan terkaya, karena merupakan kesusastraan yang tercipta sejak masa kanak-kanak manusia
sampai runtuhnya kebudayaan Arab.
Bahasa Mudlor,
setelah masa Islam, bukan hanya menjadi
bahasa suatu bangsa saja, tetapi
menjadi bahasa bagi semua bangsa yang
masuk ke dalam agama Allah (Islam), atau berada di
bawah lindungannya. Mereka menciptakan makna-makna
dan konsep-konsep, serta memperluas
makna-makna dengan bantuan
rahasia-rahasia bahasa mereka. Kemudian mereka
menjelajah kepelosok bumi dengan membawa agama, sastra, budaya, dan ilmu. Lalu mereka berakulturasi dengan setiap bahasa yang
didatangainya, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan orang-orang masa lampau dan peradaban orang-orang-orang terdahulu, dari bangsa-bangsa Yunani, Persia,
Yahudi, Hindu, dan Habsyi. Dia berdiri kokoh
menghadapi halangan dan rintangan
selama berabad-abad yang panjang.
Dia menyaksikan
pertarungan
bahasa-bahasa di sekelilingnya
dengan kepala tengadah dan langkah yang tegap, mewarisi hasil cipta rasa dan buah akal pikiran
dari setiap peradaban
(sastra/literature) dan
kepercayaan. Bahasa
bangsa-bangsa dengan
beraneka ragam perbedaannya, bagaikan parit-parit dan sungai-sungai yang
mengalir, lalu bercabang-cabang, kemudian
berhimpun dan bermuara pada satu
samudera, yaitu bahasa Arab.
C. Pengertian Adab dari Masa ke Masa
Sebagai
sebuah
istilah, kata
"Adab" mengalami perkembangan
yang cukup
panjang dalam
sejarah kesusastraan Arab.
Perkembangan kata "Adab" sejalan dengan
perkembangan kehidupan
bangsa Arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Kata "Adab"
terdapat banyak perbedaan mengenai maknanya, dan perbedaan makna
itu sangat dekat, maksudnya perkembangan dan perubahan
makna itu tidak terlalu kontras dengan makna aslinya. Perubahan itu diketahui sampai sekarang
melalui perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan. Penafsirannya
jelas hanya kecenderungan
pendengar
pendengar pada
pengucapan kata "Adab"
tersebut.
Pada zaman Jahiliyyah kata "Adab"
berarti "ماعطلا ىلإ ةوعدلا" (mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan), dan arti ini sudah jarang digunakan, kecuali pada kata "Ma'dubah" dari akar
kata yang
sama yaitu "Adab". Kata "Ma'dubah" berarti jamuan atau hidangan, dengan kata kerja
"Adaba-ya'dibu" yang
berarti
menjamu atau menghidangkan
makanan. Sebagaimana yang
terdapat dalam
perkataan Tharafah
bin Abdul Bakri al-Wa'illi:
رفتني انيف بدلآا ىرت لا
¤ ىلفجلا وعدن ةاتشملا ىف نحن
"Pada
musim paceklik (musim kesulitan pangan),
kami mengundang orang-orang ke perjamuan
makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-milih orang
yang diundang"
Kata "Adab"
juga digunakan dalam arti "prilaku yang terpuji atau
terhormat dan sifat-sifat yang
mulia" seperti yang
terdapat di dalam dialoq antara ‘Atabah dengan Hindun, puterinya. ‘Atabah
berkata kepada puterinya tentang Abu Sufyan yang datang melamarnya:
"...هنوبدؤي لاو هلهأ بدؤي هتريشع زعو هتمورأ ردب. ..."
".... Asal-usulnya mulia, keluarganya terhormat, dia sopan dan hormat
kepada keluarganya, meski diantara
keluarganya ada yang tidak menghormatinya....".
Akhirnya Hindun
pun setuju menikah dengan Abu Sufyan sambil
berkata:
"...ىتفلت ةلقو ىتبق موزل عم لعبلا بدأب هذخآسو ,ةقفاوملا هل ىنإو ,ةقماول اذه
قلاخلأ
ىنإ"
"Sungguh, aku benar-benar menyukai akhlak dan
perilaku yang demikian, dan aku setuju menikah dengannya dan akan kujadikan ia suami yang dihormati,
dan dengan kesetiaan aku akan
selalu berada di rumah,
dan tidak akan berselingkuh
dibelakangnya".
Seperti yang dikemukakan oleh Bakalla (1984:34-36) bahwa pada zaman Pemulaan Islam, ketika
agama Islam datang dengan membawa ajaran-ajaranya
yang menyeru kepada akhlak mulia, maka kata "Adab" berarti "قلاخلأا مراكمو دماحملا ىلإ
ةوعدلا"
(ajakan untuk memuji dan berakhlak
baik), dan juga mempunyai arti at-Tahdzib (pendidikan atau pengajaran), dan al-Khulqu (budi pekerti), seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad
Saw:
"...ىبيدأت نسحأف ىبر ىنبدأ"
"Tuhanku
telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku/akhlak"
Beliau
Saw
juga bersabda:
"هتبدأم نم اوملعتف ضرلأا ىف الله ةبدأم نآرقلا اذه
نإ"
"Sesungguhnya
Al-Qur'an ini adalah sumber peradaban Allah di muka bumi, oleh karena
itu belajarlah kalian
pada sumber peradaban-Nya"
Umar bin Khattab berkata kepada puteranya:
"...كبدأ نسحي رعشلا نساحم ظفحاو ,كمحر لصت كسفن بسنا
ىنب اي"
"Wahai anakku, nisbatkanlah (hubungkanlah silsilah keturunan) dirimu, niscaya akan
bersambung hubungan dengan keluargamu, dan hafalkanlah puisi-puisi indah, niscaya akan menjadi lembut
budi pekertimu"
Pada
zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti at-Ta'lim (pengajaran), sehingga dari kata itu
lahir kata turunan al-Mu'addibun yaitu sebutan bagi orang-orang yang
masa itu bertugas
memberikan pelajaran tentang puisi, khutbah,
sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan
mereka sampai pada
peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah dan zaman
permulaan Islam kepada putera-putera khalifah.
Sementara pada zaman Abbasiyyah yang terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan,
kata Adab mempunyai arti at-Tahdzibu wa
at-Ta'liimu ma'an (pendidikan sekaligus pengajaran),
atau berarti semua ilmu pengetahuan yang
dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam suatu disiplin tertentu.
Arti "Adab" pada
masa ini lebih mengacu pada kebudayaan. Seperti yang
pernah ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (wafat 142 H.) dalam bukunya yang berhudul al-
Adab al-Kabir yang
berisikan kumpulan-kumpulan surat-surat panjang Ibn al-Muqaffa' yang
terbagi menjadi dua bagian yaitu khusus mengenai sultan, politik, dan pemerintahannya, dan
yang berhubungan dengan persahabatan dan sejenisnya. Dan al-Adab al-Shaqir yang
berisikan surat-surat pendek Ibn al-Muqaffa' yang
berisi kumpulan wasiat mengenai budi pekerti, kemasyarakatan, dan mengenai apa yang harus dipersiapkan oleh manusia dalam kehidupannya
seperti bagaimana bergaul dengan atasan, bawahan, dan sesamanya. Selain itu, kata "Adab" telah meluas
artinya dan sering diterapkan pada puisi, prosa,
peribahasa,
dan
balaghah,
juga diterapkan pada bidang ilmu nahwu, sharf, ushul, dan sebagainya.
Pada Abad ke-4 H, kata "Adab" semakin
memiliki arti yang luas, sehingga terkadang dari kata
itu
difahami sebagai segala sesuatu yang keberadaannya mengandung nilai pendidikan,
peningkatan intelektual dan moral manusia baik dari segi sosial maupun budaya, serta pembentukan
seseorang menjadi cemerlang, memiliki
keistimewaan
yang cocok
bagi penampilan figur kelas elit dalam kehidupan intelektul sekaligus kehidupan material. Kata
"Adiib" yang
berarti satrawan, mengarah kepada makna yang
kita
sekarang dari kata "mutsaqqif" yang berarti budayawan atau orang yang memiliki intelektual tinggi.
Dengan berakhirnya abad ke-4 H, seiring dengan berkembangnya ilmu bahasa dan sastra, kata
"Adab" mengandung pengertian
ungkapan-ungkapan yang indah, baik
dalam bentuk
puisi
maupun prosa, dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan penafsiran dan penjelasan yang
bekenaan dengan segi-segi baik
dan buruk yang terdapat didalamnya. Makna
"Adab"
yang demikian itu, masih dapat difahami dan digunakan pada masa sekarang (modern). Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa kata "Adab"
memiliki dua makna yang
berbeda. Pertama, kata "Adab" dalam pengertian yang khusus berarti perkataan indah yang menimbulkan kenikmaan seni dalam
jiwa pembaca atau pendengarnya, baik perkataan itu berbentuk puisi maupun prosa. Kedua, kata
"Adab" dalam pengertian umum, yaitu hasil cipta rasa akal yang dilukiskan dalam kata-kata yang
ditulis dalam buku-buku.
Puisi indah, essai yang memikat, orasi (khutbah) yang memukau, dan kisah yang mengesankan,
semua ini termasuk "Adab" dalam pengertian khusus, karena
ketika kita
membaca atau mendengarkannya, anda mendapatkan kenikmatan seni seperti yang kita dapatkan ketika
mendengarkan nyanyian seorang penyanyi, alunan musik, serta ketika kita melihat lukisan atau
patung yang
mempesona. Dengan demikian, maka "Adab" atau satra adalah sesuatu yang
berhubungan dengan citrarasa, perasaan, dan kesadaran kita. Sementara, dalam
referensi Barat
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Adab"
dalam pengertian literature adalah kumpulan
peninggalan baik prosa
atau
puisi yang terdapat pada
bahasa dan bangsa tertentu dan mempunyai
keistimewaan dalam gaya dan idenya; Peninggalan yang
berbentuk naskah atau cetakan khusus
yang terdapat dalam sebuah bahasa atau bangsa tertentu;
Semua tulisan yang membicarakan
topik-topik tertentu, seperti adabul falak (tulisan tentang ilmu falak/penanggalan) atau adab az-
Ziraa'at (tulisan tentang ilmu pertanian); atau sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk naskah atau cetakan, seperti buku tentang
ilmu
Nahwu, Sharf, filsafat, termasuk kata "Adab"
dalam pengertian umum, karena itu merupakan gambaran atau konsepsi berbagai pengetahuan yang dihasilkan manusia,
terlepas ketika membacanya akan menimbulkan kenikmatan seni
dalam diri kita atau
tidak (Mahmud Jad ‘Akawi dalam al-Mujaz fi
al-Adab al-Arabi, 1972, jilid I hal: 5-9).
Kemudian pertanyaan yan timbul adalah apakah hubungan antara kata Adab yang bermakna umum dengan kata Adab
yang bermakna khusus? Dahulu, bangsa Arab memiliki tata cara
tentang prilaku dan sikap yang
harus diikuti oleh kelas masyarakat tertentu, seperti para
bangsawan Arab. Tata cara
tersebut ditulis dalam bentuk karya sastra, seperti puisi, khutbah
(pidato), amtsal (pribahasa),
dan
sebagainya. Berdasarkan konsep inilah, kemudian kata Adab ini diberi
arti yang lebih spesifik yaitu
sastra (Bakalla,
1984:113).
Teeuw (1988, 21-24) mengatakan bahwa
kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta. Akar kata sas- berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk atau instruksi.
Akhiran -tra biasanya
menunjukkan alat atau sarana. Sehingga
kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajar,
buku petunjuk, atau
buku pengajaran. Dalam bahasa
Arab tidak ada sebuah kata yang artinya bertepatan dengan sastra. Kata yang paling mendekatai adalah kata Adab. Dalam arti yang sempit, kata Adab berarti belles-lettres, atau susastra. Awalan su- berarti indah atau baik. Kata susastra ini tidak terdapat dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, tetapi merupakan
kata Jawa atau Melayu yang muncul kemudian. Kata Adab juga berarti kebudayaan, sivilisasi
atau yang
dalam bahasa Arab disebut Tamaddun. Sastra sebagai konsep yang
khas tidak diberi istilah yang
umum dalam kebudayaan Arab. Hal itu pasti berkaitan dengan pendirian orang Arab mengenai sastra.
BAB II
PEMBAGIAN KESUSASTRAAN ARAB
Secara garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa (an-Natsr) dan puisi
(syi'r). Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu: kisah (Qishshah), peribahasa (amtsal) atau kata-kata mutiara (al-hikam),
sejarah (tarikh)
atau riwayat (sirah), dan karya ilmiah (abhats
'ilmiyyah).
Kisah (Qishshah) adalah cerita tentang
berbagai hal, baik yang
bersifat realistis maupun fiktif,
yang disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah terdiri dari 4 macam
yaitu:
1. Riwayat adalah yaitu cerita
panjang yang didasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.
2. Hikayat, yaitu
cerita yang mungkin
didasarkan atas
fakta
maupun rekaan
(fiksi).
3. Qishah
qasirah, yaitu cerita pendek.
4. Uqsusah, yaitu
cerita yang lebih pendek
daripada Qishah qasirah.
Kisah berkembang
menurut zamannya. Pada masa jahiliyyah, yang
berkembang adalah kisah mengenai berbagai hal yang
berkenaan dengan kehidupan
suku Badui, adapt, dan sifat-sifat
mereka. Pada masa Islam, yang berkembang ialah kisah-kisah keagamaan, seperti cerita para
nabi dan rasul yang bersumber dari kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Kisah yang berkembang
pada
masa Abbasiyyah
tidak
hanya terbatas
pada
cerita keagamaan, tetapi
sudah berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
Adapun pada masa modern, kisah berkembang lebih pesat lagi, karena perkembangan hubungan
antara Islam dan peradaban-peradaban lain yang ada di dunia Barat. Kisah yang berkembang
pada masa ini adalah cerita panjang yang
bersambung. Missalnya Muntakhabat ar-Riwayat
(cerita-cerita plihan) oleh Iskandar Kurku, Riwayah Zainab oleh
Muhammad Husein Haikal
(1888-1956), al-Khiyam fi Rubu'
asy-Syam oleh Salim Bustani (1848-1884), Kifah Tayyibah (perjuangan terpuji)
oleh
Naguib Mahfudz (1912-?),
dan
al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap- sayap
patah) oleh Gibran Khalil
Gibran (1883-1931).
Peribahasa (amtsal) dan Kata-Kata Mutiara (al-hikam)
adalah ungkapan-ungkapan singkat yang bertujuan memberikan
pengarahan
dan
bimbingan untuk pembinaan
kepribadian dan akhlak.
Amtsal dan al-Hikam pada Masa Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang
hidup dalam keadaan yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta amtsal dan al-Hikam yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi at-Tamimi, Qus bin Sa'idah
al-Iyadi,
dan Zuhair
bin Abi Sulma.
Amtsal dan al-Hikam pada masa Islam lebih
menekankan pada hal-hal yang bersifat religius
serta berdasarkan pada al-Qur'an dan
hadits. Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Ali
bin Abi Talib dengan karyanya Nahj al-Balaghah. Adapun Amtsal dan al-Hikam pada masa Abbasiyah
dan setelahnya lebih menggambarkan hal-hal
yang berhubungan
dengan filsafat
sosial
dan akhlak.
Tokoh yang terkenal pada
masa ini adalah Ibnu al-Muqaffa (720-756).
Sejarah (tarikh)
atau Riwayat (sirah),
mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang
dilakukan oleh para tokoh terkenal. Karya sastra terkenal dibidang ini, antara lain: Mu'jam al-Buldan (Ensiklopedi Kota dan Negara) oleh
Yaqut ar-Rumi (1179-1229), Tarikh al-Hindi
(Sejarah India)
oleh al-Biruni (w. 448 H/1048 M), Tuhfah an-Nazzar
fi Gara'ib Amsar wa 'Aja'ib
al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Negeri-Negeri Asing dan Perjalanan Yang Menakjubkan)
oleh Ibnu Batutah, Zakha'ir al-'Ulum wa Ma Kana fi Salif ad-Duhur (Perbendaharaan Ilmu dan Peristiwa Masa Lalu)
oleh Abu Hasan Ali bin Husein bin Ali al-
Mas'udi
(w. 956), dan Muluk
al-'Arab (Raja-raja Arab)
oleh Amin ar-Raihan (1876-1940).
Karya Ilmiah (abhats 'ilmiyyah) adalah mencakup berbagai bidang
ilmu. Karya-karya terkenal
yang berkenaan dengan kajian ini ialah KItab al-Hayawan (Buku tentang Hewan) dan Kitab al-
Bukhhala (Buku tentang Orang
Bakhil) oleh al-Jahiz (w. 225 H/869 M), 'Aja'ib al-Makhluqat
wa Gara'ib al-Maujudat (Makhluk-Makhluk Yang Menakjubkan dan Benda-benda Yang Aneh) dan
Asar al-Bilad wa Akhbar al-'Ibad (Peninggalan Negeri-Negeri dan Berita Tentang Manusia) oleh
Abu Yahya Zakaria bin
Muhammad al-Qazwaini (1208-1283), dan Sirr an-Najah
(Rahasia Kesuksesan), dan
Siyar
al-Abtal
wa
al-Qudama
al-'Uzama
(Sejarah Para Pahlawan
dan Pembesar-Pembesar
Terdahulu) oleh
Ya'qub
Sarruf
(1852-1928).
Adapun puisi (Syi'r) terbagi atas dua bagian, yaitu asy-Syi'r al-Ginai dan asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi. Asy-Syi'r al-Ginai merupakan puisi hiburan yang berisi ungkapan
perasaan
sang penyair. Puisi ini terdiri atas
tiga
bagian, yaitu:
1. Asy-Syi'r al-Wijdani, adalah puisi
yang mengungkapkan perasaan penyair, seperti gembira, suka
cita, dan berita. Para penyair yang dipandang sebagai tokoh dalam puisi jenis ini adalah
Abu Firas al-Hamdani
(932-968) dengan kumpulan
puisinya yang terkenal Diwan Abi Firas yang
diterbitkan pertama kali tahun 1873, dan al-Mutanabbi yang
terkenal dengan kumpulan puisinya Diwan
al-Mutanabbi.
2. Asy-Syi'r al-Ratsai, adalah puisi hiburan yang diungkapkan oleh penyair
ketika meratapi seseorang yang telah meninggal. Di antara sastrawan yang
dianggap tokoh dalam puisi jenis ini adalah al-Muahhil (w. 531) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Ratsa'uh li Akhihi Kulaib
(Ratapannya kepada
Saudaranya Kulaib), dan Abu Jazrah Jarir
bin Atiyah (653-7330 dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Jarir fi
al-Madh wa ar-Ratsa (Kumpulan Puisi Jarir tentang Sanjungan dan
Ratapan).
3. Asy-Syi'r al-Fakhr, adalah puisi yang
menyanjung
kebesaran dan keperkasaan seseorang atau kelompok tertentu.
Yang dianggap sebagai tokoh dalam jenis puisi ini ialah Antarah bin
Syaddad (w. 615) dengan kumpulan puisinya yang
terkenal Diwan 'Antarah fi al-Fakhr wa al- Hamasah wa al-Gazal (Kumpulan
Puisi Antara Tentang Kebanggaan,
Semangat, dan Sajungan).
Adapun asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi adalah puisi
yang berisikan pendidikan
atau pengajaran. Yang dianggap tokoh dalam jenis
puisi ini ialah Zuhair bin Abi Sulma (530-627) dengan karyanya al-Hauliyyat, Labib bin Rabi'ah (560-661) yang
terkenal dengan karyanya Hikmah ar-Ratsa (Mutiara-Mutiara Ratapan), Addi bin Zaid (w. 604) yang
terkenal dengan puisi Hikam (Kata-Kata
Mutiara) dan Zuhdiyyat (Kezuhudan), Abu
al-'Ala al-Ma'arri (973-1058) yang
terkenal dengan karyanya al-Luzumiyyat (Kebutuhan) dan Risalah al-GufranLamiyah ibn al-Wardi (Ratapan Ibnu al-Wardi), dan Nasif al-Yaziji
(1800-1871) dengan puisinya yang
terkenal
Diwan Syi'r Nasif. (Risalah
Pengampunan), Ibnu al-Wardi
(1290-1349) dengan karyanya yang terkenal.
Pada masa modern, penyair yang terkenal dalam jenis puisi ini adalah Ahmad Syauqi (1868-
1932) dengan
karyanya
yang terkenal asy-Syauqiyyat
(Puisi-Puisi Syauqi), dan
Muhammad Hafiz Ibrahim (1872-1932)
dengan kumpulan puisinya
Diwan Hafiz Ibrahim (Kumpulan Puisi
Hafiz Ibrahim).
A. PROSA
1. Pengertian Natsr (Prosa)
Terdapat banyak perbedaan definisi yang dikemukan oleh para ahli sastra Arab. Akan tetapi, perbedaan ini hanyak terletak
bahasa penyampaiannya saja.
Namun, mengenai hakikat sebuah
prosa mereka memiliki pendapat yang sama, seperti yang dikemukakan di bawah
ini :
ةيفاق لاو نزوب ديقتيلا وهف ,قمنملا لوقصملا ملاكلا نم رعشب سيل
ام
وهف : رثنلاو
"Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi'r, ia
tidak terkait dengan
wazan atau qafiyah"
Sebagian para ahli sastra
Arab berpendapat bahwa
timbulnya natsr lebih
dahulu daripada
timbulnya syi'r,
sebab
prosa tidak terikat
oleh sajak dan irama.
Prosa
itu bebas bagaikan derasnya air. Sedangkan timbulnya syi'r sangat erat hubungannya dengan kemajuan manusia
dalam cara berpikir.
Sehingga mereka
berpendapat bahwa manusia baru dapat mengenal bentuk-bentuk syi'r setelah mencapai
kemajuan
dalam bidang bahasa. Terdapat dua jenis
natsr yaitu natsr ghair fanni dan natsr fanni. natsr ghair fanni adalah ungkapan prosa yang keluar dari lisan mereka baik ketika terjadinya percakapan maupun
ketika melakukan orasi (khutbah), yang mereka lakukan secara spontan. Sedangkan natsr
fanni adalah prosa yang diungkapkan dengan keindahan nilai-
nilai
sastra yang membekas ke dalam jiwa dan perasan.
Secara umum natsr Jahiliyyah terbagi ke
dalam beberapa jenis diantaranya : al-Khutbah,
al- Wasiyat, al-Hikmah, al-Matsal (Amtsal), dan ada juga ahli sastra Arab memasukan Saj'u Khuhan (mantera dukun)
ke dalam
pembagian jenis prosa Arab Jahiliyyyah.
Adapun karakteristik yang dimiliki Natsr Jahiliyyah antara lain kalimat yang
digunakan ringkas, lafaznya jelas, memiliki kedalaman makna, bersajak (mengakhiri setiap kalimat dengan huruf yang sama),
terkadang sering dipadukan
dengan syi'r, amtsal dan yang lainnya.
2. Al-Amtsal
(Pribahasa)
Pengertian Amtsal,
هلجلأ تليق ىذلا
لاحب هيف تيكح ىذلا لاح اهب هبشي ةثداح وأ ةصق ىلإ ريشت ةزجوم ةنيصر
لمج يه لاثملأاو
Amtsal adalah
kalimat
singkat
yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu,
digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu dengan
keadaan
atau peristiwa asal
dimana matsal tersebut diucapkan.
Kata amtsal adalah bentuk
jamak dari masalun
dan mislun, yang
mengandung arti
bidal atau bandingan. Terdapat banyak arti kata masalun dan mislun
yang dapat kita jumpai, misalnya
persamaan, padanan, sederajat, sepangkat, sejalan (dengan), menurut kias, sama (dengan). Atau
dalam terjemahan bahasa asing lainnya
kita
jumpai seperti simelar, equal dan analogous. Dalam sastra Indonesia
amtsal ini sama
dengan
pribahasa atau pepatah.
Dalam sejarah Mesir Kuno banyak dikenal buku-buku bidal yang
berisi pengajaran dan nasehat- nasehat dengan menggunakan kata-kata amtsal, misalnya: Al-Fallah
al-Fasyih, Sibawaih dan Aibur. Koleksi buku-buku ini disebut Sifru al-Amtsal (Kitab Bidal/The Book of Proverbs). Di bawah ini terdapat
beberapa contoh dari amtsal, di antaranya :
نئانكلا لأمت ىمرلا لبق
"Sebelum
memanah penuhi dahulu busur-busur"
Pribahasa di atas memiliki kesamaan dengan pribahasa "Sedia payung
sebelum hujan" yang
merupakan sebuah pesan agar sebelum bertindak kita
haruslah mempersiapkan sesuatu yang
berkaitan dengan
tindakan yang akan dilakukan.
بولطملاو بلاطلا فعض
"Si
peminta dan yang meminta lemah"
Pribahasa
di atas merupakan sebuah
ungkapan
di waktu kita diminta seseorang agar membantunya berupa uang
atau bantuan yang
lain,
pada kita sendiri tidak mempunyai uang atau
bantuan yang dapat
diberikan.
Diriwayatkan bahwa ada seorang Arab mengutus anaknya untuk mencari untanya yang hilang, namun anaknya tak kunjung pulang, maka pergilah sang ayah untuk mencari anaknya tersebut
pada bulan haram, ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang
pemuda dan menemaninya, sang
pemuda tersebut kemudian berkata: beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang
pemuda dengan ciri-ciri begini dan begini dan aku rampas pedang
ini darinya, sang ayah pun
berfikir dan melihat pedang tersebut, barulah ia sadar bahwa pemuda inilah yang
membunuh anaknya, sang ayah pun menebas pemuda tadi hingga mati, ketika masyarakat mengetahui hal
tersebut mereka mengatakan
" mengapa kau membunuh
di bulan haram, sang ayah
berkata :
لذعلا فيسلا قبس
"pedangku
telah mendahului celaan
kalian."
Diriwayatkan pula bahwa pada suatu musim panas seorang lelaki tua menikahi
gadis muda yang cantik jelita, lelaki tadi memiliki begitu banyak unta dan kambing yang senantiasa memproduksi
susu. Akan tetapi wanita ini tidak mencantai lelaki tua itu dan meminta
untuk diceraikan, maka merekapun bercerai. Wanita tadi akhirnya menikah dengan seorang pemuda yang tampan namun
miskin, tidak punya kambing
apalagi unta, pada musim dingin wanita tadi melihat sekawanan
kambing milik lelaki tua mantan suaminya dan memohon agar diberikan susu dari kambing- kambing tersebut, namun lelaki tua itu menolak
dan berkata :
نبللا تعيض فيصلا
"Musim
panas yang lalu kau telah menyia-nyiakan susu yang aku beri"
Matsal di atas diucapkan kepada seorang yang telah menyia-nyiakan kesempatan dimasa lalu
namun kini mengharapnya kembali.
3. Al-Hikam (Kata-Kata Mutiara)
Pengertian Hikam,
.ديدس ىأرو بئاص مكح ىلع لمتشي زجوم لوق
: مكحلاو
"Hikam atau kata-kata mutiara
adalah ucapan kalimat yang ringkas
yang menyentuh yang
bersumber dari pengalaman
hidup yang dalam, di dalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang
bermanfaat."
Terkadang kata-kata mutiara
juga terdapat di
dalam sebuah syi'r sebagaimana banyak
ditemukan di dalam Syi'r Zuhair bin Abi
Sulma. Adapun di antara para penghikmah yang terkenal, antara lain : Qus bin Sa'idah dan Dzul Isba'
Al-‘Adwani. Di bawah terdapat beberapa contoh
dari hikam atau kata-kata
mutiara :
"Perusak
akal sehat manusia adalah hawa nafsunya."
ىوهلا يأرلا
ةفآ
"Kehancuran
seorang lelaki terletak dibawah
kilaunya ketamakan"