Posted by : Cak_Son Sabtu, 10 Januari 2015

Sinopsis Film : Valley of The Wolves : Palestine
Kapal MV Mavi Marmara menjadi terkenal ketika kapal yang pengangkut bantuan kemanusiaan untuk Palestina ini diserang pasukan Israel pada Mei 2010 silam. Tujuannya tak lain agar bantuan yang sudah dikumpulkan tidak bisa sampai untuk rakyat Palestina.
Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara, merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” yang menyebabkan kemarahan dunia. Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan Free Gaza Movement dan the Turkish Foundation for Human Rights and Freedoms and Humanitarian Relief (IHH) dari awal sudah menyatakan bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah diblokade begitu lama dari dunia luar oleh Israel, sehingga tidak bisa mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar.
Jangankan berhasil mengantarkan misi kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di Gaza ini malah dipaksa kembali ke Turki. Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8 orang berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan-bulanan senjata pasukan Israel.
Berangkat dari kejadian yang sempat menggegerkan dunia tersebut, Zubeyr Sasmaz sang sutradara, kini mengangkatnya ke layar kaca dan dikemas dengan judul Valley of the Wolves: Palestine. Judul asli film ini sebenarnya KURTLAR VADiSi FILISTIN. Film yang rilis 28 Januari 2011 ini, mengisahkan tentang sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin oleh Polat Alemdar (Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke wilayah Israel, untuk memburu seseorang yang amat bertanggung jawab atas tragedi penyerbuan Flotilla, Mose Ben Eliyezer Erdal Besikçioglu.
Film dibuka dengan adegan pembunuhan di atas kapal Marmara Mavi yang menyebabkan beberapa aktifis kemanusiaan Turki tewas di tembak prajurit Israel, diawal juga sudah langsung diperlihakan Moshe seorang pengontrol kebijakan pasukan Israel yang menyambungkan langsung dari pimpinan tertinggi serta bagaimana tokoh dan gambaran manajemen pengontrolan Israel terhadap Palestina.
Kisah tentang 3 penembak jitu terlatih dari Turki yang datang ke Palestina ini untuk mencari orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian di atas kapal MV Mavi Marmara, Mose Ben Eliyezer. Mereka adalah Polat Alemdar, Memati Baq dan Abdulhey Coban.
Dalam misi ini, mereka bekerja sama dengan Abdullah seorang warga teritori Palestina. Akan tetapi dalam misi ini mereka terpaksa melibatkan seorang pemandu wisata Amerika keturunan Yahudi Simone yang akhirnya juga menjadi buron tentara Israel setelah insiden tembak menembak di pos pemeriksaan Israel.
Kemudian kisah dilajutkan dengan beberapa turis dan guide yang sekaligus jurnalis yang ingin melihat lebih dalam akan wilayah disekitar Palestina yang sudah dicemari tentara Israel, di sini juga sudah mulai ditampakkan tokoh-tokoh utama pelindung Palestina. Saat Polat Alemdar dan rekannya hendak melintas di perbatasan, mereka dimintai paspor oleh penjaga perbatasan yaitu tentara Israel.
Konflik pertama nampak dimulai saat seorang guide asal Amerika ingin masuk sebuah jalan yang sudah dijaga ketat oleh tetara Israel yang kebetulan Pemimpin Palestina juga ingin melewati jalan tesebut, kemudian setelah keduanya mencoba baik-baik dan memenuhi prosedur agar bisa masuk namun tetap saja tidak diberbolehkan. Dahi sang tentara sedikit berkerut saat mengetahui, bahwa paspor mereka dikeluarkan oleh Pemerintah Turki.
Saat ditanya atas dasar apa ia datang ke Israel, Polat Alemdar dengan lantang dan tegas menjawab, bahwa ia bukan datang ke Israel, tapi ke Palestina. Lalu, Polat Alemdar menjelaskan bahwa ia datang untuk membunuh Mose Ben Eliyezer. Di sini sudah terjadi perdebatan sengit. Bahwa Polat Alemdar dkk, dilarang masuk melalui pintu perbatasan ini. Selang beberapa dialog, baku hantam pun terjadi. Di sinilah Simone secara tidak sengaja terlibat dalam aksi ini. Karena ia panik dan tak tahu harus berlindung ke mana, ia mengikuti ke mana langkah Polat Alemdar pergi. Akhirnya terjadi bentrok bahkan baku tembak antara Pembela Palestina dengan tentara Israel. Dalam baku tembak juga terlihat bahwa kebengisan prajurit Israel yang suka mengambil anak laki-laki.
Warga Palestina dalam film ini digambarkan bagai hidup dalam penjara terbuka dikungkung oleh tentara Israel. Batas suka, duka, hidup dan mati digambarkan saat Simone yang mulai akrab saat tinggal dengan keluarga Abdullah.
Setelah itu digambarkan tempat diskusi Israel untuk menguasai Palestina bahkan dikatakan disitu juga mereka ingin menguaisai mulai sungai Eufrat sampai sungai Nil. Mereka mencari solusi akan jumlah penduduk warga Yahudi yang jumlahnya seakan minoritas melihat warga Palestina yang dengan tiba-tiba atas izin Allah jumlahnya semakin meledak pesat, hal ini pula yang menyebabkan tentara Israel selalu menculik anak-anak khususnya anak laki-laki Palestina. Mereka juga mendiskusikan peluru canggih yang bahkan dilarang PBB untuk menghancurkan Palestina, bahkan warga tak berdosa asal bukan warga Yahudi mereka tidak segan-segan menjadikannya sebagai kelinci percobaan peluru tersebut.
Sesaat kemudian tiba-tiba tentara Israel datang dan mengubah canda menjadi nestapa. Polisi penjaga otorita Palestina pun seakan tidak berdaya saat tentara Israel ingin menggeledah pemukiman warga.
Utusan Moshe pun datang mencari guide tesebut beserta tamu dari Turki yang dianggap teroris. Mereka Israel menembaki siapapun dan memaksa memasuki kawasan Palestina, namun karena dijaga polisi Palstina dan tidak diperbolehkan Israel pun segera menelfon Moshe dan karenanya mereka Israel berhasil memasuki kawasan Palestina tentunya setelah menemakan kepolisi-polisi Israel. Di sini pula tergambar betapa ketakutanya warga Palestina, anak-anak bahkan pemuda-pemuda ditawan dan menembak siapapun yang terlihat asal bukan warga Yahudi.
Penggambaran Moshe dan pasukannya yang sangat kejam bahkan tanpa ampun membunuh warga sipil termasuk anak, orang cacat dan manula serta wanita. Moshe juga ditampilkan sebagai tentara terlatih yang tidak mudah dibunuh, ia sempat lolos meski kehilangan organ indranya. Mata Moshe tertembak saat kelompoknya berusaha menggeledah rumah Abdullah. Karena Polat dkk berada di rumah tersebut.
Sementara Tokoh Turki besiap-siap melawan mereka, dalam perlawanan ini Musho berhasil ditembak oleh Turki, mereka pun melacak sampai ruang intelegen Israel dan dari sinilah diketahui betapa anehnya Israel mendirikan pos-pos keamanan di tempat Palestrina bahkan tenologi tercanggihnya pun mereka letakkan di bumi Palestina yang kemudian dihancurkan agar tokoh dan rombonganya tidak terdeteksi meskipun ternyata masih ada satu komputer yang belum hancur dan hal inilah yang akhirnya membuat keluarga Abdullah dianaiyaya bakan dirobohkan rumahnya oleh Musho.
Perlawanan pun berhenti, tokoh Turki beserta romongan pun menuju ruang bawah tanah untuk merancang strategi. Pengarah film ini juga menyelipkan unsur-unsur kerohanian di sini berupa zikir dan salawat yang menjadi nadi dan tunjang kekuatan rakyat Palestina dalam menentang kekejaman rejim Zionis. Juga nuansa Sufi yang langsung mendapat informasi dari Allah SWT.
Polat dkk melakukan aksi balasan. Polat dkk pun mampu menyusup ke pusat data Israel dan menghancurkan gedung tersebut. Namun ada satu komputer yang tidak ikut tertembak. Sehingga masih menyimpan rekaman peristiwa yang terekam oleh kamera pengintai di markas Israel. Dari sinilah, data Abdullah didapat.
Pasca Moshe dirawat dan pulih. Moshe pun tetap mengerahkan pasukkannya untuk memburu Polat dkk. Mereka mendatangi rumah Abdullah. Semua anggota keluarga Abdullah pun ditawan. Simone yang tinggal sementara di rumah tersebut pun ikut menjadi tawanan. Di sinilah anak lelaki Abdullah (Ahmed) yang lumpuh syahid. Karena tentara Israel menjatuhkan Ahmed dari kursi rodanya, sehingga Ahmed tidak mampu melarikan diri saat rumahnya di robohkan oleh tank Israel. Ibu Abdullah pun ikut tertembak. Abdullah sedih dan menangis mendengar berita ini.
Kemudian ada satu adegan, yaitu Simone dan Moshe berdebat tentang Yahudi. Simone meyakini bahwa Yahudi sejati itu tidak diajarkan membunuh warga Palestina. Namun, Simone justru langsung dibawa ke Avi, atasannya Moshe (Avi ini semacam penasihat spiritual). Simone dan Avi pun berdebat tentang Yahudi juga. Disinilah sempat bermain dengan dialog-dialog yang menjawab segala dakwaan tidak berasas Zionis Israel tentang The Promise Land. Akhirnya, Simone pun akan di eksekusi alias di tembak mati. Namun, diselamatkan oleh Memati Baq.
Setelah itu, tugas pun dibagi. Memati Baq menuju penjara tawanan warga Palestina (disini pula tempat Simone ditawan). Abdulhey Coban men-setting bom waktu di helipad markas Israel. Sementara Polat Alemdar menuju tempat persembunyian Avi.
Avi mengetahui bahwa tempatnya sudah tidak aman. Saat hendak melarikan diri, dua pengawal Avi mampu dilumpuhkan oleh Polat Alemdar. Avi pun menyerah. Mereka berdua kembali ke ruangan Avi. Di sinpun sempat terjadi Avi meminta bernegosiasi. Di sini Avi pimpian utama Moshe terlihat takut mati dan bahkan egois ingin menyelamatkan diri dengan segala cara. Avi pun kemudian diminta segera menghubungi Moshe oleh Polat, agar Moshe tahu, bahwa Polat akan mengalahkannya sedikit lagi.
Kemudian mereka berempat menuju helipad di sana mereka akan bertemu Moshe. ternyata Moshe pun menculik tokoh spiritual Palestina. Akhirnya tukar tawanan. Di sinipun terjadi dialog antara Polat dan Moshe. Intinya Moshe mengungkit tentang Tanah yang Dijanjikan tapi dengan yakin dan tenang polat menjawab: “Aku tak tahu, bagian mana dari Tanah ini yang dijanjikan untukmu. Tapi aku akan menjanjikan untukmu, 6 meter di bawah tanah!”
Akhirnya pertukaran tawanan pun terjadi. Lalu, Polat dkk, Simone dan tokoh Spiritual tadi pun pergi meninggalkan markas. Helikopter Polat dkk sudah tidak menjejak tanah beberapa jarak. Saat Moshe memerintahkan anak buahnya untuk membawa masuk Avi ke markas, semua helikopter yang masih terparkir pun meladak bergantian karena Abdulhey Coban melaksanakan tugasnya dengan baik. Lalu Avi pun, mati. Meskipun Moshe masih hidup.
Ending dalam film ini setelah meninggalkan markas, polat dkk menuju ke gudang senjata Israel. Di sana mereka membawa senjata-senjata Israel yang canggih yang kelak dipakai warga Palestin untuk melawan pasukan Moshe. Seteru dengan para penjaga pun teratasi.
Kemudian perang pun terjadi terjadi keesokan harinya setelah Polat dkk sampai di tanah Palestina dan membagikan senjata yang didapat dari gudang Israel. Saat baku tembak, Abdullah pun menjumpai ajalnya. Syahid. Sebelumnya ia berhasil menembak ajudannya Moshe. Abdullah tertembak karena tangan ajudan Moshe refleks mengenai pelatuk senapannya.
Di tengah cerita tadi, Moshe yang matanya ketembak sebelah (kiri) diawal konflik, di akhir ceritapun Moshe kehilangan kedua matanya. Peluru yang ditembakkan Polat Alemdar tepat bersarang di mata Moshe yang satunya lagi (kanan). Moshe pun mati. 
Meskipun terdapat unsur Rambostan dalam plot / aksi tembak menembak, cerita ini agaknya berupaya membuka mata masyarakat dunia bahwa Turki (jika mau) bisa memijak kepala Zionis tanpa belas kasihan. Mungkin tunggu masa. 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -