Posted by : Cak_Son
Rabu, 18 Februari 2015
Nama: Muhammad Subhi
Mahmasoni
Kelas: BSA (A) 11310017
Unsur-Unsur
Pembentuk Puisi, Drama, dan Prosa
1.
Puisi
Unsur-unsur puisi terdiri atas dua bagian, yaitu:
a. Unsur Bentuk:
1. Kata
Kata adalah unsur utama
terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan
kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi
menjadi sebuah larik.
Kata dalam puisi dipakai dalam tiga tekanan, yaitu sebagai
lambang, utterance (yaitu bila kata mengundang makna sesuai gengan
kontekspemakaia), serta sebagai gaya.
2.
Larik atau
baris
Larik atau baris mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat
dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti
sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat
buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
3.
Bait
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun
harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah
larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak
dibatasi.
4.
Bunyi
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama.
5.
Rima (persajakan)
Rima adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau
kata-kata dalam larik dan bait.
6.
Irama (ritme)
Irama adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan
keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi
secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan
kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya
(karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata.
7.
Tipografi
Tipografi adalah cara penyair menyusun dan menampilkan
bentuk-bentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Gunanya untuk menampilkan
suasana, nuansa makna, dan artistik visual.
b. Unsur
Makna:
1.
Tema/makna (sense)
Yaitu
sesuatu yang digambarkan atau diciptakan sang penyair.
Ada yang
menambahkan yaitu pokok pikiran yang dikemukakan penyair (Subject matter),
serta ada keseluruhan makna yang ada dalam puisi (total of meaning).
2. Rasa
(feeling)
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang
terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar
belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan,
agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia,
pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan
tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja,
tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3 Nada (tone)
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya.
4.
Amanat/tujuan/maksud (itention)
sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan
puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
2.
Drama
Pada dasarnya drama drama
merupakan karya sastra berbentuk prosa.
Hal ini didukung dua hal yaitu (1) drama juga berupa karya
fiksi, (2) drama sebelum dipentaskan berwujud naskah, yang tidak lain adalah
prosa. Karena itu maka istilah-istilah dalam drama dan prosa berkaitan dalam
unsur serta batasan-batasan yang menyangkut tema, plot, alur, dan karakteristik
lain yang berlaku dalam prosa akan berlaku pula dalam drama.
Yang membedakan dalam unsur itu adalah dalam aspek gerak
dan actionnya. Gerak dalam drama merupakan unsur yang sangat penting di
samping unsur tulisannya yaitu naskah.
Selain itu, unsur-unsur drama ialah sebagai berikut:
a. Tema
b. Alur (plot)
c. Latar (setting)
d. Penokohan atau perwatakan
(karakterisasi)
e. Percakapan, dialog atau
gerak
f. Panggung atau teater
g. Tata busana (costume)
Drama juga memiliki karakteristik tersendiri yang tidak
dimiliki atau ada dalam istilah-istilah yang ada dalam prosa, yaitu:
1. Babak
Babak adalah bagian dari drama yang merangkum semua
peristiwa yang terjadi disuatu tempat pada urutan waktu tertentu.
2. Adegan
Adegan adalah bagian dari babak yang batasnya ditentukan
oleh perubahan peristiwa berhubung datangnya atau perginya seseorang atau lebih
tokoh cerita ke atas pentas.
3. Prolog
Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarangnya pada
bagian awal. Prolog merupakan pengantar naskah yang berisi satu atau beberapa
keterangan tentang cerita yang akan disajikan untuk membantu pembaca atau
penonton dalam memahami, menghayati, dan menikmati cerita.
4. Petunjuk pengarang
Petunjuk pengarang adalah bagian naskah yang memberikan
penjelasan keada pembaca atau pelaku pementasan mengenai keadaan, suasana,
peristiwa dan sifat atau perbuatan tokoh cerita. Contoh:
Ibu: ini suami saya (Orang asing menghampiri ayah dengan
agak gugup).
5.
Epilog
Jika prolog ditempatkan pengarang di awal naskah maka
epilog berada di belakang naskah. Epilog biasanya berisi kesimpulan pengarang
mengenai cerita tetapi juga bias dimasuki nasehat atau pesan pengarang.
6.
Struktur
naratif
Adalah bagian-bagian suatu kesatuan drama yang tidak bisa
dipisahkan yang bersama-sama membangun kesatuan drama. Adapun struktur naratif
terdiri dari (i) eksposisi yaitu pembukaan dari suatu karya drama, (ii)
komplikasi yaitu masa penggawatan, (iii) klimaks yaitu tahap yang mulai nyata
adanya pihak-pihak yang melakukan pertentangan atau perlawanan, (iv) resolusi
yaitu masa telah ditemukannya jalan pemecahan konflik yang terjadi, (v)
konklusi yaitu bagian yang menceritakan titik akhir cerita drama.
3. Prosa
Karya
sastra dalam bentuk prosa (seperi roman, novel, dan cerpen) unsur-unsur
intrinsiknya ada tujuh, yaitu:
1. Tema
Tema
adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra
disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita,
sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam
cerita.
Tema merupakan
jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan
seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau
ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula
berbagai unsur intrinsik yang lain.
Tema ada
yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan
secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).
Dalam
menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat
pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.
Dalam
sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema
sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian
peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang
mengiringi tema sentral.
2)
Amanat
Amanat
adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui
karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu
dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau
peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula
disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran,
peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan
utama cerita.
3) Tokoh
dan Penokohan
Tokoh
adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa
atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud
manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Tokoh dapat
dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral
adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh
sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
- Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun
tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.
Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
- Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
- Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan
adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode
penyajian watak tokoh, yaitu:
- Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
- Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun
menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh,
yaitu:
- Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
- Melalui ucapan-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
- Melalui penggambaran fisik tokoh.
- Melalui pikiran-pikirannya.
- Melalui penerangan langsung.
4) Alur
(Plot)
Alur
adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun
berdasarkan tiga hal, yaitu:
- Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
- Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
- Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun
struktur alur adalah sebagai berikut:
- Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan 3) gawatan (rising action).
- Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6) klimaks.
- Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).
Dalam
membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur
menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
- Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
- Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak / dikenali oleh pembaca.
- Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi
atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis.
Adapun
hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah
peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau
menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
5. Latar
(setting)
Latar
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,
ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a. Latar
tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi.
b. Latar
waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar
sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara
berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6. Sudut
pandang (point of view)
Sudut
pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan
menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut
pandang yang bisa dipakai:
a. Sudut
pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam
pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’,
narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’
tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan
peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan
dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi,
pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat
dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut
pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
- ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
- ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
b. Sudut
pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam
cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah
seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita,
khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi
dipergunakan kata ganti.
Sudut
pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat
kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya:
- ‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
- ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja).
7. Gaya
bahasa
Gaya
bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan
karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi
(pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang
membentuk gaya bahasa.
Gaya
bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya
seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang
lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan
erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada
di sekitamya.
Gaya
bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris,
simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan
suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan
lain-lain.
Ket:
semua keterangan diatas diambil dari buku Teori dan Praktek Menulis Puisi
dan Prosa karya M.Mudlofar, M.Pd.
Refrensi:
1. Mudlofar.
2007. Pengantar Teori dan Praktek Menulis Puisi dan Prosa. Surabaya: Al
Rahmah.
Related Posts :
- Back to Home »
- Literature »
- Unsur-Unsur Pembentuk Puisi, Drama, dan Prosa