Teori Konflik Sosial (Studi Film “Valley of The Wolves: Palestine” dengan Teori Konlik Sosial Lewis Alfred Coser
Posted by : Cak_Son
Rabu, 28 September 2016
Teori Konflik Sosial (Studi Film “Valley of The Wolves: Palestine” dengan Teori Konlik Sosial Lewis Alfred Coser
DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………………………………………………...
|
I
|
||||||
BAB
I
|
PENDAHULUAN…………………………………………...……..
|
1
|
|||||
|
1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………...
|
1
|
|||||
|
1.2. Identifikasi dan Batasan Masalah ……...……………………….
|
3
|
|||||
|
1.3. Rumusan Masalah ...…………………………………………….
|
3
|
|||||
|
1.4. Tujuan Analisis …………...…………………………………….
|
3
|
|||||
|
|
|
|||||
BAB
II
|
KAJIAN TEORI ...………………………………………...…….....
|
4
|
|||||
|
2.1
|
Teori Konflik Sosial Lewis Alfred
Coser …...……………......
|
4
|
||||
|
|
|
|||||
BAB
III
|
PEMBAHASAN ANALISIS ……….……………………………...
|
12
|
|||||
|
3.1
|
Deskriptif Konflik Sosial
Palestina dengan Israel Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred
Coser …..….......................
|
12
|
||||
|
3.2
|
Fenomena Sosial Masyarakat
Palestina …………………..…..
|
18
|
||||
BAB IV
|
PENUTUP..........................................................................................
|
20
|
|||||
|
5.1
|
Kesimpulan.................................................................................
|
20
|
||||
|
5.2
|
Saran...........................................................................................
|
21
|
||||
|
|
||||||
Daftar Pustaka …………………………………………………..…….……...
|
22
|
||||||
Lampiran .……………………………………………………………….……...
|
23
|
||||||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sudah sejak
awal kedatangan Islam, Yahudi memang sebenarnya sudah angkat senjata untuk kaum
Muhammad SAW. Sudah sangat banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan keadaan ini,
salah satunya Q.S Al-Isra’ ayat 4.
وقضينا إلي بني إسرائيل في الكتاب لتفسدنّ في
الأرض مرتين ولتعلنّ علواً كبيرا.
Artinya:
“Dan telah kami tetapkan kepada bani Israil dalam kitab itu; ‘sesungguhnya
kalian akan membuat kerusakan di bumi dua kali dan akan menyombongkan diri
dengan kesombongan yang nyata’”.
Kondisi
negara-negara Timur Tengah yang selalu dilanda konflik pasca Perang Dunia I sampain
saat ini baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, termasuk
diantaranya adalah konflik antara Palestina dengan Israel.
Konflik
tersebut dimulai sejak adanya klaim teologis kaum Yahudi berkaitan dengan The
Promise Land atas tanah Palestina dari warisan Perjanjian Lama dari Kitab
Injil, ditambah lagi bantuan perjanjian
Inggris yang dikenal dengan Deklarasi Balfour pada 1917M dan sikap diamnya PBB
atas pembagian wilayah Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi pada
tahun 1947. (George Lenczowski, 1992) Akhirnya pada tanggal 14 Mei
1948, setelah terjadi eksodus besar-besaran Yahudi diseluruh dunia. Sebanyak 37
orang berkumpul untuk mendeklarasikan berdirinya sebuah Negara di Timur Tengah.
Ke 37 orang ini semuanya berasal dari eropa, hanya satu yang penduduk asli, dan
satunya lagi dari Yaman.
Dari sinilah
Palestina menjadi perhatian internasional terlebih negara-negara Islam termasuk
negara Turki (George Lenczowski, 1992) yang membuatnya harus rela digagalkan
oleh pasukan Israel dalam mengirim bantuan untuk warga Palestina. Dari situlah
menginspirasi sutradara Zubeyr Sasmaz untuk menjadikan kejadian tersebut
kedalam sebuah film: “Valley of The Wolves: Palestine” yang judul asli film ini
sebenarnya; “Kurtlar Vadisi Filistin”.
Oleh sebab itu,
maka penulis ingin menganalisis film ini dengan teori yang berkaitan dengan
konflik sosial. Dalam hal ini penulis memilih memakai pendekatan teori
konfliknya Lewis A. Coser. Teorinya tersebut menekankan bahwa konflik dapat merupakan proses yang bersifat
instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial.
Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih
kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas
kelompok dan melindunginya agar
tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. (Wulansari,
2009)
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat
dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok
lain. Misalnya seperti Perang yang terjadi bertahun- tahun di Timur Tengah
telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel. (Coser, 1956) (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html)
Adapun alasan
teorinya Coser yang dijadikan pendekatan dalam analisis film tersebut,
pertama; karena Lewis Alfred Coser yang lahir di Berlin, tahun 1913
memusatkan perhatiannya pada satu tema yaitu kebijakan sosial dan politik. Oleh
karena itu menurut penulis sangat tepat untuk menganalisis film “Valley of The
Wolves: Palestine” yang judul asli film ini sebenarnya; “Kurtlar Vadisi
Filistin” sebuah film yang menggambarkan Propaganda Palestina dan Israel.
Alasan kedua; karena
kematangan pendidikan dan karirnya yang tidak diragukan lagi. Coser Pasca
Perang Dunia II, tamatan Universitas Columbia (1968) ini mengajar di
Universitas Chicago dan Universitas Brandeis tempat dimana dia dinobatkan gelar
guru besar. Tahun1975 Lewis Coser terpilih menjadi Presiden American
Sociological Association (ASA). Coser juga aktif sebagai columnis di berbagai
jurnal. Tulisan Coser yang terkenal adalah Greedy Institutions alias
Institusi Tamak.
Alasan ketiga; selain karena menurut George Ritzer dalam melakukan kombinasi, baik teori
fungsionalime maupun teori konflik seperti yang dilakukan Coser akan lebih kuat
ketimbang berdiri sendiri, juga karena penulis memandang teori ini lebih tepat
dan mudah untuk mengupas dan menganalisis film tersebut.
Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan politik di
Indonesia mengingat ada hubungan Islamic historis dan budaya antara Palestina
dan Indonesia. Maka penelitian ini mengambil judul “dari Agama ke Politik:
Analisis Konflik Sosial Lewis Alfred Coser atas Konflik
Sosial di Palestina”.
1.2 Identifikasi
dan Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada Konflik Sosial yang terjadi dalam film “Valley of The
Wolves: Palestine”. Film itu
sendiri yang dijadikan objek dalam penelitian ini dengan mengunakan pendekatan
analisis teori Konflik Lewis A Coser dan akan dikaji untuk mengungkapkan fenomena masyarakat konflik
sosial antara Palestina dengan Israel.
1.3 Rumusan Masalah
Dari pembacaan literer dan latar
belakang masalah diatas maka agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, dirumuskan masalah pokoknya yang berkisar pada: Bagaimana Deskriptif Konflik Sosial dalam Film “Valley of The
Wolves: Palestine” dengan Teori
Konlik Sosial Lewis Alfred Coser? Bagaimana Fenomena Sosial Masyarakat Palestina?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini dapat dibagi dalam 2 tujuan besar yaitu Tujuan Teoritis dan Praktis. Adapun tujuan teoritis dari penelitian ini adalah mengaplikasikan teori Konflik Sosial Lewis A Coser,
serta dapat
mengetahui Bagaimana Deskriptif Konflik Sosial dalam Film “Valley of The
Wolves: Palestine” dengan Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred
Coser dan Bagaimana Fenomena
Sosial Masyarakat Palestina.
Adapun tujuan praktis dari
peneitian ini adalah mengenalkan kepada pembaca tentang teori Konflik Sosial Lewis Alfred
Coser atas konflik yang terjadi antara Israel dan
Palestina serta memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai konflik sosial
yang terjadi di timur tengah terutama yang terjadi di Palestina dari akar
sejarahnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser
2.1.1 Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap
terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama Coser menunjukkan bahwa model
tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang
berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), Coser mengungkapkan komitmennya
pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisa konflik
sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok
sosial. Coser
memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial
positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser
mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak
mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk
menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena
sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia). Memang Simmel tidak pernah
menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan
pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan
bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat
ditempatkan. (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html) Penjelasan
tentang teori knflik Simmel sebagai berikut:
1) Simmel memandang pertikaian sebagai gejala
yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang
mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat
dibedakan dalam analisa. 2)
Menurut Simmel konflik tunduk pada
perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut
dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah
kerangka masyarakat.
2.1.2 Gagasan-Gagasan Lewis Alred Coser
Semasa hidupnya Coser, telah banyak menyumbang
gagasan gagasan tentang Konflik Sosial, antara lain yaitu:
1. Fungsi positif konflik sosial;
2. Katup penyelamat (savety valve);
3. Konflik realistis dan non
realistis;
4. Permusuhan dalam
hubungan-hubungan social yang intim;
5. Isu Fungsional konflik;
6. Kondisi kondisi yang mempengaruhi
konflik kelompok dalam (in group) dengan kelompok luar (out group);
A.
Fungsi Positif Konflik Menurut Lewis Coser
Konflik merupakan cara atau alat untuk mempertahankan
,mempersatukan dan bahkan mempertegas system social yang ada. Contoh yang
paling jelas untuk memahami fungsi positif
konflik adalah hal-hal yang menyangkut dinamika hubungan antara “in-group (kelompok dalam) dengan “out-group” (kelompok
luar) dengan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat
Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan
interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok
tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan
masyarakat. (Wulansari,
2009)
Cosar memang mengakui bahwa komplik itu dapat
membahayakan persatuan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan cara agar bahaya
tersebut dapat dikurangi atau bahkan dapat diredam. Baginya, Katup penyelamat (
savety valve ) dapat diartikan sebagai “jalan keluar yang meredakan permusuhan”,
atau singkatnya dapat kita sebut dengan mediator. Dengan adanya katup penyelamat
(mediator) tersebut, kelompok kelompok yang bertikai dapat mengungkapkan
penyebab dari munculnya konflik tersebut. (Wulansari, 2009)
Menurut Coser, ketup pengaman ini disamping dapat
berbentuk institusi social dapat juga berbentuk tindakan – tindakan atau
kebiasaan – kebiasaan yang dapat mengurangi ketegangan, karena konflik tidak
dapat disalurkan.
Menurut
Coser, bahwa konflik itu bersifat fungsional (baik) dan bersifat disfungsional
(buruk), bagi hubungan – hubungan dan struktur yang tidak terangkum dalam
system social sebagai suatu keseluruhan. Perhatian Coser cendrung melihat dari
sisi fungsi bukan dari sisi disfungsinya. Karena Cosar mendefinisikan konflik
social sebagai suatu perjuangan
terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan
dan sumber – sumber pertentangan di netralisasikan atau di langsungkan, atau
dieliminasi saingan – saingannya.
Coser
dengan konflik fungsionalnya menyatakan, bahwa konflik dapat merubah bentuk
intraksi, sedangkan ungkapan perasaan permusuhan tidaklah demikian. Cosar
merumuskan fungsionalisme ketika membincangkan tentang konflik disfungsional
bagi struktur social ketika terdapat toleransi atau tidak terdapat konflik.
Intensitas konflik itu lantas mengancam adanya suatu perpecahan yang akan menyerang
basis consensus system social berhubungan dengan kekuatan suatu struktur. Apa
yang mengancam kondisi pecah belah bukanlah konflik melainkan kekacauan konflik
itu sendiri, yang mendorong adanya permusuhan yang terakumulasi dan tertuju
pada suatu garis pokok perpecahan yang dapat meledakkan konflik. (Wulansari, 2009)
B. Konflik Realistis dan Non Realistis
Dalam
membahas berbagai situasi konflik, Coser membedakan konflik menjadi dua macam yaitu:
a.
Konflik
Realistis
Konflik
realistis yaitu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan runtutan
khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan
para partisipan, yang di tujukan pada obyek yang
dianggap mengecewakan. Konflik realistis memiliki beberapa ciri antara lain:
Konflik
muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan dari perkiraan
keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objek frustasi. Di samping itu,
konflik merupakan keinginan untuk mandapatkan sesuatu (expectations of gains).
Konflik
merupakan alat-alat untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-langkah
untuk mencapai hasil ini jelas disetujui oleh kebudayaan mereka. Dengan kata
lain, konflik realistis sebenarnya mengejar: power, status yang langka,
resources (sumber daya), dan nilai-nilai. Konflik akan berhenti jika aktor
dapat menemukan pengganti yang sejajar dan memuaskan untuk mendapatkan hasil
akhir.
Pada
konflik realistis terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Pilihan-pilihan amat bergantung pada penilaian partisipan atas
solusi yang selalu tersedia. Contoh dari konflik ini yaitu para karyawan yang
mengadakan pemogokan kerja melawan manajemen perusahaan sebagai aksi menuntut
kenaikan gaji.
b.
Konflik Non
Realistis
Konflik
non realistis yaitu konflik yang bukan berasal dari tujuan tujuan saingan yang
antagonistis, melainkan dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak
dari salah pihak. Contoh dari konflik ini yaitu: dalam masyarakat buta huruf,
pembalasan dendam lewat ilmu gaib sering merupakan bentuk konflik non
realisitis, sebagaimana halnya dengan pengkambinghitaman yang sering terjadi
dalam masyarakat yang telah maju. Dalam hubungan antar kelompok,
pengkambinghitaman digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seseorang tidak
melepaskan prasangka mereka melawan kelompok yang benar benar merupakan lawan,
melainkan menggunakan kelompok pengganti sebagai obyek prasangka.
C. Permusuhan
Dalam Hubungan-Hubungan Sosial Yang Intim
Menurut
Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik reaistis tanpa
sikap permusuhan atau agresif. Sebagai contoh adalah: Dua pengacara yang selama
masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi
pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling
berhadapan di meja hijau. Masing-masing secara agresif dan teliti melindungi
kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan
perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu. Contoh-contoh
dimana konflik tidak diikuti oleh rasa permusuhan biasanya terdapat pada
hubungan-hubungan yang bersifat parsial atau segmented, daripada hubungan yang
melibatkan keseluruhan pribadi pada peserta. (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html)
Akan
tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka
pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk
dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin
besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga
kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang
pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa
permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi
dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan
membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan
tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga
menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut. Contoh: Seperti
konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
D. Isu Fungsionalitas Konflik
Seperti
yang kita ketahui, konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat
kelompok dapat secara negatif fungsional
sejauh ia bergerak melawan struktur. Coser mengutip hasil pengamatan simmel
yang menunjukkan bahwa konflik mungkin positif dapat meredakan ketegangan yang
terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan. Di
samping itu, coser menyatakan bahwa yang penting dalam menentukan apakah suatu
konflik fungsional atau tidak ialah tipe isu yang merupakan subyek konflik itu.
Selanjutnya, coser juga mengatakan bahwa masyarakat yang terbuka dan
berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik yang akan
membahayakan consensus dasar kelompok itu dari serangan terhadap nilai intinya
dengan membiarkan konflik tersebut berkembang di sekitar masalah-masalah yang
tidak mendasar. Konflik antara dua kelompok dan antara berbagai kelompok
antagonistis yang demikian itu saling menetralisir dan sesungguhnya berfungsi
untuk mempersatukan sistem sosial. Di dalam mempertentangkan nilai-nilai yang
berada di daerah pinggiran, kelompok-kelompok yang bermusuhan tidak pernah
sampai pada situasi yang akan menyebabkan permusuhan. Masyarakat atau kelompok
yang memperbolehkan konflik sebenarnya adalah masyarakat atau kelompok yang
memiliki kemungkinan yang rendah dari ancaman yang akan menghancurkan struktur
sosial. (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html)
E.
Kondisi-Kondisi
Yang Mempengaruhi Konflik Dengan Kelompok Luar dan Struktur Kelompok
Coser
menjelaskan bahwa konflik dengan kelompok luar akan membantu pemantapan
batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan kelompok luar juga dapat
mempertinggi integrasi di dalam kelompok. (Coser, 1956) berpendapat bahwa
“tingkat konsensus kelompok sebelum konflik terjadi” merupakan hubungan timbal
balik paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi kohesi
kelompok. Coser menegaskan bahwa kohesi sosial dalam kelompok mirip sekte itu
tergantung pada penerimaan secara total seluruh aspek-aspek kehidupan kelompok.
Untuk kelangsungan hidupnya kelompok “mirip-sekte” dengan ikatan tangguh itu
bisa tergantung pada musuh-musuh luar. Konflik dengan kelompok-kelompok lain
bisa saja mempunyai dasar yang realistis, tetapi konflik ini sering
(sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai hubungan emosional yang
intim) berdasar atas isu yang non-realistis.
F. Inti Pemikiran
Konflik merupakan proses yang bersifat instrumental
dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat
menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik
dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali solidaritas, identitas kelompok serta
melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya, dimana
orang-orang yang terlibat dalam konflik akan lebih merasa satu satu perjuangan
dan satu tujuan. (Wulansari, 2009)
Seluruh fungsi positif konflik
tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami
konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktek-
praktek ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang
berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang
yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat
identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan
permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang
bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu
mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari
kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
Contoh:
Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut
membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa
menghancurkan sistem tersebut.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap
tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan
kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang
dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan
mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
2.
Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari
tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan
ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf
pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain-
lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai
pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Menurut Coser terdapat suatu
kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan
atau agresi. Contohnya: Dua pengacara yang selama masih menjadi
mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara
dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di
meja hijau.
Masing-
masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi
setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke
restoran untuk membicarakan masa lalu.
Akan tetapi apabila konflik
berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik
realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser
mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying
yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan
ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan
sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif
bebas diungkapkan.
Hal ini tidak selalu bisa terjadi
dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan
membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan
tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan
ledakan yang membahayakan hubungan tersebut. Contoh: Seperti konflik antara
suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
Coser Mengutip hasil pengamatan
Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Dia
menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan
dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik
dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat.
Dalam struktur besar atau kecil
konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat.
Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan
negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat
memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa
ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu
hubungan.
BAB III
PEMBAHASAN ANALISIS
3.1 Deskriptif Konflik Sosial
Palestina dengan Israel Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser
Disini akan diuraikan deskriptif konflik sosial dalam film; “Valley of The
Wolves : Palestine” dengan pendekatan teori konflik sosial Lewis Alfred Coser. Disni
dipaparkan dengan beberapa sub pembahasan sesuai teori untuk memudahkan dalam
memahami part-part dalam film tersebut.
Konflik yang
secara tersurat dipaparkan dalam dialog tokoh Antagonis Moshe dan Avi sudah
cukup jelas bahwa dalam konflik ini dimulai oleh wacana palsu yang dibuat
Iarael untuk mendirikan negara dengan dalil agamanya Yahudi “Tanah yang
dijanjikan”. Hal tersebut diperkuat dengan pembukaan flm ini yang menampilkan
pemukiman warga yang syarat akan simbol-simbol agama seperti greja, masjid dll.
Dari situlah maka bisa dikatakan konflik tersebut berangkat dari agama ke
panggung politik.
3.1.1 Fungsi Konflik
Dalam kehidupan sosial manusia, dimana saja tidak lepas dari
namanya konflik. Konflik merupakam rangkaian fenomena pertentangan dan
pertikaian antara peribadi maupun kelompok. Menurut Teori Konflik Lewis A
Cosser. Konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat sering kali dianggap
sebagai suatu yang negative, namun di anggap tidak betul oleh cosser.
Menurutnya konflik tidak hanya bersifat negatif (disfungsional) tetapi
konflik juga mempunyai segi positif (fungsional ). Dengan kata lain, Kekuatan
solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in group ) akan bertambah
tinggi apabila tingkat permusushan atau konflik dengan kelompok luar bertambag
besar.
Dalam film tersebut, Konflik pertama dimulai saat seorang guide
asal Amerika ingin masuk sebuah jalan yang sudah dijaga ketat oleh tetara
Israel yang kebetulan Polat Alemdar dari Turki pembela Palestina juga ingin melewati jalan tesebut,
kemudian setelah keduanya mencoba baik-baik dan memenuhi prosedur agar bisa
masuk namun tetap saja tidak diberbolehkan, akhirnya terjdi bentrok bakan baku
tembak antara Pimpinan Palestina dengan tentara Israel. Dari sinilah jelas Kekuatan solidaritas internal dan integrasi
kelompok dalam (in group) terbaca. Polat pun terlihat menunjukan identitasnya
dengan tegas mengatakan; “Saya tidak datang ke Israel, Saya datang untuk
Palestina”. saat ditanya oleh tentara Israel “Polat Alemdar, mengapa
kamu datang ke Israel?” Ditambah lagi Prolog Flm ini digambarkan dengan;
serangan penembakan Yahudi dengan intrupsi kebanggaan negaranya yaitu Israel
kepada keamanan dan kapal MV Mavi Marmara yang merupakan bagian
dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” untuk membawa bantuan kepada warga Palestina yang
menyebabkan kemarahan dunia,
diawal juga sudah langsung diperlihakan Muso seorang pengontrol kebijakan
pasukan Israel yang menyambungkan langsung dari pimpinan tertinggi serta
bagaimana tokoh dan gambaran manajemen pengontrolan terhadap Palestina dengan
perkataannya “Pergi dan tunjukkan seluruh dunia apa yang lsrael bisa
lakukan!”. Tujuan penembakan ini tidak lain agar bantuan
yang sudah dikumpulkan tidak bisa sampai untuk rakyat Palestina.
Dari teori
Coser ini semakin jelas bahwa integritas semakin tinggi dari kelompok yang
terlibat dalam konflik dapat membantu memeperkuat batas antara kelompok itu dan
kelompok-kelompok lainnya dalam lingkungan itu, khususnya kelompok yang
bermusuhan atau secara potensi dapat menimbulkan permusuhan. Berkurangnya
toleransi akan perpecahan ,dan semakin tingginya tekanan pada konsesus dan
konformintas. Para penyimpang dalam kelompok itu tidak lagi
ditoleransikan, mereka tidak dapat dibujuk masuk kejalan yang benar, mereka
mungkin diusir atau dimasukkan dalam pengawasan yang ketat.
3.1.2 Jenis Konflik
Coser dengan teori konfliknya membagi dengan dua jenis konflik
yaitu Konflik Realitas dan Koflik Non Realitas. Konflik Realitas dalam
film ini dimulai dengan Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara,
merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” yang menyebabkan
kemarahan dunia. Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan Free
Gaza Movement dan the Turkish Foundation for Human Rights and
Freedoms and Humanitarian Relief (IHH) dari awal sudah menyatakan
bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah
diblokade begitu lama dari dunia luar oleh zionis Israel, sehingga tidak bisa
mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar. Jangankan berhasil mengantarkan misi
kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di jalur Gaza
ini malah dipaksa kembali ke Turki. Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8
orang berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan- bulanan
senjata pasukan Israel.
Dari sinilah maka sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin
oleh Polat Alemdar (Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke
wilayah Israel, untuk memburu seseorang yang amat bertanggung jawab atas
tragedi penyerangan tersebut, Mose Ben Eliyezer Erdal Besikçioglu.
Mereka adalah Polat Alemdar, Memati Baq dan Abdulhey Coban. Dalam misi ini, mereka bekerja sama dengan
Abdullah seorang warga teritori Palestina.
Akan tetapi
dalam misi ini mereka terpaksa melibatkan seorang pemandu wisata Amerika
keturunan Yahudi Simone yang akhirnya juga menjadi buron tentara Israel setelah
insiden tembak menembak di pos pemeriksaan Israel. Disini terlihat percakapan
yang sangat jelas yang menggambarkan pereseturan komando Turki dengan tentara
Israel yang menjadikan konflik menjadi tampak jelas, yaitu saat ditanya atas
dasar apa ia datang ke Israel, Polat Alemdar dengan lantang dan tegas menjawab,
“saya datang bukan ke Israel, tapi datang ke Palestina”. Kemudian Polat Alemdar
menjelaskan maksud kedatangannya “Saya datang untuk membunuh Moshe Ben'e
Layzir.”
Konflik pun
mulai memanas. Tentara Israel dengan pimpinannya datang dan mengubah canda
menjadi nestapa. Polisi penjaga otorita Palestina pun seakan tak berdaya saat
Tentara Israel ingin menggeledah pemukiman warga. Hingga akhirnya Israel
berhasil memasuki kawasan Palestina saat Moshe datang dan menembakan ke
pimpinan polisi Israel. Moshe juga ditampilkan sebagai tentara terlatih yang
tidak mudah dibunuh, ia sempat lolos dalam baku tembak dengan Polat dkk meski
kehilangan organ indranya. Mata moshe tertembak saat kelompoknya berusaha
menggeledah rumah Abdullah. Karena Polat dkk berada di rumah tersebut.
Polat dkk
melakukan aksi balasan. Polat dkk pun mampu menyusup ke pusat data Israel dan
menghancurkan gedung tersebut. Namun ada satu komputer yang tidak ikut
tertembak. Sehingga masih menyimpan rekaman peristiwa yg terekam oleh kamera
pengintai di markas Israel. Dari sinilah, data Abdullah didapat. Dendam Moshe
pun tidak terkontrol lagi, Moshe dan pasukannya menghancurkan rumah Abdullah
yang didalamnya masih ada Ahmed anak laki-laki Abdullah dan menawan seluruh
penghuninya termasuk Avi.
Konflik pun
terjadi kembali saat Polat dkk menghancurkan markas Moshe beserta menyandra Avi
atasan Moshe. Polat meminta Moshe untuk datang dan akhirnya pertukaran sandra
pun terjadi karena Moshe membawa Mursyid Palestina juga. Lagi-lagi disini Moshe
mengungkit tanah yang dijanjikan; “Kamu akan merusak Tanah yang telah
dijanjikan” dengan enteng Polat menjawab; “Aku tidak tahu di mana bagian
dari tanah ini yg dijamin untuk kamu, tapi aku bisa menjanjikan bagian enam
meter di bawah.” Tidak cukup sampai disitu, Moshe pun juga mengungkit
sejarah Turki dan bahkan menggambarkan bahwa betapa pendendamnya sifat mereka,
Moshe mengatakan; “Aku ada cerita pendek untukmu. Pada suatu waktu yang
lalu, salah satu dari Rusia Tsars meluncurkan perang melawan Turki. Dan beberapa
tentara yang mereka ambil adalah orang Yahudi. Ketika sedang membungkus barang
anaknya, ibu Yahudi memberi nasihat pada anaknya. Nak, bila kamu bangun di
waktu pagi, bunuhlah 1 orang Turki, kemudian beristirahat. Jika kamu terlalu
letih Kamu akan sakit. Dan bunuhlah turki yg lain kemudian ganti baju, karena
jika kamu berkeringat, kamu akan dingin. Dan bunuh turki yg lain kemudian makan
malam dan bunuh turki yg lain kemudian pergilah tidur. Anak itu tidak dapat
menahan diri lalu berkata, Aku akan bunuh semua orang Turki…..” Polat pun
membalas dengan singkat namun mengena; “Tapi kami ada 1 nasihat yang ibumu
lupa beritahu ... kami adalah orang yang risau tentang budak yang takut terkena
kesejukkan itu ... Kami katakan, dia hanya budak, jadi kami sabar, kami
katakan, dia akan dewasa, bila tahu dia membuat kesalahan. Kami tunggu sampai
dia menjadi seorang pria tapi jika kami melihat itu tidak terjadi...
kami tidak akan tunggu lagi, kami akan mengorbankan semua dari pada melihat
orang yg tidak bersalah menderita.”
Polat selangkah
lebih maju karena dia sudah memasang bom di setiap pesawat dan kemudian
berhasil pergi dengan selamat beserta rombongannya, bahkan sempat merampas
senjata di markas persenjataan Israel yang kelak digunakan warga Palestina
untuk melawan kebengisan Moshe dan pasukannya.
Konflik
mencapai puncaknya saat Moshe memburu Polat dkk yang akhirnya terjadi
pertumpahan darah antara warga Palestina dengan tentara Israel yang dipimpin
Moshe. Mata Moshe menjadi tertembak dua-duanya saat ingin menyandra Simon dan
akhirnya Moshe mati, sedangkan Abdullah harus meniggal saat harus membalas
tembakannya Umut bawahannya Moshe. Disini konflik tampaknya ingin diselesaikan
oleh Simon warga Yahudi Amerika dengan jalan diplomatis mengingat dia
satu-satunya yang selamat (selain dari tiga tokoh dari Turki) dan juga memiliki
keluarga pengacara di Amerika Serikat.
Adapun konflik Non Realitas yang sesuai dengan teorinya
Coser ini terlihat dimenit ke 00.13.05. disini digambarkan dengan sangat jelas “tempat
diskusi Israel untuk menguasai Palestina bahkan dikatakan disitu juga mereka
ingin menguaisai mulai sungai Eufrat sampai sungai Nil. Mereka mencari solusi
akan jumlah penduduk warga Yahudi yang jumlahnya seakan minoritas melihat warga
Palestina yang dengan tiba-tiba atas izin Allah jumlahnya semakin meledak
pesat, hal ini pula yang menyebabkan tentara Israel selalu menculik anak-anak
khususnya anak laki-laki Palestina. Mereka juga mendiskusikan peluru canggih
yang bahkan dilarang PBB untuk menghancurkan palestina, (“sejak kapan kita
mematuhi auran PBB?” demikian ucap Muso pengusul peluru cangih tersebut) bahkan
warga tak berdosa asal bukan warga Yahudi mereka tidak segan-segan
menjaidkannya sebagai kelinci percobaan peluru tersebut.”
Konflik non
realitas pun terlihat juga dikediaman Abdullah warga asli Palestina yang
mebantu Polat dkk, disini (tepatnya pada menit 00.19.05) saat ditanya kenapa
tidak keluar mencari penghasilan sendiri oleh Memati Baq, Abdullah pun menjawab
“…. Jika saya pergi keluar, lalu yang lain keluar, kemudian yang lain keluar,
maka siapa yang akan tinggal dinegrinya sendiri?..” kemudian Abdullah dan
keluarganya pun terus bercerita tentang kekejaman Israel yang mana semua itu di
dengar oleh Avi seorang guide dari Amerika yang diselamatkan oleh Polat yang
kebetulan Avi adalah asli keturunan Yahudi. Disini Avi terlihat menyembunykan
perasaannya saat mendengar cerita tersebut dan langsung menuju ke kamar untuk
mengambil barang dan pergi meninggalkan rumah.
Konflik
non realitas juga terlihat di menit 00.54.20, yaitu saat seorang (semacam)
Mursyid Palestina bersama jamaahnya untuk melihat apa yang sudah dilakukan
Israel terhadap warga Palestina terlebih kepada keluarga Abdullah.
3.1.3 Permusuhan Dalam Hubungan-Hubungan Sosial Yang
Intim
Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat
dalam konflik reaistis tanpa sikap permusuhan atau agresif. Dalam film ini yang
menggambarkan feomena ini adalah saat Avi mendengarkan cerita dari keluarga
Abdullah lalu kemudian Avi memutuskan untuk meninggalkan rumah tersebut lalu
ditanya oleh salah satu keluarganya dengan pertanyaan “Anda
seorang Yahudi?” namun Avi diam saja
tidak menjawab dan langsung pergi meski akhirnya ia kembali karena tembakan
Israel dimalam hari.
Permusuhan
dalam hubungan intim pun terlihat antara Avi dan penjaga penjara, disini
penjaga penjara ngotot ingin memperlihatkan buku catatan nenek moyang dan
mejelaskan asal usul keluarga Avi serta sejarah atas tanah yang dijanjikan yang
mana hal itu dibantah oleh Avi, “tanah yang dijanjikan untuk kita, kamu
berbohong. Pada awalnya kamu benar mereka tidak mengakui negara Israel ….” Avi
pun terpaksa dipenjarakan meski nantinya dibebaskan oleh Polat dkk.
3.1.4 Isu Fungsionalitas Konflik
Konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia
memperkuat kelompok dapat secara negatif
fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur. Konflik antara dua kelompok dan
antara berbagai kelompok antagonistis yang demikian itu saling menetralisir dan
sesungguhnya berfungsi untuk mempersatukan sistem sosial.
Dalam hal ini kaitannya dengan film, digambarkan
bahwa kolompok Israel semakin memperkuat pertahanan pasca penyerangan terhadap
kapal (pengangkut bantuan untuk Paletina) terhadap warga pendatang khususnya
warga Turki dengan tujuan antisipasi teror balik terhadap Israel. Hal itu dapat
terlihat ketika tentara Israel mengerutkan dahinya saat menanyakan negara apa
yang mengeluarkan paspornya Polat dan dengan mata kepala sendiri dia melihat
paspor Polat tersebut dari Turki.
Adapun pihak Palestina dalam memperkuat kelompok
hanya sebatas gambaran hidup warganya yang nampak dalam penjara terbuka karena
pengawasan Israel, meski demikian kesatuan dan semangat jihat mereka nampak
sekali saat harus berahadapan dengan tentara Israel meski hanya bermodal
senjata batu.
Sedangkan komando Turki Polat dan dua kawannya Memati Baq dan
Abdulhey Coban, ditambah dengan Abdullah yang membantu kerja mereka juga nampak
terlihat saling memngukuhkan dan merancang strategi penyerangan terhadap Israel
yang mana hal itu menjadi tidak sia-sia karena dalam ending film tersebut pun
dimenangkan oleh tiga komando dari Turki sedangkan Abdullah harus syahid dalam
film ini.
3.1.5 Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konflik
Setelah melihat beberapa fenomena konflik yang sudah
dipaparkan diatas, maka jelas sudah bahwa kondisi yang mempengaruhi konflik
diantara yang paling utama adalah rakusnya Israel untuk memperluas wilayahnya
tanpa memperdulikan Palestina bahkan aturan PBB. Dari sinilah memicu rangsangan
terhadap beberapa tokoh bahkan warga dunia untuk melawannya. Hal itu tentunya
wajar jika ditambah dengan melihat kondisi sosial masyarakat Palestina yang
seperti dalam penjara terbuka, jeritan anak dimana-mana, coretan dinding wujud
ungkapan penderitaan tercecer, serta psikis bahkan jiwa raga warga Palestina
yang selalu terganggu oleh bengisnya Zionis.
3.2 Fenomena[1] Sosial Masyarakat
Palestina
Fenomena sosial
masyarakat Palestina sebenarnya cukup terwakilkan dalam percakapan Polat dengan
keluarga Abdullah.
“+ Mereka ada hari libur, itu sebabnya mereka tidak datang
merobohkan apa-apa. + Tapi ini tidak lama, Aku tetap akan membangunnya…. Dia
membangunnya 6 kali dan 6 kali juga mereka meroboh. - Mengapa kau terus
membangunnya? + Mereka terus merobohkannya lagi. - tapi dia tetap keras
kepala. + Jika dia tidak membangunnya, apa lagi yang dia lakukan?...... - Kamu belajar
teknik, membuat kerja sendiri dan dapat hasilkan uang yang banyak. Kenapa kamu
tidak balik ke Lebanon? + Jika aku pergi, orang lain pergi dan orang berikutnya
pergi, maka siapa yang akan tinggal? Ini adalah bangsa kami………. - kamu tidak
izin bina bangunan? + Mereka tidak memberi izin ... Tapi mereka menerima
suap. - ketika kamu sedang membangun rumah mereka tidak melakukan apa-apa. +
Mereka tunggu sampai semua siap kemudian mereka meruntuhkannya. - Jika kamu tahu
mereka akan meroboh rumah, kenapa kamu berusaha membangunnya lagi? + Jika kita berhenti melawan, lsrael tidak akan
membiarkan meskipun seorang palestin di sini. - siapa ini? (sambil menunjuk
ke foto) + Suami aku. Dia di penjara sekarang. Sudah setahun dan belum ada
satu pun berita tentang lagi. - mengapa? + Karena dia orang Palestina.
Guiede (-): ... Aku akan beritahu mereka kebenaran,
bahwa kamu tidak bersalah… Terima kasih atas keramahan kamu. + Jangan keluar ke sana. Mereka akan menembak mu.+
mengapa mereka menembak aku sayang (ahmad)? Mereka menembaknya ketika pulang
dari sekolah. mereka berjaga malam dan mereka akan tembak siapa pun di jalan. -
Maafkan aku. Dasar-dasar kekerasan tidak ada kaitannya dengan kami. Seorang
Yahudi sejati tidak akan mengizinkan itu.
Mereka warga
Palestina sangat menderita karena kekejaman Zionis. Israel menembakkan peluru
ke siapapun dan memenjarakannya asal dia warga Palestina, merobohkan bangunan
warga terus menrus, menculik anak-anak. Dengan wacana palsu yang dibuat Iarael
untuk mendirikan negara dengan dalil agamanya Yahudi “Tanah yang dijanjikan”
membuat warga Palestina yang sudah hidup rukun antar umat beragama menjadi
hancur. Hal tersebut diperkuat dengan pembukaan flm ini yang menampilkan
pemukiman warga yang syarat akan simbol-simbol agama seperti greja, masjid dll.
Dari situlah maka bisa dikatakan konflik tersebut berangkat dari agama ke
panggung politik. Mereka Zionis menjadi buta rasa hanya dengan wacana palsu
tersebut, mereka juga terus menerus mengingatkankan kesemua orang atas “Tanah
yang Dijanjikan” tersebut. Tidak cukup sampai disini mereka juga mengungkit
kejadian pembantaian Yahudi di Polandia. Dari sinilah warga Palestina menjadi
ajang pelampiasan dendam yang dikawal oleh orang Yahudi yang telah tertutup
akal dan agamanya dengan politik kekuasaan wilayah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Deskriptif Konflik Sosial
Palestina dengan Israel Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser
Konflik yang
secara tersurat dipaparkan dalam dialog tokoh Antagonis Moshe dan Avi sudah
cukup jelas bahwa dalam konflik ini dimulai oleh wacana palsu yang dibuat
Iarael untuk mendirikan negara dengan dalil agamanya Yahudi “Tanah yang
dijanjikan”. Dari situah kedua kubu yang saling konflik ini tanpak semakin
jelas karakter, tujuan, idiologi dan kebangsaannya. Keduanya saling menyerang
dan mepertahankan wilayah teroterial masing-masing.
Berangkat dari
sinilah banyak terjadi konflik relaitas didalamnya meskipun ada beberapa adegan
mengenai konflik non realitas seperti halnya dalam ritual do’a dan beberapa
diplomasi yang ada dalam film tersebut. Hal yang demikian pun tidak menjadi
suatu yang aneh jika meliat kenyataan yang ada yaitu sikap diamnya PBB atas
perbuatan Zionis Israel dan keikutsertaan negara-negara non muslim seperti
Inggris dan Amerika dalam rangka membantu Israel.
Meskipun demikian
adanya, selain terdapat unsur Rambostan dalam plot / aksi tembak menembak dan nuansa
religius, cerita ini berupaya membuka mata masyarakat dunia bahwa Turki atau
bahkan negara-negara yang mayoritas pendudukanya muslim jika mau bersikap bisa
memijak kepala Zionis tanpa belas kasihan dan mungkin hanya menunggu masa saja.
4.1.2 Fenomena Sosial Masyarakat Palestina
Fenomena sosial
masyarakat Palestina cukup jelas penderitaanya tergambar dalam percakapan Polat
dengan keluarga Abdullah dirumahnya.
Warga Palestina
sangat menderita karena kekejaman Zionis. Israel menembakkan peluru ke siapapun
dan memenjarakannya asal dia warga Palestina, merobohkan bangunan, menculik
anak-anak, dan yang paling jelas bahwa mereka warga Palestina bak hidup dalam
penjara terbuka. Wacana palsu tentang “Tanah yang dijanjikan” membuat warga
Palestina yang sudah hidup rukun antar umat beragama menjadi hancur. Hal
tersebut diperkuat dengan pembukaan flm ini yang menampilkan pemukiman warga
yang syarat akan simbol-simbol agama seperti greja, masjid dll. Dari situlah
maka bisa dikatakan konflik tersebut berangkat dari agama ke panggung
politik.
4.2 Saran
Penelitian ini adalah penelitian konflik sosial dengan pendekatan
teorinya Coser. Artinya penelitian ini mengungkapkan fenomena konflik yang ada.
Dalam penelitian ini obyek utama peneliti adalah Film itu sendiri yaitu Valley of The Wolves : Palestine. Peneliti
melihat bahwa penelitian ini masih ada beberapa kekurangan, sehigga peneliti
menginginkan ada peneliti-peneliti lain yang mengembangkan penelitian tentang
konflik sosial dalam film ini yang juga dikaitkan dengan fenomena aslinya di
tanah Palestina, mengingat konflik di Palestina juga terhiutung belum usai
sampai saat ini.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
dan Terjemahannya. Penerbit DEPAG RI.
Dewi
Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama, 2009.
George Lenczowski. Tmur Tengah di Kancah
Dunia terj. Drs. Asgar Bixby. Edisi ketiga. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1992.
M. Anwar
Mas’adi dan Peny Respati Yurisa. FENOMENA KONFLIK POLITIK DI MESIR (Analisis
Fenomenologi Edmund Husserl atas Konflik Politik di Mesir). Penelitian
Kopetitif dosen. Malang: UIN Malang, 2013.
(http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html) di akses pada 31 oktober 2014.
(http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/07/05/mpgmyt-kudeta-militer-mesir-akan-menjadi-bencana-di-masa-depan) diakses November 2014.
(http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/07/04/mpdrzo-militer-mesir-tahan-mursi-di-penjara-militer) diakses November 2014.
Lampiran
Lampiran
I
Biografi Lewis Alfred Coser (1913 – 2003)
Lewis Coser, atau yang memiliki nama lengkap Lewis Alfred Coser
dilahirkan dalam sebuah keluarga borjuis Yahudi pada 27 November 1913, di
Berlin, Jerman. Coser memberontak melawan atas kehidupan kelas menengah yang
diberikan kepadanya oleh orang tuanya, Martin (seorang bankir) dan Margarete
(Fehlow) Coser. Pada masa remajanya ia sudah bergabung dengan gerakan sosialis
dan meskipun bukan murid yang luar biasa dan tidak rajin sekolah tetapi ia
tetap membaca voluminously sendiri.
Ketika
Hitler berkuasa di Jerman, Coser melarikan diri ke Paris, tempat ia bekerja
serabutan untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Ia menjadi aktif dalam
gerakan sosialis, bergabung dengan beberapa kelompok-kelompok radikal, termasuk
organisasi Trotskyis yang disebut “The Spark.” Pada tahun 1936, ia akhirnya
mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, menjadi seorang ahli statistik
untuk perusahaan broker Amerika. Dia juga terdaftar di Sorbonne sebagai
mahasiswa sastra komparatif tetapi kemudian mengubah fokus untuk sosiologi.
Pada tahun 1942 ia menikah dengan Rose Laub dan dikaruniai dua orang anak,
Ellen dan Steven.
Pada
tahun 1948, setelah periode singkat sebagai mahasiswa pascasarjana di Columbia
University, Coser menerima posisi sebagai tenaga pengajar ilmu sosial di
Universitas Chicago. Pada tahun yang sama, ia menjadi warga negara AS
naturalisasi. Pada tahun 1950, ia kembali ke Universitas Columbia sekali lagi
untuk melanjutkan studinya, menerima gelar doktor pada tahun 1954. Ia diminta
oleh Brandeis University di Waltham, Massachusetts pada tahun 1951 sebagai
seorang dosen dan kemudian sebagai profesor sosiologi. Dia tetap di Brandeis,
yang dianggap sebagai surga bagi kaum liberal, sampai 1968.
Buku
Coser tentang Fungsi Konflik Sosial adalah hasil dari disertasi doktoralnya.
Karya-karya lainnya antara lain adalah; Partai Komunis Amerika: A Critical
History (1957), Men of Ideas (1965), Continues in the Study of Sosial Conflict
(1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan beberapa buku lainnya
disamping sebagai editor maupun distributor publikasi.
Coser
meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam usia 89
tahun.
Lampiran
II
Sinopsis
Film : Valley of The Wolves
: Palestine
Kapal MV Mavi
Marmara menjadi terkenal ketika kapal yang
pengangkut bantuan kemanusiaan untuk Palestina ini diserang pasukan Israel pada
Mei 2010 silam. Tujuannya tak lain agar bantuan yang sudah dikumpulkan tidak
bisa sampai untuk rakyat Palestina.
Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara,
merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” yang menyebabkan
kemarahan dunia. Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan Free
Gaza Movement dan the Turkish Foundation for Human Rights and
Freedoms and Humanitarian Relief (IHH) dari awal sudah menyatakan
bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah
diblokade begitu lama dari dunia luar oleh zionis Israel, sehingga tidak bisa
mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar.
Jangankan berhasil mengantarkan misi
kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di Gaza ini
malah dipaksa kembali ke Turki. Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8 orang
berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan- bulanan senjata
pasukan Israel.
Berangkat dari kejadian yang sempat
menggegerkan dunia, Zubeyr Sasmaz sang sutradara, kini
mengangkatnya ke layar kaca dan dikemas dengan judul Valley of the
Wolves : Palestine. Judul asli film ini sebenarnya KURTLAR VADiSi
FILISTIN. Film yang rilis 28 Januari 2011 ini, mengisahkan
tentang sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin oleh Polat
Alemdar (Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke wilayah Israel, untuk
memburu seseorang yang amat bertanggung jawab atas tragedi penyerbuan
Flotilla, Mose Ben Eliyezer Erdal Besikçioglu.
Film dibuka dengan adegan
pembunuhan di atas kapal Marmara Mavi
yang menyebabkan beberapa aktifis kemanusiaan Turki tewas di tembak prajurit Israel, diawal juga sudah langsung diperlihakan Moshe seorang pengontrol kebijakan pasukan Israel yang menyambungkan langsung dari pimpinan tertinggi serta bagaimana tokoh dan gambaran manajemen pengontrolan Israel terhadap Palestina.
yang menyebabkan beberapa aktifis kemanusiaan Turki tewas di tembak prajurit Israel, diawal juga sudah langsung diperlihakan Moshe seorang pengontrol kebijakan pasukan Israel yang menyambungkan langsung dari pimpinan tertinggi serta bagaimana tokoh dan gambaran manajemen pengontrolan Israel terhadap Palestina.
Kisah tentang 3 penembak jitu terlatih dari
Turki yang datang ke Palestina ini untuk mencari orang yang paling bertanggung
jawab atas kejadian di atas kapal MV Mavi Marmara, Mose Ben Eliyezer. Mereka
adalah Polat Alemdar, Memati Baq dan Abdulhey Coban.
Dalam misi ini, mereka bekerja sama dengan
Abdullah seorang warga teritori Palestina. Akan tetapi dalam misi ini mereka
terpaksa melibatkan seorang pemandu wisata Amerika keturunan Yahudi Simone yang
akhirnya juga menjadi buron tentara Israel setelah insiden tembak menembak di
pos pemeriksaan Israel.
Kemudian
kisah dilajutkan dengan beberapa turis dan guide yang sekaligus jurnalis
yang ingin melihat lebih dalam akan wilayah disekitar Palestina yang sudah
dicemari tentara Israel, disini juga sudah mulai ditampakkan Tokoh-tokoh utama
pelindung Palestina. Saat Polat Alemdar dan rekannya hendak melintas
di perbatasan, mereka dimintai paspor oleh penjaga perbatasan yaitu tentara
Israel.
Konflik
pertama nampak dimulai saat seorang guide asal Amerika ingin masuk sebuah jalan
yang sudah dijaga ketat oleh tetara Israel yang kebetulan Pemimpin Palestina
juga ingin melewati jalan tesebut, kemudian setelah keduanya mencoba baik-baik
dan memenuhi prosedur agar bisa masuk namun tetap saja tidak diberbolehkan. Dahi sang
tentara sedikit berkerut saat mengetahui, bahwa paspor mereka dikeluarkan oleh
Pemerintah Turki.
Saat ditanya atas dasar apa ia datang ke
Israel, Polat Alemdar dengan lantang dan tegas menjawab, bahwa ia bukan datang
ke Israel, tapi ke Palestina. Lalu, Polat Alemdar menjelaskan bahwa ia datang
untuk membunuh Mose Ben Eliyezer. Disini sudah terjadi perdebatan sengit.
Bahwa Polat Alemdar dkk, dilarang masuk melalui pintu perbatasan ini. Selang
beberapa dialog, baku hantam pun terjadi. Disinilah Simone secara tidak sengaja
terlibat dalam aksi ini. Karena ia panik dan tak tahu harus berlindung kemana,
ia mengikuti kemana langkah Polat Alemdar pergi. Akhirnya terjadi bentrok bakan baku tembak antara Pembela
Palestina dengan tentara Israel. Dalam baku tembak juga terdetek bahwa
kebengisan Israel yang suka mengambil anak laki-laki.
Warga Palestina dalam film ini digambarkan
bagai hidup dalam penjara terbuka dikungkung oleh tentara Israel. Batas suka,
duka, hidup dan mati digambarkan saat Simone yang mulai akrab saat tinggal
dengan keluarga Abdullah.
Setelah
itu digambarkan tempat diskusi Israel untuk menguasai Palestina bahkan
dikatakan disitu juga mereka ingin menguaisai mulai sungai Eufrat sampai sungai
Nil. Mereka mencari solusi akan jumlah penduduk warga Yahudi yang jumlahnya
seakan minoritas melihat warga Palestina yang dengan tiba-tiba atas izin Allah
jumlahnya semakin meledak pesat, hal ini pula yang menyebabkan tentara Israel
selalu menculik anak-anak khususnya anak laki-laki Palestina. Mereka juga
mendiskusikan peluru canggih yang bahkan dilarang PBB untuk menghancurkan
palestina, bahkan warga tak berdosa asal bukan warga Yahudi mereka tidak
segan-segan menjaidkannya sebagai kelinci percobaan peluru tersebut.
Sesaat kemudian tiba-tiba tentara Israel datang
dan mengubah canda menjadi nestapa. Polisi penjaga otorita Palestina pun seakan
tak berdaya saat Tentara Israel ingin menggeledah pemukiman warga.
Utusan
Moshe pun datang mencari guide tesebut beserta tamu dari Turki yang dianggap
teroris. Mereka Israel menembaki siapapun dan mekasa memasuki kawasan
Palestina, namun karena dijaga polisi Palstina dan tidak diperbolehkan Israel
pun segera menelfon Moshe dan karenanya mereka israel berhasil memasuki kawasan
Palestina tentunya setelah menemakan kepolisi-polisi israel. Disini pula
tergambar betapa ketakutanya warga Palestina, anak-anak bahkan pemuda-pemuda
ditawan dan menembak siapapun yang terlihat asal bukan warga Yahudi.
Penggambaran Moshe dan pasukannya yang sangat
kejam bahkan tanpa ampun membunuh warga sipil termasuk anak, orang cacat dan
manula serta wanita. Moshe juga ditampilkan sebagai tentara terlatih yang tidak
mudah dibunuh, ia sempat lolos meski kehilangan organ indranya. Mata Moshe
tertembak saat kelompoknya berusaha menggeledah rumah Abdullah. Karena Polat
dkk berada di rumah tersebut.
Sementara
Tokoh Turki besiap-siap melawan mereka, dalam perlawanan ini Musho berhasil
ditembak oleh Turki, mereka pun melacak sampai ruang intelegen Israel dan dari
sinilah diketahui betapa anehnya Israel mendirikan pos-pos keamanan ditempat
Palestrina bahkan tenologi tercanggihnya pun mereka letakkan di bumi Palestina
yang kemudian dihancurkan agar Tokoh dan rombonganya tidak terdeteksi meskipun
ternyata masih ada satu komputer yang belum hancur dan hal inilah yang akhirnya
membuat keluarga Abdullah dianaiyaya bakan dirobohkan rumahnya oleh Musho.
Perlawanan
pun berhenti, tokoh turki beserta romongan pun menuju ruang bawah tanah untuk
merancang strategi. Pengarah filem
ini juga menyelitkan unsur-unsur kerohanian disini berupa zikir dan salawat
yang menjadi nadi dan tunjang kekuatan rakyat Palestina dalam menentang
kekejaman rejim Zionis.
Polat dkk melakukan aksi balasan. Polat dkk pun
mampu menyusup ke pusat data Israel dan menghancurkan gedung tersebut. Namun
ada satu komputer yang tidak ikut tertembak. Sehingga masih menyimpan rekaman
peristiwa yg terekam oleh kamera pengintai di markas Israel. Dari sinilah, data
Abdullah didapat.
Pasca Moshe dirawat dan pulih. Moshe pun tetap
mengerahkan pasukkannya untuk memburu Polat dkk. Mereka mendatangi rumah
Abdullah. Semua anggota keluarga Abdullah pun ditawan. Simone yg tinggal
sementara di rumah tersebut pun ikut menjadi tawanan. Disinilah anak lelaki
Abdullah (Ahmed) yang lumpuh syahid. Karena tentara Israel menjatuhkan Ahmed
dari kursi rodanya, sehingga Ahmed tidak mampu melarikan diri saat rumahnya di
robohkan oleh tank Israel. Ibu Abdullah pun ikut tertembak. Abdullah sedih dan
menangis mendengar berita ini.
Kemudian ada satu adegan, yaitu Simone dan
Moshe berdebat tentang Yahudi. Simone meyakini bahwa Yahudi sejati itu tidak
diajarkan membunuh warga Palestina. Namun, Simone justru langsung dibawa ke
Avi, atasannya Moshe (Avi ini semacam penasihat spiritual). Simone dan Avi pun
berdebat tentang Yahudi juga. Disinilah sempat bermain dengan dialog-dialog
yang menjawab segala dakwaan tidak berasas Zionis Israel tentang The Promise
Land. Akhirnya,
Simone pun akan di eksekusi alias di tembak mati. Namun, diselamatkan oleh
Memati Baq.
Setelah itu, tugas pun dibagi. Memati Baq
menuju penjara tawanan warga Palestina (disini pula tempat Simone ditawan).
Abdulhey Coban men-setting bom waktu di helipad markas Israel. Sementara
Polat Alemdar menuju tempat persembunyian Avi.
Avi mengetahui bahwa tempatnya sudah tidak
aman. Saat hendak melarikan diri, dua pengawal Avi mampu dilumpuhkan oleh Polat
Alemdar. Avi pun menyerah. Mereka berdua kembali ke ruangan Avi. Disinpun
sempat terjadi Avi meminta bernegosiasi. Disini Avi pimpian utama Moshe
terlihat takut mati dan bahkan egois ingin menyelamatkan diri dengan segala
caa. Avi pun kemudian diminta segera menghubungi Moshe oleh Polat, agar Moshe
tahu, bahwa Polat akan mengalahkannya sedikit lagi.
Kemudian mereka berempat menuju helipad disana
mereka akan bertemu Moshe. ternyata Moshe pun menculik tokoh spiritual
Palestina. Akhirnya tukar tawanan. Disinipun terjadi dialog antara Polat dan
Moshe. Intinya Moshe mengungkit tentang Tanah yang Dijanjikan tapi
dengan yakin dan tenang polat menjawab: “Aku tak tahu, bagian mana dari
Tanah ini yang dijanjikan untukmu. Tapi aku akan menjanjikan untukmu, 6 meter
dibawah tanah!”
Akhirnya pertukaran tawanan pun terjadi. Lalu,
Polat dkk, Simone dan tokoh Spiritual tadi pun pergi meninggalkan markas.
Helikopter Polat dkk sudah tidak menjejak tanah beberapa jarak. Saat Moshe
memerintahkan anak buahnya untuk membawa masuk Avi ke markas, semua helikopter
yang masih terparkir pun meladak bergantian karena Abdulhey Coban melaksanakan
tugasnya dengan baik. Lalu Avi pun, mati. Meskipun Moshe masih hidup.
Ending dalam film ini setelah meninggalkan
markas, polat dkk menuju ke gudang senjata Israel. Disana mereka membawa
senjata-senjata Israel yg canggih yang kelak dipakai warga Palestin untuk
melawan pasukan Moshe. Seteru dengan para penjaga pun teratasi.
Kemudian perang pun terjadi terjadi keesokan
harinya setelah Polat dkk sampai ditanah Palestina dan membagikan senjata yang
didapat dari gudang Israel. Saat baku tembak, Abdullah pun menjumpai ajalnya.
Syahid. Sebelumnya ia berhasil menembak ajudannya Moshe. Abdullah tertembak
karena tangan ajudan Moshe refleks mengenai pelatuk senapannya.
Di tengah cerita tadi, Moshe yang matanya
ketembak sebelah (kiri) diawal konflik, di akhir ceritapun Moshe kehilangan
kedua matanya. Peluru yang ditembakkan Polat Alemdar tepat bersarang di mata
Moshe yang satunya lagi (kanan). Moshe pun mati.
Meskipun terdapat unsur Rambostan dalam plot /
aksi tembak menembak, cerita ini berupaya membuka mata masyarakat dunia bahwa
Turki (jika mau) bisa memijak kepala Zionis tanpa belas kasihan. Mungkin tunggu
masa.
[1] e·no·me·na /fénoména/ n 1
hal-hal yg dapat disaksikan dng pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai
secara ilmiah (spt fenomena alam); gejala: 2 sesuatu yg luar biasa; keajaiban:
3 fakta; kenyataan. Lhat KBBI.
Related Posts :
- Back to Home »
- Sosiolinguistik »
- Teori Konflik Sosial (Studi Film “Valley of The Wolves: Palestine” dengan Teori Konlik Sosial Lewis Alfred Coser