Posted by : Cak_Son Rabu, 28 September 2016

Teori Konflik Sosial (Studi Film “Valley of The Wolves: Palestine” dengan Teori Konlik Sosial Lewis Alfred Coser

DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………………………………………………...
I


BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………...……..
        1


1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………...
1


1.2. Identifikasi dan Batasan Masalah ……...……………………….
3


1.3. Rumusan Masalah ...…………………………………………….
3


1.4. Tujuan Analisis …………...…………………………………….
3





BAB II
KAJIAN TEORI ...………………………………………...…….....
4


2.1
Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser …...……………......
4





BAB III
PEMBAHASAN ANALISIS ……….……………………………...
12


3.1
Deskriptif Konflik Sosial Palestina dengan Israel Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser …..….......................

12


3.2
Fenomena Sosial Masyarakat Palestina …………………..…..
18

BAB IV

PENUTUP..........................................................................................

20

5.1
Kesimpulan.................................................................................
20

5.2
Saran...........................................................................................
21



Daftar Pustaka   …………………………………………………..…….……...
22

Lampiran .……………………………………………………………….……...
23












BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Sudah sejak awal kedatangan Islam, Yahudi memang sebenarnya sudah angkat senjata untuk kaum Muhammad SAW. Sudah sangat banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan keadaan ini, salah satunya Q.S Al-Isra’ ayat 4.
وقضينا إلي بني إسرائيل في الكتاب لتفسدنّ في الأرض مرتين ولتعلنّ علواً كبيرا.
Artinya: “Dan telah kami tetapkan kepada bani Israil dalam kitab itu; ‘sesungguhnya kalian akan membuat kerusakan di bumi dua kali dan akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang nyata’”.
Kondisi negara-negara Timur Tengah yang selalu dilanda konflik pasca Perang Dunia I sampain saat ini baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, termasuk diantaranya adalah konflik antara Palestina dengan Israel.
Konflik tersebut dimulai sejak adanya klaim teologis kaum Yahudi berkaitan dengan The Promise Land atas tanah Palestina dari warisan Perjanjian Lama dari Kitab Injil,  ditambah lagi bantuan perjanjian Inggris yang dikenal dengan Deklarasi Balfour pada 1917M dan sikap diamnya PBB atas pembagian wilayah Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi pada tahun 1947. (George Lenczowski, 1992) Akhirnya pada tanggal 14 Mei 1948, setelah terjadi eksodus besar-besaran Yahudi diseluruh dunia. Sebanyak 37 orang berkumpul untuk mendeklarasikan berdirinya sebuah Negara di Timur Tengah. Ke 37 orang ini semuanya berasal dari eropa, hanya satu yang penduduk asli, dan satunya lagi dari Yaman.
Dari sinilah Palestina menjadi perhatian internasional terlebih negara-negara Islam termasuk negara Turki (George Lenczowski, 1992) yang membuatnya harus rela digagalkan oleh pasukan Israel dalam mengirim bantuan untuk warga Palestina. Dari situlah menginspirasi sutradara Zubeyr Sasmaz untuk menjadikan kejadian tersebut kedalam sebuah film: “Valley of The Wolves: Palestine” yang judul asli film ini sebenarnya; “Kurtlar Vadisi Filistin”.
Oleh sebab itu, maka penulis ingin menganalisis film ini dengan teori yang berkaitan dengan konflik sosial. Dalam hal ini penulis memilih memakai pendekatan teori konfliknya Lewis A. Coser. Teorinya tersebut menekankan bahwa konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. (Wulansari, 2009)
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya seperti Perang yang terjadi bertahun- tahun di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel. (Coser, 1956) (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html)
Adapun alasan teorinya Coser yang dijadikan pendekatan dalam analisis film tersebut, pertama; karena Lewis Alfred Coser yang lahir di Berlin, tahun 1913 memusatkan perhatiannya pada satu tema yaitu kebijakan sosial dan politik. Oleh karena itu menurut penulis sangat tepat untuk menganalisis film “Valley of The Wolves: Palestine” yang judul asli film ini sebenarnya; “Kurtlar Vadisi Filistin” sebuah film yang menggambarkan Propaganda Palestina dan Israel.
Alasan kedua; karena kematangan pendidikan dan karirnya yang tidak diragukan lagi. Coser Pasca Perang Dunia II, tamatan Universitas Columbia (1968) ini mengajar di Universitas Chicago dan Universitas Brandeis tempat dimana dia dinobatkan gelar guru besar. Tahun1975 Lewis Coser terpilih menjadi Presiden American Sociological Association (ASA). Coser juga aktif sebagai columnis di berbagai jurnal. Tulisan Coser yang terkenal adalah Greedy Institutions alias Institusi Tamak.
Alasan ketiga; selain karena menurut George Ritzer dalam melakukan kombinasi, baik teori fungsionalime maupun teori konflik seperti yang dilakukan Coser akan lebih kuat ketimbang berdiri sendiri, juga karena penulis memandang teori ini lebih tepat dan mudah untuk mengupas dan menganalisis film tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan politik di Indonesia mengingat ada hubungan Islamic historis dan budaya antara Palestina dan Indonesia. Maka penelitian ini mengambil judul “dari Agama ke Politik: Analisis Konflik Sosial Lewis Alfred Coser atas Konflik Sosial di Palestina”.
1.2  Identifikasi dan Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada Konflik Sosial yang terjadi dalam film “Valley of The Wolves: Palestine”. Film itu sendiri yang dijadikan objek dalam penelitian ini dengan mengunakan pendekatan analisis teori Konflik Lewis A Coser dan akan dikaji untuk mengungkapkan fenomena masyarakat konflik sosial antara Palestina dengan Israel.
1.3  Rumusan Masalah
Dari pembacaan literer dan latar belakang masalah diatas maka agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, dirumuskan masalah pokoknya yang berkisar pada: Bagaimana Deskriptif Konflik Sosial dalam Film “Valley of The Wolves: Palestine” dengan Teori Konlik Sosial Lewis Alfred Coser? Bagaimana Fenomena Sosial Masyarakat Palestina?  
1.4 Tujuan Penelitian    
Adapun tujuan penelitian ini dapat dibagi dalam 2 tujuan besar yaitu Tujuan Teoritis dan Praktis. Adapun tujuan teoritis dari penelitian ini adalah mengaplikasikan teori Konflik Sosial Lewis A Coser, serta dapat mengetahui Bagaimana Deskriptif Konflik Sosial dalam Film “Valley of The Wolves: Palestine” dengan Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser dan Bagaimana Fenomena Sosial Masyarakat Palestina.
Adapun tujuan praktis dari peneitian ini adalah mengenalkan kepada pembaca tentang teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser atas konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina serta memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai konflik sosial yang terjadi di timur tengah terutama yang terjadi di Palestina dari akar sejarahnya.



BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser
2.1.1 Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama Coser menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), Coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.
            Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisa konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
            Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia). Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html) Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai berikut: 1) Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisa. 2) Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.
2.1.2 Gagasan-Gagasan Lewis Alred Coser
Semasa hidupnya Coser, telah banyak menyumbang gagasan gagasan tentang Konflik Sosial, antara lain yaitu:
1.      Fungsi positif konflik sosial;
2.      Katup penyelamat (savety valve);
3.      Konflik realistis dan non realistis;
4.      Permusuhan dalam hubungan-hubungan social yang intim;
5.      Isu Fungsional konflik;
6.      Kondisi kondisi yang mempengaruhi konflik kelompok dalam (in group) dengan kelompok luar (out group);

A.    Fungsi Positif Konflik Menurut Lewis Coser
Konflik merupakan cara atau alat untuk mempertahankan ,mempersatukan dan bahkan mempertegas system social yang ada. Contoh yang paling jelas untuk memahami fungsi positif  konflik adalah hal-hal yang menyangkut dinamika hubungan antara “in-group (kelompok dalam) dengan “out-group” (kelompok luar) dengan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. (Wulansari, 2009)
Cosar memang mengakui bahwa komplik itu dapat membahayakan persatuan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan cara agar bahaya tersebut dapat dikurangi atau bahkan dapat diredam. Baginya, Katup penyelamat ( savety valve ) dapat diartikan sebagai “jalan keluar yang meredakan permusuhan”, atau singkatnya dapat kita sebut dengan mediator. Dengan adanya katup penyelamat (mediator) tersebut, kelompok kelompok yang bertikai dapat mengungkapkan penyebab dari munculnya konflik tersebut. (Wulansari, 2009)
Menurut Coser, ketup pengaman ini disamping dapat berbentuk institusi social dapat juga berbentuk tindakan – tindakan atau kebiasaan – kebiasaan yang dapat mengurangi ketegangan, karena konflik tidak dapat disalurkan.
Menurut Coser, bahwa konflik itu bersifat fungsional (baik) dan bersifat disfungsional (buruk), bagi hubungan – hubungan dan struktur yang tidak terangkum dalam system social sebagai suatu keseluruhan. Perhatian Coser cendrung melihat dari sisi fungsi bukan dari sisi disfungsinya. Karena Cosar mendefinisikan konflik social sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber – sumber pertentangan di netralisasikan atau di langsungkan, atau dieliminasi saingan – saingannya.
Coser dengan konflik fungsionalnya menyatakan, bahwa konflik dapat merubah bentuk intraksi, sedangkan ungkapan perasaan permusuhan tidaklah demikian. Cosar merumuskan fungsionalisme ketika membincangkan tentang konflik disfungsional bagi struktur social ketika terdapat toleransi atau tidak terdapat konflik. Intensitas konflik itu lantas mengancam adanya suatu perpecahan yang akan menyerang basis consensus system social berhubungan dengan kekuatan suatu struktur. Apa yang mengancam kondisi pecah belah bukanlah konflik melainkan kekacauan konflik itu sendiri, yang mendorong adanya permusuhan yang terakumulasi dan tertuju pada suatu garis pokok perpecahan yang dapat meledakkan konflik. (Wulansari, 2009)

B.  Konflik Realistis dan Non Realistis
Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser membedakan konflik menjadi dua macam yaitu:
a.              Konflik Realistis
Konflik realistis yaitu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan runtutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, yang di tujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Konflik realistis memiliki beberapa ciri antara lain:
Konflik muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan dari perkiraan keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objek frustasi. Di samping itu, konflik merupakan keinginan untuk mandapatkan sesuatu (expectations of gains).
Konflik merupakan alat-alat untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-langkah untuk mencapai hasil ini jelas disetujui oleh kebudayaan mereka. Dengan kata lain, konflik realistis sebenarnya mengejar: power, status yang langka, resources (sumber daya), dan nilai-nilai. Konflik akan berhenti jika aktor dapat menemukan pengganti yang sejajar dan memuaskan untuk mendapatkan hasil akhir.
Pada konflik realistis terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pilihan-pilihan amat bergantung pada penilaian partisipan atas solusi yang selalu tersedia. Contoh dari konflik ini yaitu para karyawan yang mengadakan pemogokan kerja melawan manajemen perusahaan sebagai aksi menuntut kenaikan gaji.
b.             Konflik Non Realistis
Konflik non realistis yaitu konflik yang bukan berasal dari tujuan tujuan saingan yang antagonistis, melainkan dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah pihak. Contoh dari konflik ini yaitu: dalam masyarakat buta huruf, pembalasan dendam lewat ilmu gaib sering merupakan bentuk konflik non realisitis, sebagaimana halnya dengan pengkambinghitaman yang sering terjadi dalam masyarakat yang telah maju. Dalam hubungan antar kelompok, pengkambinghitaman digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seseorang tidak melepaskan prasangka mereka melawan kelompok yang benar benar merupakan lawan, melainkan menggunakan kelompok pengganti sebagai obyek prasangka.

C.    Permusuhan Dalam Hubungan-Hubungan Sosial Yang Intim
Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik reaistis tanpa sikap permusuhan atau agresif. Sebagai contoh adalah: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing-masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu. Contoh-contoh dimana konflik tidak diikuti oleh rasa permusuhan biasanya terdapat pada hubungan-hubungan yang bersifat parsial atau segmented, daripada hubungan yang melibatkan keseluruhan pribadi pada peserta. (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html)
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut. Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
D.    Isu Fungsionalitas Konflik
Seperti yang kita ketahui, konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dapat secara  negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur. Coser mengutip hasil pengamatan simmel yang menunjukkan bahwa konflik mungkin positif dapat meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan. Di samping itu, coser menyatakan bahwa yang penting dalam menentukan apakah suatu konflik fungsional atau tidak ialah tipe isu yang merupakan subyek konflik itu. Selanjutnya, coser juga mengatakan bahwa masyarakat yang terbuka dan berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik yang akan membahayakan consensus dasar kelompok itu dari serangan terhadap nilai intinya dengan membiarkan konflik tersebut berkembang di sekitar masalah-masalah yang tidak mendasar. Konflik antara dua kelompok dan antara berbagai kelompok antagonistis yang demikian itu saling menetralisir dan sesungguhnya berfungsi untuk mempersatukan sistem sosial. Di dalam mempertentangkan nilai-nilai yang berada di daerah pinggiran, kelompok-kelompok yang bermusuhan tidak pernah sampai pada situasi yang akan menyebabkan permusuhan. Masyarakat atau kelompok yang memperbolehkan konflik sebenarnya adalah masyarakat atau kelompok yang memiliki kemungkinan yang rendah dari ancaman yang akan menghancurkan struktur sosial. (http://supriyantowibowo.blogspot.com/2012/01/teori-konflik-menurut-lewis-coser.html)
E.  Kondisi-Kondisi Yang Mempengaruhi Konflik Dengan Kelompok Luar dan Struktur Kelompok
Coser menjelaskan bahwa konflik dengan kelompok luar akan membantu pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan kelompok luar juga dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. (Coser, 1956) berpendapat bahwa “tingkat konsensus kelompok sebelum konflik terjadi” merupakan hubungan timbal balik paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi kohesi kelompok. Coser menegaskan bahwa kohesi sosial dalam kelompok mirip sekte itu tergantung pada penerimaan secara total seluruh aspek-aspek kehidupan kelompok. Untuk kelangsungan hidupnya kelompok “mirip-sekte” dengan ikatan tangguh itu bisa tergantung pada musuh-musuh luar. Konflik dengan kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai dasar yang realistis, tetapi konflik ini sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai hubungan emosional yang intim) berdasar atas isu yang non-realistis.

F.     Inti Pemikiran
            Konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali solidaritas, identitas kelompok serta melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya, dimana orang-orang yang terlibat dalam konflik akan lebih merasa satu satu perjuangan dan satu tujuan. (Wulansari, 2009)
            Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktek- praktek ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
            Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
Contoh: Badan Perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
2.      Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
            Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi. Contohnya: Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau.
 Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.
            Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan.
            Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut. Contoh: Seperti konflik antara suami dan istri, serta konflik sepasang kekasih.
            Coser Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat.
            Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.


BAB III
PEMBAHASAN ANALISIS

3.1 Deskriptif Konflik Sosial Palestina dengan Israel Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser
Disini akan diuraikan deskriptif konflik sosial dalam film; “Valley of The Wolves : Palestine” dengan pendekatan teori konflik sosial Lewis Alfred Coser. Disni dipaparkan dengan beberapa sub pembahasan sesuai teori untuk memudahkan dalam memahami part-part dalam film tersebut.
Konflik yang secara tersurat dipaparkan dalam dialog tokoh Antagonis Moshe dan Avi sudah cukup jelas bahwa dalam konflik ini dimulai oleh wacana palsu yang dibuat Iarael untuk mendirikan negara dengan dalil agamanya Yahudi “Tanah yang dijanjikan”. Hal tersebut diperkuat dengan pembukaan flm ini yang menampilkan pemukiman warga yang syarat akan simbol-simbol agama seperti greja, masjid dll. Dari situlah maka bisa dikatakan konflik tersebut berangkat dari agama ke panggung politik.
3.1.1 Fungsi Konflik
Dalam kehidupan sosial manusia, dimana saja tidak lepas dari namanya konflik. Konflik merupakam rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian antara peribadi maupun kelompok. Menurut Teori Konflik Lewis A Cosser. Konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat sering kali dianggap sebagai suatu yang negative, namun di anggap tidak betul oleh cosser. Menurutnya konflik tidak hanya bersifat negatif (disfungsional) tetapi konflik juga mempunyai segi positif (fungsional ). Dengan kata lain, Kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in group ) akan bertambah tinggi apabila tingkat permusushan atau konflik dengan kelompok luar bertambag besar.
Dalam film tersebut, Konflik pertama dimulai saat seorang guide asal Amerika ingin masuk sebuah jalan yang sudah dijaga ketat oleh tetara Israel yang kebetulan Polat Alemdar dari Turki pembela Palestina juga ingin melewati jalan tesebut, kemudian setelah keduanya mencoba baik-baik dan memenuhi prosedur agar bisa masuk namun tetap saja tidak diberbolehkan, akhirnya terjdi bentrok bakan baku tembak antara Pimpinan Palestina dengan tentara Israel. Dari sinilah jelas Kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in group) terbaca. Polat pun terlihat menunjukan identitasnya dengan tegas mengatakan; “Saya tidak datang ke Israel, Saya datang untuk Palestina”. saat ditanya oleh tentara Israel “Polat Alemdar, mengapa kamu datang ke Israel?” Ditambah lagi Prolog Flm ini digambarkan dengan; serangan penembakan Yahudi dengan intrupsi kebanggaan negaranya yaitu Israel kepada keamanan dan kapal MV Mavi Marmara yang merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotillauntuk membawa bantuan kepada warga Palestina yang menyebabkan kemarahan dunia, diawal juga sudah langsung diperlihakan Muso seorang pengontrol kebijakan pasukan Israel yang menyambungkan langsung dari pimpinan tertinggi serta bagaimana tokoh dan gambaran manajemen pengontrolan terhadap Palestina dengan perkataannya “Pergi dan tunjukkan seluruh dunia apa yang lsrael bisa lakukan!”. Tujuan penembakan ini tidak lain agar bantuan yang sudah dikumpulkan tidak bisa sampai untuk rakyat Palestina.
Dari teori Coser ini semakin jelas bahwa integritas semakin tinggi dari kelompok yang terlibat dalam konflik dapat membantu memeperkuat batas antara kelompok itu dan kelompok-kelompok lainnya dalam lingkungan itu, khususnya kelompok yang bermusuhan atau secara potensi dapat menimbulkan permusuhan. Berkurangnya toleransi akan perpecahan ,dan semakin tingginya tekanan pada konsesus dan konformintas. Para penyimpang dalam kelompok itu tidak lagi ditoleransikan, mereka tidak dapat dibujuk masuk kejalan yang benar, mereka mungkin diusir atau dimasukkan dalam pengawasan yang ketat.
3.1.2 Jenis Konflik
Coser dengan teori konfliknya membagi dengan dua jenis konflik yaitu Konflik Realitas dan Koflik Non Realitas. Konflik Realitas dalam film ini dimulai dengan Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara, merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” yang menyebabkan kemarahan dunia. Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan Free Gaza Movement dan the Turkish Foundation for Human Rights and Freedoms and Humanitarian Relief (IHH) dari awal sudah menyatakan bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah diblokade begitu lama dari dunia luar oleh zionis Israel, sehingga tidak bisa mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar. Jangankan berhasil mengantarkan misi kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di jalur Gaza ini malah dipaksa kembali ke Turki. Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8 orang berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan- bulanan senjata pasukan Israel.
Dari sinilah maka sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin oleh Polat Alemdar (Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke wilayah Israel, untuk memburu seseorang yang amat bertanggung jawab atas tragedi penyerangan tersebut, Mose Ben Eliyezer Erdal Besikçioglu. Mereka adalah Polat Alemdar, Memati Baq dan Abdulhey Coban. Dalam misi ini, mereka bekerja sama dengan Abdullah seorang warga teritori Palestina.
Akan tetapi dalam misi ini mereka terpaksa melibatkan seorang pemandu wisata Amerika keturunan Yahudi Simone yang akhirnya juga menjadi buron tentara Israel setelah insiden tembak menembak di pos pemeriksaan Israel. Disini terlihat percakapan yang sangat jelas yang menggambarkan pereseturan komando Turki dengan tentara Israel yang menjadikan konflik menjadi tampak jelas, yaitu saat ditanya atas dasar apa ia datang ke Israel, Polat Alemdar dengan lantang dan tegas menjawab, “saya datang bukan ke Israel, tapi datang ke Palestina”. Kemudian Polat Alemdar menjelaskan maksud kedatangannya “Saya datang untuk membunuh Moshe Ben'e Layzir.”
Konflik pun mulai memanas. Tentara Israel dengan pimpinannya datang dan mengubah canda menjadi nestapa. Polisi penjaga otorita Palestina pun seakan tak berdaya saat Tentara Israel ingin menggeledah pemukiman warga. Hingga akhirnya Israel berhasil memasuki kawasan Palestina saat Moshe datang dan menembakan ke pimpinan polisi Israel. Moshe juga ditampilkan sebagai tentara terlatih yang tidak mudah dibunuh, ia sempat lolos dalam baku tembak dengan Polat dkk meski kehilangan organ indranya. Mata moshe tertembak saat kelompoknya berusaha menggeledah rumah Abdullah. Karena Polat dkk berada di rumah tersebut.
Polat dkk melakukan aksi balasan. Polat dkk pun mampu menyusup ke pusat data Israel dan menghancurkan gedung tersebut. Namun ada satu komputer yang tidak ikut tertembak. Sehingga masih menyimpan rekaman peristiwa yg terekam oleh kamera pengintai di markas Israel. Dari sinilah, data Abdullah didapat. Dendam Moshe pun tidak terkontrol lagi, Moshe dan pasukannya menghancurkan rumah Abdullah yang didalamnya masih ada Ahmed anak laki-laki Abdullah dan menawan seluruh penghuninya termasuk Avi.
Konflik pun terjadi kembali saat Polat dkk menghancurkan markas Moshe beserta menyandra Avi atasan Moshe. Polat meminta Moshe untuk datang dan akhirnya pertukaran sandra pun terjadi karena Moshe membawa Mursyid Palestina juga. Lagi-lagi disini Moshe mengungkit tanah yang dijanjikan; “Kamu akan merusak Tanah yang telah dijanjikan” dengan enteng Polat menjawab; “Aku tidak tahu di mana bagian dari tanah ini yg dijamin untuk kamu, tapi aku bisa menjanjikan bagian enam meter di bawah.” Tidak cukup sampai disitu, Moshe pun juga mengungkit sejarah Turki dan bahkan menggambarkan bahwa betapa pendendamnya sifat mereka, Moshe mengatakan; “Aku ada cerita pendek untukmu. Pada suatu waktu yang lalu, salah satu dari Rusia Tsars meluncurkan perang melawan Turki. Dan beberapa tentara yang mereka ambil adalah orang Yahudi. Ketika sedang membungkus barang anaknya, ibu Yahudi memberi nasihat pada anaknya. Nak, bila kamu bangun di waktu pagi, bunuhlah 1 orang Turki, kemudian beristirahat. Jika kamu terlalu letih Kamu akan sakit. Dan bunuhlah turki yg lain kemudian ganti baju, karena jika kamu berkeringat, kamu akan dingin. Dan bunuh turki yg lain kemudian makan malam dan bunuh turki yg lain kemudian pergilah tidur. Anak itu tidak dapat menahan diri lalu berkata, Aku akan bunuh semua orang Turki…..” Polat pun membalas dengan singkat namun mengena; “Tapi kami ada 1 nasihat yang ibumu lupa beritahu ... kami adalah orang yang risau tentang budak yang takut terkena kesejukkan itu ... Kami katakan, dia hanya budak, jadi kami sabar, kami katakan, dia akan dewasa, bila tahu dia membuat kesalahan. Kami tunggu sampai dia menjadi seorang pria tapi jika kami melihat itu tidak terjadi... kami tidak akan tunggu lagi, kami akan mengorbankan semua dari pada melihat orang yg tidak bersalah menderita.”
Polat selangkah lebih maju karena dia sudah memasang bom di setiap pesawat dan kemudian berhasil pergi dengan selamat beserta rombongannya, bahkan sempat merampas senjata di markas persenjataan Israel yang kelak digunakan warga Palestina untuk melawan kebengisan Moshe dan pasukannya.
Konflik mencapai puncaknya saat Moshe memburu Polat dkk yang akhirnya terjadi pertumpahan darah antara warga Palestina dengan tentara Israel yang dipimpin Moshe. Mata Moshe menjadi tertembak dua-duanya saat ingin menyandra Simon dan akhirnya Moshe mati, sedangkan Abdullah harus meniggal saat harus membalas tembakannya Umut bawahannya Moshe. Disini konflik tampaknya ingin diselesaikan oleh Simon warga Yahudi Amerika dengan jalan diplomatis mengingat dia satu-satunya yang selamat (selain dari tiga tokoh dari Turki) dan juga memiliki keluarga pengacara di Amerika Serikat. 
Adapun konflik Non Realitas yang sesuai dengan teorinya Coser ini terlihat dimenit ke 00.13.05. disini digambarkan dengan sangat jelas “tempat diskusi Israel untuk menguasai Palestina bahkan dikatakan disitu juga mereka ingin menguaisai mulai sungai Eufrat sampai sungai Nil. Mereka mencari solusi akan jumlah penduduk warga Yahudi yang jumlahnya seakan minoritas melihat warga Palestina yang dengan tiba-tiba atas izin Allah jumlahnya semakin meledak pesat, hal ini pula yang menyebabkan tentara Israel selalu menculik anak-anak khususnya anak laki-laki Palestina. Mereka juga mendiskusikan peluru canggih yang bahkan dilarang PBB untuk menghancurkan palestina, (“sejak kapan kita mematuhi auran PBB?” demikian ucap Muso pengusul peluru cangih tersebut) bahkan warga tak berdosa asal bukan warga Yahudi mereka tidak segan-segan menjaidkannya sebagai kelinci percobaan peluru tersebut.”
Konflik non realitas pun terlihat juga dikediaman Abdullah warga asli Palestina yang mebantu Polat dkk, disini (tepatnya pada menit 00.19.05) saat ditanya kenapa tidak keluar mencari penghasilan sendiri oleh Memati Baq, Abdullah pun menjawab “…. Jika saya pergi keluar, lalu yang lain keluar, kemudian yang lain keluar, maka siapa yang akan tinggal dinegrinya sendiri?..” kemudian Abdullah dan keluarganya pun terus bercerita tentang kekejaman Israel yang mana semua itu di dengar oleh Avi seorang guide dari Amerika yang diselamatkan oleh Polat yang kebetulan Avi adalah asli keturunan Yahudi. Disini Avi terlihat menyembunykan perasaannya saat mendengar cerita tersebut dan langsung menuju ke kamar untuk mengambil barang dan pergi meninggalkan rumah.
Konflik non realitas juga terlihat di menit 00.54.20, yaitu saat seorang (semacam) Mursyid Palestina bersama jamaahnya untuk melihat apa yang sudah dilakukan Israel terhadap warga Palestina terlebih kepada keluarga Abdullah.
3.1.3 Permusuhan Dalam Hubungan-Hubungan Sosial Yang Intim
Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik reaistis tanpa sikap permusuhan atau agresif. Dalam film ini yang menggambarkan feomena ini adalah saat Avi mendengarkan cerita dari keluarga Abdullah lalu kemudian Avi memutuskan untuk meninggalkan rumah tersebut lalu ditanya oleh salah satu keluarganya dengan pertanyaan “Anda seorang Yahudi?” namun Avi  diam saja tidak menjawab dan langsung pergi meski akhirnya ia kembali karena tembakan Israel dimalam hari.
Permusuhan dalam hubungan intim pun terlihat antara Avi dan penjaga penjara, disini penjaga penjara ngotot ingin memperlihatkan buku catatan nenek moyang dan mejelaskan asal usul keluarga Avi serta sejarah atas tanah yang dijanjikan yang mana hal itu dibantah oleh Avi, “tanah yang dijanjikan untuk kita, kamu berbohong. Pada awalnya kamu benar mereka tidak mengakui negara Israel ….” Avi pun terpaksa dipenjarakan meski nantinya dibebaskan oleh Polat dkk.
3.1.4 Isu Fungsionalitas Konflik
Konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dapat secara  negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur. Konflik antara dua kelompok dan antara berbagai kelompok antagonistis yang demikian itu saling menetralisir dan sesungguhnya berfungsi untuk mempersatukan sistem sosial.
Dalam hal ini kaitannya dengan film, digambarkan bahwa kolompok Israel semakin memperkuat pertahanan pasca penyerangan terhadap kapal (pengangkut bantuan untuk Paletina) terhadap warga pendatang khususnya warga Turki dengan tujuan antisipasi teror balik terhadap Israel. Hal itu dapat terlihat ketika tentara Israel mengerutkan dahinya saat menanyakan negara apa yang mengeluarkan paspornya Polat dan dengan mata kepala sendiri dia melihat paspor Polat tersebut dari Turki.
Adapun pihak Palestina dalam memperkuat kelompok hanya sebatas gambaran hidup warganya yang nampak dalam penjara terbuka karena pengawasan Israel, meski demikian kesatuan dan semangat jihat mereka nampak sekali saat harus berahadapan dengan tentara Israel meski hanya bermodal senjata batu.
Sedangkan komando Turki Polat dan dua kawannya Memati Baq dan Abdulhey Coban, ditambah dengan Abdullah yang membantu kerja mereka juga nampak terlihat saling memngukuhkan dan merancang strategi penyerangan terhadap Israel yang mana hal itu menjadi tidak sia-sia karena dalam ending film tersebut pun dimenangkan oleh tiga komando dari Turki sedangkan Abdullah harus syahid dalam film ini.
3.1.5 Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konflik
Setelah melihat beberapa fenomena konflik yang sudah dipaparkan diatas, maka jelas sudah bahwa kondisi yang mempengaruhi konflik diantara yang paling utama adalah rakusnya Israel untuk memperluas wilayahnya tanpa memperdulikan Palestina bahkan aturan PBB. Dari sinilah memicu rangsangan terhadap beberapa tokoh bahkan warga dunia untuk melawannya. Hal itu tentunya wajar jika ditambah dengan melihat kondisi sosial masyarakat Palestina yang seperti dalam penjara terbuka, jeritan anak dimana-mana, coretan dinding wujud ungkapan penderitaan tercecer, serta psikis bahkan jiwa raga warga Palestina yang selalu terganggu oleh bengisnya Zionis.

3.2 Fenomena[1] Sosial Masyarakat Palestina
Fenomena sosial masyarakat Palestina sebenarnya cukup terwakilkan dalam percakapan Polat dengan keluarga Abdullah. 
+ Mereka ada hari libur, itu sebabnya mereka tidak datang merobohkan apa-apa. + Tapi ini tidak lama, Aku tetap akan membangunnya…. Dia membangunnya 6 kali dan 6 kali juga mereka meroboh. - Mengapa kau terus membangunnya? + Mereka terus merobohkannya lagi. - tapi dia tetap keras kepala. + Jika dia tidak membangunnya, apa lagi yang dia lakukan?...... - Kamu belajar teknik, membuat kerja sendiri dan dapat hasilkan uang yang banyak. Kenapa kamu tidak balik ke Lebanon? + Jika aku pergi, orang lain pergi dan orang berikutnya pergi, maka siapa yang akan tinggal? Ini adalah bangsa kami………. - kamu tidak izin bina bangunan? + Mereka tidak memberi izin ... Tapi mereka menerima suap. - ketika kamu sedang membangun rumah mereka tidak melakukan apa-apa. + Mereka tunggu sampai semua siap kemudian mereka meruntuhkannya. - Jika kamu tahu mereka akan meroboh rumah, kenapa kamu berusaha membangunnya lagi? + Jika kita berhenti melawan, lsrael tidak akan membiarkan meskipun seorang palestin di sini. - siapa ini? (sambil menunjuk ke foto) + Suami aku. Dia di penjara sekarang. Sudah setahun dan belum ada satu pun berita tentang lagi. - mengapa? + Karena dia orang Palestina.
Guiede (-): ... Aku akan beritahu mereka kebenaran, bahwa kamu tidak bersalah… Terima kasih atas keramahan kamu. + Jangan keluar ke sana. Mereka akan menembak mu.+ mengapa mereka menembak aku sayang (ahmad)? Mereka menembaknya ketika pulang dari sekolah. mereka berjaga malam dan mereka akan tembak siapa pun di jalan. - Maafkan aku. Dasar-dasar kekerasan tidak ada kaitannya dengan kami. Seorang Yahudi sejati tidak akan mengizinkan itu.
Mereka warga Palestina sangat menderita karena kekejaman Zionis. Israel menembakkan peluru ke siapapun dan memenjarakannya asal dia warga Palestina, merobohkan bangunan warga terus menrus, menculik anak-anak. Dengan wacana palsu yang dibuat Iarael untuk mendirikan negara dengan dalil agamanya Yahudi “Tanah yang dijanjikan” membuat warga Palestina yang sudah hidup rukun antar umat beragama menjadi hancur. Hal tersebut diperkuat dengan pembukaan flm ini yang menampilkan pemukiman warga yang syarat akan simbol-simbol agama seperti greja, masjid dll. Dari situlah maka bisa dikatakan konflik tersebut berangkat dari agama ke panggung politik. Mereka Zionis menjadi buta rasa hanya dengan wacana palsu tersebut, mereka juga terus menerus mengingatkankan kesemua orang atas “Tanah yang Dijanjikan” tersebut. Tidak cukup sampai disini mereka juga mengungkit kejadian pembantaian Yahudi di Polandia. Dari sinilah warga Palestina menjadi ajang pelampiasan dendam yang dikawal oleh orang Yahudi yang telah tertutup akal dan agamanya dengan politik kekuasaan wilayah.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.1.1 Deskriptif Konflik Sosial Palestina dengan Israel Pendekatan Teori Konflik Sosial Lewis Alfred Coser
Konflik yang secara tersurat dipaparkan dalam dialog tokoh Antagonis Moshe dan Avi sudah cukup jelas bahwa dalam konflik ini dimulai oleh wacana palsu yang dibuat Iarael untuk mendirikan negara dengan dalil agamanya Yahudi “Tanah yang dijanjikan”. Dari situah kedua kubu yang saling konflik ini tanpak semakin jelas karakter, tujuan, idiologi dan kebangsaannya. Keduanya saling menyerang dan mepertahankan wilayah teroterial masing-masing.
Berangkat dari sinilah banyak terjadi konflik relaitas didalamnya meskipun ada beberapa adegan mengenai konflik non realitas seperti halnya dalam ritual do’a dan beberapa diplomasi yang ada dalam film tersebut. Hal yang demikian pun tidak menjadi suatu yang aneh jika meliat kenyataan yang ada yaitu sikap diamnya PBB atas perbuatan Zionis Israel dan keikutsertaan negara-negara non muslim seperti Inggris dan Amerika dalam rangka membantu Israel.
Meskipun demikian adanya, selain terdapat unsur Rambostan dalam plot / aksi tembak menembak dan nuansa religius, cerita ini berupaya membuka mata masyarakat dunia bahwa Turki atau bahkan negara-negara yang mayoritas pendudukanya muslim jika mau bersikap bisa memijak kepala Zionis tanpa belas kasihan dan mungkin hanya menunggu masa saja.

4.1.2 Fenomena Sosial Masyarakat Palestina
Fenomena sosial masyarakat Palestina cukup jelas penderitaanya tergambar dalam percakapan Polat dengan keluarga Abdullah dirumahnya.
Warga Palestina sangat menderita karena kekejaman Zionis. Israel menembakkan peluru ke siapapun dan memenjarakannya asal dia warga Palestina, merobohkan bangunan, menculik anak-anak, dan yang paling jelas bahwa mereka warga Palestina bak hidup dalam penjara terbuka. Wacana palsu tentang “Tanah yang dijanjikan” membuat warga Palestina yang sudah hidup rukun antar umat beragama menjadi hancur. Hal tersebut diperkuat dengan pembukaan flm ini yang menampilkan pemukiman warga yang syarat akan simbol-simbol agama seperti greja, masjid dll. Dari situlah maka bisa dikatakan konflik tersebut berangkat dari agama ke panggung politik. 

4.2 Saran
Penelitian ini adalah penelitian konflik sosial dengan pendekatan teorinya Coser. Artinya penelitian ini mengungkapkan fenomena konflik yang ada. Dalam penelitian ini obyek utama peneliti adalah Film itu sendiri yaitu Valley of The Wolves : Palestine. Peneliti melihat bahwa penelitian ini masih ada beberapa kekurangan, sehigga peneliti menginginkan ada peneliti-peneliti lain yang mengembangkan penelitian tentang konflik sosial dalam film ini yang juga dikaitkan dengan fenomena aslinya di tanah Palestina, mengingat konflik di Palestina juga terhiutung belum usai sampai saat ini.






Daftar Pustaka

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Penerbit DEPAG RI.
Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama, 2009.
George Lenczowski. Tmur Tengah di Kancah Dunia terj. Drs. Asgar Bixby. Edisi ketiga. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1992.
M. Anwar Mas’adi dan Peny Respati Yurisa. FENOMENA KONFLIK POLITIK DI MESIR (Analisis Fenomenologi Edmund Husserl atas Konflik Politik di Mesir). Penelitian Kopetitif dosen. Malang: UIN Malang, 2013.



Lampiran
Lampiran I
Biografi Lewis Alfred Coser (1913 – 2003)
Lewis Coser, atau yang memiliki nama lengkap Lewis Alfred Coser dilahirkan dalam sebuah keluarga borjuis Yahudi pada 27 November 1913, di Berlin, Jerman. Coser memberontak melawan atas kehidupan kelas menengah yang diberikan kepadanya oleh orang tuanya, Martin (seorang bankir) dan Margarete (Fehlow) Coser. Pada masa remajanya ia sudah bergabung dengan gerakan sosialis dan meskipun bukan murid yang luar biasa dan tidak rajin sekolah tetapi ia tetap membaca voluminously sendiri.
Ketika Hitler berkuasa di Jerman, Coser melarikan diri ke Paris, tempat ia bekerja serabutan untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Ia menjadi aktif dalam gerakan sosialis, bergabung dengan beberapa kelompok-kelompok radikal, termasuk organisasi Trotskyis yang disebut “The Spark.” Pada tahun 1936, ia akhirnya mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, menjadi seorang ahli statistik untuk perusahaan broker Amerika. Dia juga terdaftar di Sorbonne sebagai mahasiswa sastra komparatif tetapi kemudian mengubah fokus untuk sosiologi. Pada tahun 1942 ia menikah dengan Rose Laub dan dikaruniai dua orang anak, Ellen dan Steven.
Pada tahun 1948, setelah periode singkat sebagai mahasiswa pascasarjana di Columbia University, Coser menerima posisi sebagai tenaga pengajar ilmu sosial di Universitas Chicago. Pada tahun yang sama, ia menjadi warga negara AS naturalisasi. Pada tahun 1950, ia kembali ke Universitas Columbia sekali lagi untuk melanjutkan studinya, menerima gelar doktor pada tahun 1954. Ia diminta oleh Brandeis University di Waltham, Massachusetts pada tahun 1951 sebagai seorang dosen dan kemudian sebagai profesor sosiologi. Dia tetap di Brandeis, yang dianggap sebagai surga bagi kaum liberal, sampai 1968.
Buku Coser tentang Fungsi Konflik Sosial adalah hasil dari disertasi doktoralnya. Karya-karya lainnya antara lain adalah; Partai Komunis Amerika: A Critical History (1957), Men of Ideas (1965), Continues in the Study of Sosial Conflict (1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan beberapa buku lainnya disamping sebagai editor maupun distributor publikasi.
Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam usia 89 tahun.
Lampiran II
Sinopsis Film : Valley of The Wolves : Palestine
Description: http://unrealdiary.files.wordpress.com/2012/11/valley-of-the-wolves-palestine1.jpg?w=153&h=210
Kapal MV Mavi Marmara menjadi terkenal ketika kapal yang pengangkut bantuan kemanusiaan untuk Palestina ini diserang pasukan Israel pada Mei 2010 silam. Tujuannya tak lain agar bantuan yang sudah dikumpulkan tidak bisa sampai untuk rakyat Palestina.
Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara, merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” yang menyebabkan kemarahan dunia. Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan Free Gaza Movement dan the Turkish Foundation for Human Rights and Freedoms and Humanitarian Relief (IHH) dari awal sudah menyatakan bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah diblokade begitu lama dari dunia luar oleh zionis Israel, sehingga tidak bisa mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar.
Jangankan berhasil mengantarkan misi kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di Gaza ini malah dipaksa kembali ke Turki. Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8 orang berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan- bulanan senjata pasukan Israel.
Berangkat dari kejadian yang sempat menggegerkan dunia, Zubeyr Sasmaz sang sutradara, kini mengangkatnya ke layar kaca dan dikemas dengan judul Valley of the Wolves : Palestine. Judul asli film ini sebenarnya KURTLAR VADiSi FILISTIN. Film yang rilis 28 Januari 2011 ini, mengisahkan tentang sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin oleh Polat Alemdar (Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke wilayah Israel, untuk memburu seseorang yang amat bertanggung jawab atas tragedi penyerbuan Flotilla, Mose Ben Eliyezer Erdal Besikçioglu.
Film dibuka dengan adegan pembunuhan di atas kapal Marmara Mavi
yang menyebabkan beberapa aktifis kemanusiaan Turki tewas di tembak prajurit Israel,
diawal juga sudah langsung diperlihakan Moshe seorang pengontrol kebijakan pasukan Israel yang menyambungkan langsung dari pimpinan tertinggi serta bagaimana tokoh dan gambaran manajemen pengontrolan Israel terhadap Palestina.
Kisah tentang 3 penembak jitu terlatih dari Turki yang datang ke Palestina ini untuk mencari orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian di atas kapal MV Mavi Marmara, Mose Ben Eliyezer. Mereka adalah Polat Alemdar, Memati Baq dan Abdulhey Coban.
Dalam misi ini, mereka bekerja sama dengan Abdullah seorang warga teritori Palestina. Akan tetapi dalam misi ini mereka terpaksa melibatkan seorang pemandu wisata Amerika keturunan Yahudi Simone yang akhirnya juga menjadi buron tentara Israel setelah insiden tembak menembak di pos pemeriksaan Israel.
Kemudian kisah dilajutkan dengan beberapa turis dan guide yang sekaligus jurnalis yang ingin melihat lebih dalam akan wilayah disekitar Palestina yang sudah dicemari tentara Israel, disini juga sudah mulai ditampakkan Tokoh-tokoh utama pelindung Palestina. Saat Polat Alemdar dan rekannya hendak melintas di perbatasan, mereka dimintai paspor oleh penjaga perbatasan yaitu tentara Israel.
Konflik pertama nampak dimulai saat seorang guide asal Amerika ingin masuk sebuah jalan yang sudah dijaga ketat oleh tetara Israel yang kebetulan Pemimpin Palestina juga ingin melewati jalan tesebut, kemudian setelah keduanya mencoba baik-baik dan memenuhi prosedur agar bisa masuk namun tetap saja tidak diberbolehkan. Dahi sang tentara sedikit berkerut saat mengetahui, bahwa paspor mereka dikeluarkan oleh Pemerintah Turki.
Saat ditanya atas dasar apa ia datang ke Israel, Polat Alemdar dengan lantang dan tegas menjawab, bahwa ia bukan datang ke Israel, tapi ke Palestina. Lalu, Polat Alemdar menjelaskan bahwa ia datang untuk membunuh Mose Ben Eliyezer. Disini sudah terjadi perdebatan sengit. Bahwa Polat Alemdar dkk, dilarang masuk melalui pintu perbatasan ini. Selang beberapa dialog, baku hantam pun terjadi. Disinilah Simone secara tidak sengaja terlibat dalam aksi ini. Karena ia panik dan tak tahu harus berlindung kemana, ia mengikuti kemana langkah Polat Alemdar pergi. Akhirnya terjadi bentrok bakan baku tembak antara Pembela Palestina dengan tentara Israel. Dalam baku tembak juga terdetek bahwa kebengisan Israel yang suka mengambil anak laki-laki.
Warga Palestina dalam film ini digambarkan bagai hidup dalam penjara terbuka dikungkung oleh tentara Israel. Batas suka, duka, hidup dan mati digambarkan saat Simone yang mulai akrab saat tinggal dengan keluarga Abdullah.
Setelah itu digambarkan tempat diskusi Israel untuk menguasai Palestina bahkan dikatakan disitu juga mereka ingin menguaisai mulai sungai Eufrat sampai sungai Nil. Mereka mencari solusi akan jumlah penduduk warga Yahudi yang jumlahnya seakan minoritas melihat warga Palestina yang dengan tiba-tiba atas izin Allah jumlahnya semakin meledak pesat, hal ini pula yang menyebabkan tentara Israel selalu menculik anak-anak khususnya anak laki-laki Palestina. Mereka juga mendiskusikan peluru canggih yang bahkan dilarang PBB untuk menghancurkan palestina, bahkan warga tak berdosa asal bukan warga Yahudi mereka tidak segan-segan menjaidkannya sebagai kelinci percobaan peluru tersebut.
Sesaat kemudian tiba-tiba tentara Israel datang dan mengubah canda menjadi nestapa. Polisi penjaga otorita Palestina pun seakan tak berdaya saat Tentara Israel ingin menggeledah pemukiman warga.
Utusan Moshe pun datang mencari guide tesebut beserta tamu dari Turki yang dianggap teroris. Mereka Israel menembaki siapapun dan mekasa memasuki kawasan Palestina, namun karena dijaga polisi Palstina dan tidak diperbolehkan Israel pun segera menelfon Moshe dan karenanya mereka israel berhasil memasuki kawasan Palestina tentunya setelah menemakan kepolisi-polisi israel. Disini pula tergambar betapa ketakutanya warga Palestina, anak-anak bahkan pemuda-pemuda ditawan dan menembak siapapun yang terlihat asal bukan warga Yahudi.
Penggambaran Moshe dan pasukannya yang sangat kejam bahkan tanpa ampun membunuh warga sipil termasuk anak, orang cacat dan manula serta wanita. Moshe juga ditampilkan sebagai tentara terlatih yang tidak mudah dibunuh, ia sempat lolos meski kehilangan organ indranya. Mata Moshe tertembak saat kelompoknya berusaha menggeledah rumah Abdullah. Karena Polat dkk berada di rumah tersebut.
Sementara Tokoh Turki besiap-siap melawan mereka, dalam perlawanan ini Musho berhasil ditembak oleh Turki, mereka pun melacak sampai ruang intelegen Israel dan dari sinilah diketahui betapa anehnya Israel mendirikan pos-pos keamanan ditempat Palestrina bahkan tenologi tercanggihnya pun mereka letakkan di bumi Palestina yang kemudian dihancurkan agar Tokoh dan rombonganya tidak terdeteksi meskipun ternyata masih ada satu komputer yang belum hancur dan hal inilah yang akhirnya membuat keluarga Abdullah dianaiyaya bakan dirobohkan rumahnya oleh Musho.
Perlawanan pun berhenti, tokoh turki beserta romongan pun menuju ruang bawah tanah untuk merancang strategi.  Pengarah filem ini juga menyelitkan unsur-unsur kerohanian disini berupa zikir dan salawat yang menjadi nadi dan tunjang kekuatan rakyat Palestina dalam menentang kekejaman rejim Zionis.
Polat dkk melakukan aksi balasan. Polat dkk pun mampu menyusup ke pusat data Israel dan menghancurkan gedung tersebut. Namun ada satu komputer yang tidak ikut tertembak. Sehingga masih menyimpan rekaman peristiwa yg terekam oleh kamera pengintai di markas Israel. Dari sinilah, data Abdullah didapat.
Pasca Moshe dirawat dan pulih. Moshe pun tetap mengerahkan pasukkannya untuk memburu Polat dkk. Mereka mendatangi rumah Abdullah. Semua anggota keluarga Abdullah pun ditawan. Simone yg tinggal sementara di rumah tersebut pun ikut menjadi tawanan. Disinilah anak lelaki Abdullah (Ahmed) yang lumpuh syahid. Karena tentara Israel menjatuhkan Ahmed dari kursi rodanya, sehingga Ahmed tidak mampu melarikan diri saat rumahnya di robohkan oleh tank Israel. Ibu Abdullah pun ikut tertembak. Abdullah sedih dan menangis mendengar berita ini.
Kemudian ada satu adegan, yaitu Simone dan Moshe berdebat tentang Yahudi. Simone meyakini bahwa Yahudi sejati itu tidak diajarkan membunuh warga Palestina. Namun, Simone justru langsung dibawa ke Avi, atasannya Moshe (Avi ini semacam penasihat spiritual). Simone dan Avi pun berdebat tentang Yahudi juga. Disinilah sempat bermain dengan dialog-dialog yang menjawab segala dakwaan tidak berasas Zionis Israel tentang The Promise Land. Akhirnya, Simone pun akan di eksekusi alias di tembak mati. Namun, diselamatkan oleh Memati Baq.
Setelah itu, tugas pun dibagi. Memati Baq menuju penjara tawanan warga Palestina (disini pula tempat Simone ditawan). Abdulhey Coban men-setting bom waktu di helipad markas Israel. Sementara Polat Alemdar menuju tempat persembunyian Avi.
Avi mengetahui bahwa tempatnya sudah tidak aman. Saat hendak melarikan diri, dua pengawal Avi mampu dilumpuhkan oleh Polat Alemdar. Avi pun menyerah. Mereka berdua kembali ke ruangan Avi. Disinpun sempat terjadi Avi meminta bernegosiasi. Disini Avi pimpian utama Moshe terlihat takut mati dan bahkan egois ingin menyelamatkan diri dengan segala caa. Avi pun kemudian diminta segera menghubungi Moshe oleh Polat, agar Moshe tahu, bahwa Polat akan mengalahkannya sedikit lagi.
Kemudian mereka berempat menuju helipad disana mereka akan bertemu Moshe. ternyata Moshe pun menculik tokoh spiritual Palestina. Akhirnya tukar tawanan. Disinipun terjadi dialog antara Polat dan Moshe. Intinya Moshe mengungkit tentang Tanah yang Dijanjikan tapi dengan yakin dan tenang polat menjawab: “Aku tak tahu, bagian mana dari Tanah ini yang dijanjikan untukmu. Tapi aku akan menjanjikan untukmu, 6 meter dibawah tanah!”
Akhirnya pertukaran tawanan pun terjadi. Lalu, Polat dkk, Simone dan tokoh Spiritual tadi pun pergi meninggalkan markas. Helikopter Polat dkk sudah tidak menjejak tanah beberapa jarak. Saat Moshe memerintahkan anak buahnya untuk membawa masuk Avi ke markas, semua helikopter yang masih terparkir pun meladak bergantian karena Abdulhey Coban melaksanakan tugasnya dengan baik. Lalu Avi pun, mati. Meskipun Moshe masih hidup.
Ending dalam film ini setelah meninggalkan markas, polat dkk menuju ke gudang senjata Israel. Disana mereka membawa senjata-senjata Israel yg canggih yang kelak dipakai warga Palestin untuk melawan pasukan Moshe. Seteru dengan para penjaga pun teratasi.
Kemudian perang pun terjadi terjadi keesokan harinya setelah Polat dkk sampai ditanah Palestina dan membagikan senjata yang didapat dari gudang Israel. Saat baku tembak, Abdullah pun menjumpai ajalnya. Syahid. Sebelumnya ia berhasil menembak ajudannya Moshe. Abdullah tertembak karena tangan ajudan Moshe refleks mengenai pelatuk senapannya.
Di tengah cerita tadi, Moshe yang matanya ketembak sebelah (kiri) diawal konflik, di akhir ceritapun Moshe kehilangan kedua matanya. Peluru yang ditembakkan Polat Alemdar tepat bersarang di mata Moshe yang satunya lagi (kanan). Moshe pun mati.
Meskipun terdapat unsur Rambostan dalam plot / aksi tembak menembak, cerita ini berupaya membuka mata masyarakat dunia bahwa Turki (jika mau) bisa memijak kepala Zionis tanpa belas kasihan. Mungkin tunggu masa. 



[1] e·no·me·na /fénoména/ n 1 hal-hal yg dapat disaksikan dng pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (spt fenomena alam); gejala: 2 sesuatu yg luar biasa; keajaiban: 3 fakta; kenyataan. Lhat KBBI.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -