Posted by : Cak_Son Senin, 03 Oktober 2016




KATA PENGANTAR
           
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Al-Lahajaat Al-Arabiyah Al-Qodimah Nasyatuha Wadzowahiriha”.
            Makalah ini membahas tentang pertumbuhan dan fenomena lahjat Arab Al-Qodimah. Makalah ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pertumbuhan dan fenomena lahjat Arab Al-Qodimah. Dalam makalah ini pembaca akan menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan seperti:
Bagaimana asal usul bahasa Arab ?
Bagaimana proses pertumbuhan lahjat Arab Al-Qodimah ?
Bagaimana fenomena lahjat Arab Al-Qodimah ?
            Kami ucapkan Jazakumullah Ahsanal Jaza' kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Terutama kepada Dosen pengampu mata kuliah Al-Madhol Ila Ilmi Al-Lughah Dr. Torkis lubis yang selalu membimbing kami, serta teman-teman yang turut menyumbangkan referensi. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
            Kami menyadari makalah ini kurang sempurna jika tanpa bantuan pembaca. Oleh karena itu, selalu kami nantikan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga bermanfaat. Amin.

 
Malang, 09 Juni 2012
  
Tim Penyusun

  
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ..........................................................................................................    1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................    3
1.1 A. Latar Belakang............................................................................................................    3
      B. Tujuan .........................................................................................................................    4
      C. Rumusan Masalah.......................................................................................................    4

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................    5
2.1 Kajian Pustaka.................................................................................................................    5
A. Selayang Pandang Asal Usul Bahasa Arab ................................................................    5
B proses Pertumbuhan dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah............................    7
C. Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah ………………………………………………... 12

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................  16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 18



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bahasa merupakan sesuatu yang unik yang akan terus hidup dan bekembang seiring berjalannya waktu. Bahasa memainkan peranan penting dalam hidup kita. Barangkali karena lazimnya, jarang sekali kita memperhatikannya seperti halnya berjalan dan bernafas[1].
Bahwasanya Tuhan menciptakan manusia beraneka ragam bentuk fisik, warna kulit, bahasa dan budaya sehingga dengan ini terjadilah masyarakat multicultural[2]. Dengan ini terciptalah perbedaan-perbedaan antara satu budaya dengan budaya lain. Termasuk diantara perbedaan tersebut adalah masalah kebahasaan atau dialek.
Akan tetapi, ada keadaan-keadaan tertentu yang mana orang-orang berpendidikan membicarakan persoalan-persoalan bahasa[3] terlebih kepada lahjat Arab. Bagaimana awal mula pertumbuhan dan fenomenanya lahjat Arab sangat menarik untuk dibahas.
Bahasa Arab yang dikenal dari rumpun bahasa Smith atau dari keturunan Sam bin Nuh ini mulai berkembang seiring berjalannya waktu, terlebih setelah hancurnya peradaban Khimyariyah, Akadiah, Samuth, dan lain sebagainya yang ada diJazirah Arab. Faktanya bahasa semakin menyebar dengan karakternya masing-masing disetiap penjuru yang mana hal ini sudah terjadi jauh datangnya islam.
Perkembangan lahjat mampu berkembang di Jazirah Arab karena berbagai banyak factor, salah satunya adalah factor social masyarakat dan factor letak geografis. Karena itulah yang membawa lahjat menjadi lebih popular dikalangan masyarakat Arab.
Oleh karena itu, terjadilah variasi bahasa yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu. Dalam makalah ini kami akan memaparkan pembahasan tentang pertumbuhan lahjat Arab dan fenomennya, yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan dialek.
Dengan  memahami pertumbuhan dan fenomena lahjat Arab Al-Qodimah diharapkan dapat memahami lahjat mulai dari suatu lahjat dari akar lahjat itu sendiri muncul, juga dapat mengetahui proses perkembangan lahjat, serta dapat memberikan sebuah kontribusi dalam bidang bahasa secara umum misalnya memberikan gagasan untuk mulai menggerakkan dan menyatukan umat untuk mulai kembali mewujudkan ghiroh dalam memakai bahasa pemersatu bangsa atau lebih dikenal dengan bahasa fushca. Semoga dapat memberikan tambahan wawasan bagi penulis khususnya dan juga bagi para pembaca umumnya. Amin.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat di bagi menjadi dua tujuan besar yaitu Main Purpose (tujuan Umum) dan Special Purpose (tujuan khusus). Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa dapat memahami pertumbuhan dan perkembangan lahjat Arab juga fenomenanya sehingga dapat berfikir secara logis serta dapat mengambil kesimpulan dengan obyektif. Sedangkan tujuan khusus dari penulisan malakah ini adalah sebagai berikut:

1)      Untuk Mengetahui Asal Usul Bahasa Arab.
2)      Untuk Mengetahui Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah.
3)      Untuk Mengetahui Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah.

1.3  Rumusan Masalah
1)      Bagaimana Asal Usul Bahasa Arab ?
2)      Bagaimana Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah ?
3)      Bagaimana Fenomena lahjat Arab Al-Qodimah ?


     BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka
A. Selayang Pandang Asal Usul Bahasa Arab
Bahasa Arab[4] adalah bahasa yang masuk dalam sub-rumpun bahasa semit yang berasal dari Sam putra nabi Nuh as. Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian besar yaitu bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab utara. Bahasa Arab utara disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab tenggara. Bahasa Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa Ma’inia. Bahasa Arab selatan merupakan bahasa wilayah tengah jazirah Arab dan timur laut.[5] Bahasa ini dikenal dengan bahasa Arab Fushca yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap dipakai karena al-Qur`an turun dan menggunakan bahasa ini. (lebih jelasnya lihat tabel I dibawah ini[6])
Bahasa Arab ini termasuk dalam bahasa klasik yang paling luas penggunaannya di dunia ini dari pada bahasa-bahasa klasik lainnya, seperti bahasa Latin, bahasa Sanskerta, bahasa Ibrani, dan bahasa lainnya. Setiap bahasa digunakan oleh orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Bahasa-bahasa yang ada di jazirah Arab jika ditinjau dari formalitas sebuah bahasa, dalam hal ini bahasa Arab maka terbagi menjadi dua bentuk, yakni: bentuk bahasa Arab klasik (fuscha) dan bentuk bahasa Arab ragam cakapan (Ammiyyah). Keadaan ini sudah umum terjadi di setiap negara yang menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab yang memiliki sejarah panjang berkembang secara cepat seiring kedatangan Islam abad ke-enam masehi dan  mengalami berbagai fase kebahasaan yang membuatnya memiliki sekian banyak variasi dan dialek (lahjat).[7]
Bahasa Arab dilihat dari ragamnya dapat dibedakan ke dalam dua macam bentuk, yaitu: Pertama, bahasa Arab Fuscha (ragam standar). Bahasa Arab Fuscha  adalah bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an, situasi-situasi resmi, penggubahan puisi, penulisan prosa dan juga ungkapan-ungkapan pemikiran (tulisan-tulisan ilmiah).[8] Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan, yaitu Bahasa Arab Klasik (Classical Arabic) yang digunakan dalam bahasa al-Qur’an dan Bahasa Arab Standar Modern (Modern Standard Arabic) yang digunakan dalam bahasa ilmiah. Kedua, bahasa Arab Ammiyyah (ragam non-standar).
Menurut Emil Badi’ Ya’qub, bahasa Ammiyyah atau yang sering dikenal dengan al-Lahjah adalah bahasa yang digunakan dalam urusan-urusan biasa (tidak resmi), dan yang diterapkan dalam keseharian. Bahasa ini tidak lain adalah bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pengertian sebagaimana diungkapkan oleh Emil Badi’ tersebut tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya bahasa Arab Ammiyyah pun telah merambah dan digunakan dalam bahasa-bahasa sastra seperti penggubahan puisi dan penulisan prosa, terlebih setelah terbentuknya negara-negara Arab merdeka[9].
Bahasa Arab telah melalui sejarah formatif dan perkembangan yang panjang. Masyarakat Arab pra Islam terdiri dari beberapa kabilah dan memiliki sejumlah ragam dialek bahasa (al-lahaja:t al-Arabiyah al-qadi:mah) yang berbeda-beda akibat perbedaan dan kondisi-kondisi khusus yang ada dimasing-masing wilayah (Wafi, 1983:119). Berbagai dialek itu secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu al-Arabiyat al-bai:dah (bahasa Arab yang telah punah) dan al-Arabiyat al-ba:qiyah (bahasa Arab yang masih lestari). Al-Arabiyat al-bai:dah mencakup dialek-dialek bahasa Arab bagian utara Jazirah Arab dan sebagian dialek selatan. Sedangkan al-Arabiyat al-ba:qiyah adalah dialek yang dipergunakan dalam qashidah (bahasa puisi) jaman jahiliah atau pra-Islam, bahasa yang dipergunakan di dalam Al-Qur'an, dan bahasa Arab yang dikenal sampai hari ini.[10]
B. Proses Pertumbuhan Dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah                                    
Para ahli bahasa hanya mungkin menjelaskan keragaman bahasa Smith yang disitu terdapat berbagai lahjat yang berbeda-beda dikarenakan terpecah bahasa smith dari para penuturnya sehingga bercabang-cabang dengan cara berpindah tempat atau karena suatu pekerjaan, maka lahjat tesebut akan tinggal bersama dengan sebagian dasar dan asal yang berbeda meskipun terdapat perbedaan banyak dari segi banyaknya mufrodat[11], nahwu[12], tarkib, uslub,[13] dll. Ketika lahjat berpindah dari sebagian orang kesebagian yang lain dalam suatu tempat dan waktu semakin tampak perbedaannya. Sehingga dengan seiring berjalanya waktu tumbuh lahjat yang terpisah dari masyarakat. Maka ada kewenangan bahasa yang bebas dan hal inilah yang menjelaskan perbedaan antara bahasa Arab, Akadiyah, Khimyariyah, dll dari macamnya bahasa Smith yang banyak.[14]
Sejalan dengan pendapatnya Guiraud (1970: 26) terjadinya ragam dialek (Lahjat) itu disebabkan oleh adanya hubungan dan keunggulan bahasa yang terbawa ketika terjadi perpindahan penduduk, penyerbuan atau penjajahan. Hal yang tidak boleh dilupakan ialah peranan dialek atau bahasa yang bertetangga di dalam proses terjadinya suatu dialek itu. Dari dialek dan bahasa yang bertetangga itu, masuklah anasir kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal. Setelah itu kemudian ada di antara dialek tersebut yang diangkat menjadi bahasa baku, maka peranan bahasa baku itu pun tidak boleh dilupakan. Sementara pada gilirannya, bahasa baku tetap terkena pengaruhnya baik dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya.[15]
Tidak mengherankan bahasa Arab selatan atau yang dikenal dengan bahasa fushca atau setelah bahasa al-Qur’an merebut seluruh jazirah Arab setelah runtuhnya peradaban Yaman dan bahasanya seperti bahasa Sabaiyah dan Himyariyah. Bahasa tersebut semakin meluas ke kabilah Yamaniah yaitu dengan cara masyarakatnya yang mencoba hidup mengembara setelah hancurnya peradaban tersebut. Sedangkan jazirah Arab tidak cukup menampung masyarakat besar dari selatan dan utara dengan lahjat mereka. Hal ini sangat memungkinkan menjadi beranekaragam, Berkembang, dan tumbuhnya lahjat tersebut serta disitu memungkinkan lahjat dengan kekhususan bahasa yang bebas.[16]
Menurut pusat pembinaan dan pengembangan bahasa (1983), pertumbuhan dan perkembangan dialek (lahjat) sangat ditentukan oleh factor intralinguistik dan factor ekstralinguistik[17]. Factor intralinguistik yaitu factor bahasa itu sendiri sedangkan factor ekstralinguistik seperti factor geografis, budaya, aktifitas ekonomi, politik, kelas social, dan sebagainya. Seperti halnya factor-faktor dalam pertumbuhan dan perkembangan lahjat Arab Al-Qodimah yaitu:
1.      Factor Social
Bangsa Arab mempunyai system kesukuan, dimana mereka saling beradu kekuatan terutama suku badui. Penduduk gurun/ badui kehidupannya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam adat mereka mengendarai unta, menggembala domba dan keledai, berburu dan meyerbu musuh merupakan pekerjaan yang pantas untuk laki-laki. Mereka belum mengenal pertanian, perdagangan, dan tidak memiliki keahlian tertentu, menyerang, membalas serangan, merampok, dan menjarah merupakan kejahatan yang sudah melekat dengan kehidupan mereka (penduduk badui). Masyarakat badui memiliki rasa kesetiaan yang besar terhadap sesame warga suku. Sebuah suku harus mampu melindungi warganya, sebaliknya warga harus setia terhadap sukunya.[18]
Diantara orang Arab meraka adalah suku badui yang kehidupannya suka memerangi kabilah lain, kehidupanya selalu berperang.[19] Dan hal perbedaan lahjat tersebut disebabkan perang tersebut seperti ketika terjadi pengasingan yang didalamnya terdapat manusia sehingga lahjat saling beradu dengan yang lainya, hal ini membuktikan bahwa terjadi pendekatan dari satu lahajat dengan lahjat yang lain.
Selain kehidupannya yang suka berperang, orang Arab memiliki pasar-pasar yang fungsinya selain untuk bertemu ketika jual beli dihari khusus perdamaian untuk sekedar mencari kebutuhan untuk hidup, juga sebagai tempat bertemu antar kabilah dipasar musiman tersebut. Oleh karenanya, selain terjadi pergantian barang dagangan, juga disitu terjadi pertukaran mufrodat, lafadz, dan tarkib, maka para kabilah mengambil dari sebagian bahasa kabilah lain yang menyebabkan beberapa mufrodat lahjat diabaikan atau dibangun (pertambahan mufrodat) dari sebagian lainya, hal inilah membuat lahjat berdekatan secara bertahap.[20]
Diantara pasar tersebut adalah pasar daumatul jandal yang diadakan setiap bulan rabiul awal, pasar uman (dekat dengan Bahrain), pasar rabiyah di Hadzrol Maut, pasar Ukaz (dekat dengan Thoif), pasar tersebut mulai dari awal bulan bulan Dzul Qo’dah sampai dua puluh hari, kemudian menuju ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.[21] Disitupula terjadi pendekatan bahasa dari satu kabilah dengan kabilah lain sehingga memungkinkan terjadi pertukaran lahjat antar kabilah.
2.      Faktor Geografis
Factor geografis juga juga berperan dalam membantu tercampur dan berkembangnya lahjat. Diantaranya adalah iklim, seperti yang diketahui bahwa dijazirah Arab memiliki suhu panas diatas rata-rata sehingga setiap kabilah terbiasa hijrah berpindah tempat antara sekitar dan yang lainnya. Selain hal itu juga geografis jazirah Arab tidak terhalang seperti terhalang hamparan gunung dan sungai besar sehingga mencegah untuk berhijrah[22].
Sebagian besar tanah Arab terdiri dari gurun pasir, disana sangat kekurangan air, suhu sangat panas dan kering, tidak ada teluk yang dapat dijadikan pelabuhan kapal, sehingga dikenal negara Arab sangat miskin, buminya tandus, dan penduduknya hidup dalam serba kekurangan. Karena udara tanah Arab yang panas dan penghidupan yang sukar di negeri itu yang menyebabkan penduduknya bertabiat kasar dan kejam[23]. Inilah yang menyababkan mereka hidup mengembara artinya selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk mencari tanah yang subur yang bisa ditumbuhi rumput dan tanam-tanaman untuk mereka dan binatang ternak mereka.
Apabila bahan untuk makanan mereka telah habis mereka akan pindah ke tempat lain lagi, begitu seterusnya. Inilah yang menyebabkan diantara mereka sering terjadi perselisihan yang timbul karena tanah subur dan padang rumput tempat menggembala binatang ternak. Perselisihan ini sering kali menimbulkan perkelahian-perkelahian atau bahkan peperangan-peprangan yang besar, sehingga dikatakan bangsa Arab selalu hidup dalam berperang.
Jazirah Arab selatan tidak hanya terdapat satu kota untuk kabilah syamaliyah saja, tetapi juga dari kabilah lain karena mereka juga suka berhijrah dan menetap sehingga masuk lahjat kabilah-kabilah yang mucul dari selatan atau utara. Misalnya di Oman dan Bahrain terdapat tempat untuk Abdu Qoish dan Bakar bin Wail dan di dua tempat tersebut juga ada kabilah Tamim dan Asad, diantara laut merah dengan gunung Hijaz terdapat suatu tempat dimana tinggal didalamnya berbagai masyarakat dari kabilah yang bermacam-macam, kota Hijaz sendiri terdapat du belas desa yang didalamnya ada kabilah Yamaniah dan Madzriyah, Hijaz yang bukan bagian dari Najd terdapat kabilah Anshor, Mazinah dan Kinanah, diMadinah terdapat dua tempat untuk kabilah Aus dan Khajrat, Madinah bagian barat terdapat kabilah Robiah, kabilah Muhdzor, kabilah Yaman, sedangkan di Thoif ada kabilah Khimyar, kabilah Quroisy, kabilah Hudzail.[24]
Setelah datangnya islam, maka dengan islam mempunyai satu kitab untuk peribadatan yaitu Al-Qur’an yang mana bahasanya diambil dari lahjat yang terpilih dan bahkan dikatakan didalamnya terdapat 50 lahjat[25] yang meskipun mayoritas dari kabilah Quraisy maka Al-Qur’an ini mempersatukan gaya bahasa Arab dimana masyarakat mulai mengagumi bahasa Al-Qur’an sehingga menjadi dasar untuk berbahasa bahkan ada yang mengatakan jika pada waktu itu dan sampai sekarangpun jika berbicara tidak sesuai dengan uslub atau gaya bahasa Al-Qur’an maka dianggap menyimpang.[26]
Meskipun demikian, tetapi islam tidak mendorong masyarakat untuk membaca Al-Qur’an dengan lahjat masing-masing daerah yang tidak ada dalam Al-Qur’an, juga tidak dibolehkan beribadah dan shalat dengan bahasa selain yang diucapkan Rasulullah yaitu lahjat yang telah terpilih dan tinggi tingkatannya dibanding lahjat lainnya karena Al-Qur’an memang menganut dari lahjat-lahjat terpilih.[27]
Hal inilah yang menjadikan lahjat yang lain sulit bahkan tidak mungkin untuk mengalami perkembangan dengan baik semenjak datangnya islam dan ketundukan mereka dengan satu daulah. Setelah jazirah Arab futuh, kabilah yang berbeda-beda membawa mufrodat dan gaya bahasa Al-Qur’an dari jazirah Arab sekiranya mengganti lahjat-lahjat yang ada diberbagai penjuru. Dengan ini maka masyarakat dari berbagai kabilah mulai meninggalkan perbedaan yang tidak teratur yang akan menimbulkan konflik dan percampuran dalam lahjat diberbagai penjuru dengan memakai bahasa resmi yaitu bahasa Al-Qur’an, agama dan daulah. Dan bahasa lokal seperti bahasa Persi, Nibtiyah, Suryaniyah mulai membusuk secara perlahan dan bertahap karena perang dengan bahasa Arab.[28]
3.      Faktor Politik
Hal ini mempengaruhi didalam berbahasa karena dalam pemilihan dalam bahasa resmi disuatu negara memiliki pengaruh dalam setiap kegiatan terhadap kebahsaan. Maka aturan bahasa yang diwajibkan pemerintah atau daulah tersebut kepada bangsa dalam hal pekerjaan resmi dibidang staqofah, pendidikan, sastra dll yang membuat bahasa ini menjadi bahasa fuscha, meskipun bahasa Arab memiliki aturan dalam lahjat keseharian tetapi Al-Qur’an telah mematenkannya[29].
4.      Faktor Cultural
Cultur juga mempengaruhi dalam pertumbuhan lahjat, ilmu dan budaya keduanya memiliki peran penting dalam figur manusia dan pergerakannya dalam pemikiran atau yang lainya.
5.      Factor Agama
Proses perkembangan lahjat Arab pada masa sebelum islam belum selesai secara sempurna disebabkan datangnya islam dan persatuan bangsa Arab. Setelah adanya persatuan bangsa Arab dan datangnya islam lahjat Arab dan adanya bahasa pemersatu yang diambil dari berbagai kabilah yang dianggap lebih baik akhirnya seiring berjalannya waktu menjadi bahasa fuscha.
Sedikit gambaran contoh global dari semua factor yang sudah dibahas diatas misalnya bahasa Arab Ammiyyah Mesir adalah bahasa lisan (percakapan) yang digunakan di negara Mesir dan beberapa wilayah Arab lainnya, semisal Sudan. Pada awalnya, penduduk Mesir menggunakan bahasa Qibti sebagai bahasa sehari-hari mereka. Setelah bangsa Arab memasuki wilayah Mesir (fathul-arab), maka tersebarlah bahasa Arab. Pada perkembangannya, bahasa Qibti mulai ditinggalkan dan tergantikan oleh bahasa Arab. Akan tetapi, bahasa Arab yang digunakan di Mesir tidak bisa terlepas dari dialek bahasa asli yang sudah mapan. Jadi, bahasa Arab Ammiyyah Mesir merupakan bahasa Arab Ammiyyah yang mendekati bahasa Arab Fuscha dengan dialek Mesir.[30]
Berdasarkan tempatnya (dialek geografi), secara garis besar bahasa Arab Ammiyyah Mesir dibedakan ke dalam dua bentuk dialek, yaitu dialek Mesir bagian Bawah/Hilir (Lower Egyptian) dan dialek Mesir bagian Atas/Hulu (Upper Egyptian). Dialek geografi ini dapat juga diklasifikasikan berdasarkan tempat di mana dialek itu digunakan, semisal dialek Kairo, dialek Alexandria, dialek Luxor, dialek Aswan, dan lain sebagainya. Adapun dilihat dari status sosial penggunanya (dialek sosial/sosiolek), bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu bahasa percakapan kaum terpelajar (the Educated Spoken Arabic), bahasa percakapan masyarakat biasa yang telah mengalami pencerahan (the Enlightened Spoken Arabic), dan bahasa percakapan masyarakat yang buta huruf (the Illiterate Spoken Arabic)[31]
Selanjutnya perkembangan lahjat digolongkan menjadi dua arah, yaitu perkembangan membaik dan perkembangan memburuk. Perkembangan membaik itu tampak apabila suatu dialek mengalami perluasan wilayah pakai dan jumlah penuturnya bertambah dan atau dinobatkan menjadi bahasa baku. Sementara perkembangan memburuk dilihat dari jika suatu dialek semakin berkurang penuturnya dan semakin berkurang pula wilayah pakainya atau malah lenyap.[32]
C. Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah
Dalam bagian ini, akan dipaparkan fenomena pemisahan lahjat dan factor yang melatar belakangi perbedaanya. Proses perkembangan lahjat Arab pada masa sebelum islam belum selesai secara sempurna disebabkan datangnya islam dan persatuan bangsa Arab.[33]
Disetiap daerah memiliki dialek (lahjat) yang berbeda-beda, meskipun rumpun bahasa yang digunakan adalah sama.misalnya bahasa lahjat yang digunakan di Makkah berbeda dengan bahasa lahjat Mesir dan sebagainya.
Fenomena perbedaan lahjat pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam, ketiga macam perbedaan itu ialah sebagai berikut:
a.       Perbedaan Fonetik[34]
Perbedaan ini berada di bidang fonologi[35]. Biasanya sipemakai lahjat atau yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut. Seperti contoh anta terucap ante/ente atau kata carema dengan cereme yaitu buah atau pohon cèrme[36].
b.      Perbedaan Morfologi[37]
Perbedaan ini merujuk kepada system tata bahasa yang bersangkutan. Hal tersebut disebabkan oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaan yang berkerabat oleh wujud fonetisnya oleh daya rasanya dan oleh sejumlah factor lainya lagi. (Untuk contohnya bisa dilihat di table 2)
c.       Pebedaan Semantik
Perbedaan semantic merujuk pada terciptanya kata-kata baru, berdasarkan perubahan fonologi dan gesekan bentuk. Peristiwa tersebut biasanya terjadi geseran makna kata. Geseran tersebut bertalian dengan dua corak makna, yaitu[38]:
1.      Pemberian nama yang berbeda atau lambang yang sama dibeberapa tempat yang berbeda, seperti balimbing dan calincing buat belimbing, pada bahasa sunda ini dikenal dengan istilah sinonim.
2.      Pemberian nama yang sama dalam hal yang berbeda dibeberapa tempat yang berbeda. Misalnya meri untuk anak itik dan itik untuk bahasa Sunda geseran corak ini dikenal dengan istilah homonym[39].
                       
Tabel 2: Perbedaan Lahjat (dialek) Pada Bahasa Arab
مَعْنَى
Arti
مَصْرِيَة
Bhs Ammiyah Mesir
سَعُوْدِيَة
Bhs Ammiyah Saudi
فُصْحى
Bhs Arab resmi
Selamat pagi
صَبَاحُ الفوْل
Shabaahul fuul
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
Selamat sore
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul khair
Selamat tidur
تَصْبَحُ عَلىَ الْخَيْرِ
Tesbah `alal kher
تَصْبَحُ عَلىَ الْخَيْرِ
Tesbah `alal kher
تَصْبَحُ عَلىَ الْخَيْرِ
Tasbahu `alal khair
Selamat ( hari-hari besar, ‘Ied, tahun baru. Ultah )
كُلُّ سَنَةٕ وَ أنْتَ طَيِّبٌ
Kullu sanah wenta thayyib
كُلُّ سَنَةٕ وَ أنْتَ طَيِّبٌ
Kullu sanah winta thayyib
كُلُّ سَنَةٕ وَ أنْتَ طَيِّبٌ
Kullu sanatin wa anta thayyib
Apa
إِيْه
hEe
شنو
Syinu
مَا
Maa
Mengapa
لِيْه
Leyh
لِيْشْ
Liysy
لِمَاذَا
Limaadza
Kapan
إِمْتَى
Imta
مَتَى/  ﺇﻤﺗﻰ
Mataa  / Imta
مَتَى
Mataa
Bagaimana
ﺇﺰﱠﻱْ
Izzay
كِيْفْ
Keyf
كَيْفَ
Kayfa
Apa Kabar?
إِزَيَّكْ
Izayyak
كَيْفْ حَالَك
Keyf haalak
كَيْفَ حَالُكَ
Kayfa haaluka
Bagaimana Kabarmu?
إِزَّيْ أخْبَارَكْ
Izzay akhbaarak
إيْشْ أخْبَارَكْ
Iysy akhbaarak
كَيْفَ أخْبَارُكَ
Kayfa akhbaaruka

Dalam hal penamaan isim orang Arab mengalami perbedaan pendapat, karena luasnya wilayah arab dan letak geografinya yang berupa gurun pasir. Berdasarkan penyebaran geografisnya, bahasa Arab percakapan memiliki banyak variasi (dialek), beberapa dialeknya bahkan tidak dapat saling mengerti satu sama lain. Bahasa Arab modern telah diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 sub-bahasa dalam ISO 639-3[40].
Selain beberpa factor tersebut penyebaran ragam dialek bahasa Arab juga karena adanya festifal-festifal yang terlaksana di dunia Arab. Oleh karena kedua hal tersebut maka perbedaan dalam penyebutan beberapa isim dapat dimengerti karena mereka mengalami pertukaran pendapat anata satu suku yang mempunyai dialek tertentu dengan lainnya. Tetapi cara penyebaran tersebut juga terdapat kelemahan diantaranya, karena kondisi geografi Jazirah Arab yang begitu luad mereka tidak hanya bermata pencaharian sebagai pedagang dan hidup dengan peperangan serta menghadiri beberapa festifal melainkan mereka juga mempunyai mata poencaharian sebagai petani, pemburu, dan penggembala yang mana mereka sulit untuk berinteraksi dengan dunia luar yang akan memperkaya ragam dialek mereka.[41]
Dalam masalah Fi’il mereka tidak membahas tentang asal fi’il tersebut serta konteksnya. Tetapi mereka hanya membahas tentang bagaimana masa yang ada dalam fi’il tersebut ada dan terbagai menjadi tiga. Fi’il adalah salah satu kata untuk mengungkapkan pikiran manusia tersebut karena dengan kata kerja manusia dapat memerintah dan meminta apa yang dia inginkan[42].
Terdapat banyak perbedaan dalam hal penamaan fi’il atau kata kerja karena perbedaan adalah hal yang sangat penting sebagai titik perpecahan dalam bahasa yang menunjukkan mulai berkembangnya dan lahirnya suatu dialek karena dalam fi’il terdapat perbedaab shigot.[43] Kemudian perbedaan yang belum matang pada sebuah fase menjadikan fi’il itu sebagai dialek suatu daerah tertentu.

  
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
A. Selayang Pandang Asal Usul Bahasa Arab
Bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit atau keturunan Sam bin Nuh. Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian besar yaitu bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab Utara. Bahasa Arab Selatan disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara. Bahasa Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa Ma’inia.
Bahasa Arab Utara merupakan bahasa wilayah tengah Jazirah Arab dan Timur Laut. Bahasa ini dikenal dengan bahasa Arab Fusha yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap dipakai karena al-Qur`an turun dan menggunakan bahasa ini.
B. Proses Pertumbuhan Dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah
Tidak mengherankan bahasa Arab selatan atau yang dikenal dengan bahasa fushca atau setelah bahasa al-Qur’an merebut seluruh jazirah Arab setelah runtuhnya peradaban Yaman dan bahasanya seperti bahasa Sabaiyah dan Himyariyah. Bahasa tersebut semakin meluas ke kabilah Yamaniah yaitu dengan cara masyarakatnya yang mencoba hidup mengembara setelah hancurnya peradaban tersebut. Sedangkan jazirah Arab tidak cukup menampung masyarakat besar dari selatan dan utara dengan lahjat mereka. Hal ini sangat memungkinkan menjadi beranekaragam, Berkembang, dan tumbuhnya lahjat tersebut serta disitu memungkinkan lahjat dengan kekhususan bahasa yang bebas.
Menurut pusat pembinaan dan pengembangan bahasa (1983), pertumbuhan dan perkembangan dialek (lahjat) sangat ditentukan oleh factor intralinguistik dan factor ekstralinguistik. Factor intralinguistik yaitu factor bahasa itu sendiri sedangkan factor ekstralinguistik seperti factor geografis, budaya, aktifitas ekonomi, politik, kelas social, dan sebagainya. Seperti halnya perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya factor social, geografis, budaya, agama, politik, dan adanya kesatuan bahasa.
C. Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah                                                                              Fenomena perbedaan lahjat pada garis besarnya berada di tiga macam titik khusus, yaitu: 1) Perbedaan Fonetik. Seperti contoh anta terucap ante/ente atau kata carema dengan cereme yaitu buah atau pohon cèrme. 2) Perbedaan Morfologi. 3) Pebedaan Semantik.
Misalnya bahasa Arab Ammiyyah  Mesir adalah bahasa lisan (percakapan) yang digunakan di negara Mesir dan beberapa wilayah Arab lainnya, semisal Sudan. Pada awalnya, penduduk Mesir menggunakan bahasa Qibti sebagai bahasa sehari-hari mereka. Setelah bangsa Arab memasuki wilayah Mesir (fathul-arab), maka tersebarlah bahasa Arab. Pada perkembangannya, bahasa Qibti mulai ditinggalkan dan tergantikan oleh bahasa Arab. Akan tetapi, bahasa Arab yang digunakan di Mesir tidak bisa terlepas dari dialek bahasa asli yang sudah mapan. Jadi, bahasa Arab Ammiyyah Mesir merupakan bahasa Arab Ammiyyah yang mendekati bahasa Arab Fuscha dengan dialek Mesir. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini.
مَعْنَى
Arti
مَصْرِيَة
Bhs Ammiyah Mesir
سَعُوْدِيَة
Bhs Ammiyah Saudi
فُصْحى
Bhs Arab resmi
Selamat pagi
صَبَاحُ الفوْل
Shabaahul fuul
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
Selamat sore
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul khair
                                     
Berdasarkan tempatnya (dialek geografi), secara garis besar bahasa Arab Ammiyyah Mesir dibedakan ke dalam dua bentuk dialek, yaitu dialek Mesir bagian Bawah/Hilir (Lower Egyptian) dan dialek Mesir bagian Atas/Hulu (Upper Egyptian). Dialek geografi ini dapat juga diklasifikasikan berdasarkan tempat di mana dialek itu digunakan, semisal dialek Kairo, dialek Alexandria, dialek Luxor, dialek Aswan, dan lain sebagainya. Adapun dilihat dari status sosial penggunanya (dialek sosial/sosiolek), bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu bahasa percakapan kaum terpelajar (the Educated Spoken Arabic), bahasa percakapan masyarakat biasa yang telah mengalami pencerahan (the Enlightened Spoken Arabic), dan bahasa percakapan masyarakat yang buta huruf (the Illiterate Spoken Arabic).








DAFTAR PUSTAKA

Dawud Salum._______. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah.
Dr. Ibrahim Anis. 1992. Fil Lahajaat Al-Arobiyah. Mesir: Maktabah Al-Anjalu.
Emil Badi Yaqub.______. Fiqhul Lughoh Al-Arobiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Taqofah Al-Islamiyah.
Ida Zulaeha. 2010.  Dialektologi: Dialek Geografi dan Dialek Sosial. Yogyakarta. Candi Gerbang Permai.
Ali. K. 1996. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Jakarta: Raja Grafindo Prasada.
Anwar Rasyid. 1969. Muhammad Rasulullah. Jakarta: Tintamas.
Chalil, Moenawar. 1969. Kelengkapan Tarich Nabi Muhammad. Jakarta: Bulan Bintang.
Mukhtar Yahya. 1980. Bangsa Arab Sebelum Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Suprianto. 2009. Antropologi kontekstual. Jakarta: CV. Mediatama.
Yuhan Fakh. 1980. Arabiyah Dirosat Fil Lughoh Wal Lahjat Wal Asalib. Mesir: Al-Ilhonji.
Leonardbloomfield. Language Bahasa (diterjemaahkan oleh I. Sutikno). (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1995).
http://hamimprof.blogspot.com/, diunduh tanggal 21 September 2013.



[1]Leonardbloomfield, Language Bahasa (diterjemaahkan oleh I. Sutikno). (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1995).  Hal: 1.
[2] Adalah berbagai macam status sosial budaya meliputi latar belakang, tempat, agama, ras, suku, dll.
[3] Ibid., hal: 1.
[4] Bahasa Arab yang terbagi dari tiga asal rumpun yaitu samiyah, hamiyah dan yafisiah, yang selanjutnya bahasa Arab dari rumpun smith ini menyebar ke syamaliyah dan janubiyah. Di symaliyah tersebar sampai ghorbiyah (dekat Romawi dan Yunani) dan syarqiyah (dekat Iraq yang dekat dengan persia). Sedangkan dijanubiyah tersebar ke Arabiya dan Habasyah (yang juga menyakup Etiopia, Jaz’iah, Amhariah, Hamiyah). Di Arabiyah terbagi menjadi dua yaitu janubiyah dan syamaliyah yaitu wasatil jazirah.
syamaliyah yang dekat dengan kerajaan Romawi, Persi dan Juga Yunani membuat daerah itu bisa saja akan dimasuki oleh mereka, sedangkan dijanubiayah tidak pernah dijamah oleh siapapun karena disitu daerahnya kering dan tandus, oleh karena itu ditempat ini aman untuk bahasa Arab dari percampuran dengan bahasa lain.
[5] Dr. Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arobiyah Wa Khosoisuha. Hal; 113-114.
[6] Dr. Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arobiyah Wa Khosoisuha. Hal; 115.
[8] Dr. Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah Al-Islamiyah. Hal: 120
[9] Loc.cipt.
[10] Dr. Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah Al-Islamiyah. Hal; 118
[11] Diantara contoh jelasnya adalah: "متي" بمعنى ((من)) الجارة في لغة هذيل، "وثب" بمعنى ((جلس)) في لغة حمير...ألخ Lihat: Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Hal:126
[12] Diantara contohnya adalah: عدم إعمال "ما" في لغة تميم، وإيقاء ألف ((هذان)) و ((هاتان)) في حالي النصب والجري في لغة بني الحارث بن كعب، وإبدال ياء ((الذين)) واوا في حالة الرفع في لغة هذيل.  Lihat: Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Hal:126    
[13] Dr. Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah Al-Islamiyah. Hal; 120-121.
[14] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 9
[16] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 9.
[17] Suprianto. Antropologi kontekstual, Jakarta; CV. Mediatama, 2009. Hal:128.
[18] Chalil, Moenawar. 1969, Kelengkapan Tarich Nabi Muhammad, Jakarta: Bulan Bintang, hal 24-25.
[19] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 10.
[20] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 10.
[21] Ibid, Hal: 10
[22] Ibid, Hal: 10
[23] Anwar Rasyid, 1969, Muhammad Rasulullah, Jakarta: Tintamas, hal 5.
[24] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 11.
[25] Dr. Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah Al-Islamiyah. Hal; 125-126.
[26] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 13.
[27] Ibid. Hal: 13.
[28] Ibid. Hal: 13.
[29] Dr. Mahmud Fahmi Hijazi. Muqodimah Fi Ilm Lughoh. Hal: 14.
[31] Ibid,.
[32] Ida Zulaeha. 2010. Dialektologi: Dialek Geografi dan Dialek Sosial. Yogyakarta. Candi Gerbang Permai. Hal: 22-23.
[33] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 16.
[34] Yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.
[35] Yaitu bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi (Assautiah) bahasa secara umum. Fonologi sama dengan ilmu aswat.
[36] Suprianto, Antropologi kontekstual, Jakarta; CV. Mediatama. 2009. Hal: 129.
[37] Ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata dan mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal untuk membentuk sebuah kata, atau disebut juga ilmu nahwu.
[38] Suprianto, Antropologi kontekstual, Jakarta; CV. Mediatama, 2009. Hal: 130.
[39] Kata yang sama lafal dan ejaannya dengan kata lain tetapi berbeda maknanya.
[40] Dawud Salum. Dirosatu Al-Lahjat Al-Arobiyah Al-Qodimah. Hal: 18.
[41] Ibid. Hal: 17-18.
[42] Ibid. Hal: 20.
[43] Ibid. Hal: 21.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -