Critical Review Desertasi
STUDI NASKAH ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D MASYARIB AL-AKHYAR KARYA SYEKH
YUSUF AL-TAJ: SUATU KAJIAN FILOLOGI karya Nabilah Lubis
IDENTITAS DISERTASI:
Judul Tesis :
STUDI NASKAH ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D
MASYARIB AL-AKHYAR KARYA SYEKH YUSUF AL-TAJ: SUATU KAJIAN FILOLOGI
Penulis :
Nabilah Lubis
Reviewer :
Muhammad Subhi Mahmasoni
Promotor 1 : Prof. Dr. Bustami, A. Gani
Promotor 2 :
Prof. Dr. Achadiati Ikram
Nama Instansi : SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi :
Sastra Arab
Tahun :
1992
Tebal Disertasi : xix + 290 + 50 lampiran
Status Disertasi : Disertasi ini statusnya sudah diterbitkan oleh
penerbit MIZAN
pada tahun 1996 dengan Judul Buku
“Syekh Yusuf
al-Taj al-Makasari Menyingkap Intisari
Segala Rahasia”.[1]
KALI INI SAYA INGIN MEMBERIKAN GAMBARAN
HASIL PENELITIAN FILOLOGI PALING PERTAMA DI LINGKUNGAN UIN/IAIN/STAIN. SEMOGA
DENGAN PEMAPARAN INI ANDA YANG TERTARIK DENGAN KAJIAN FILOLOGI AKAN TERGAMBAR
DENGAN JELAS BAGAIMANA KONSEP METODOLOGI YANG BAIK DAN TAHAPAN DALAM PENELITIAN
STUDI PERNASKAHAN DENGAN TINJAUAN FILOLOGI. SEHINGGA PADA AKHIRNYA TULISAN INI
SEDIKIT BANYAK BISA MEMBANTU ANDA DALAM PROSES PENELITIAN YANG SEDANG ANDA
LAKUKAN. AMIN.
BAB I: PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Lubis menyatakan bahwa latar belakang tertarik melakukan kajian Filologi
karena naskah mengandung informasi yang sangat berharga tentang alam fikiran,
sejarah, adat-istiadat dan informasi lain seperti perkembangan pemikiran dan
sejarah kebudayaan daerah tersebut. Naskah lama mengandung informasi penting,
namun jika tidak dikaji maka informasi itu tidak akan diketahui.[2]
Pernyataan ini agaknya dipengaruhi oleh para ahli filolog seperti Prof.
Baroroh Baried, Prof. Haryati Soebadio, dll. Lubis sendiri bertemu dengan
mereka pasca mengikuti pelatihan dibidang ini (PLPA) oleh DEPAG. Oleh karena itulah
maka alasan subjektif pemilihan naskah yang diplih Lubis kurang begitu jelas
selain karena naskah itu berbahas Arab yang berasal dari Makassar, Sulawesi
Selatan. Ketertarikan itu juga setelah ia melakukan pencarian dalam katalog
Frienderich.[3]
Namun demikian, jika melihat pendahuluan dari karya yang lainnya yaitu
tesisnya, maka setidaknya kita bisa mengerti alasan pemilihan naskah tersebut,
yakni karena naskah ini keadaannya baik, tulisannya bagus dan kertasnya tebal. Setelah
membaca dan membandingkan antara tesis dan desertasinya, di sini Lubis menurut reviewer
dalam desertasinya banyak melakukan pengulangan dari karya tesisnya. Hanya saja
dalam disertasinya ada bab yang membahas “Sejarah Perkembangan Tasawuf”. Bab
tersebut tidak lain untuk kepentingan perbandingan pemikiran tasawuf Syekh
Yusuf dengan ulama’ lainnya.
Naskah itu adalah Zubdat al-Asrar fi Tahqiq Ba’d Masyarib al-Akhyar karya
Syekh Yusuf al-Taj al-Makasari. Naskah tersebut berbicara tentang tasawuf. Dari
situlah maka Lubis juga ingin menelaah corak pemikiran tasawuf Syekh Yusuf yang
ada dalam naskah tersebut selain juga melakukan tugas filologi yaitu
penyuntingan teks.[4]
2.
Pelacakan Naskah
Dalam pendahuluan juga sekilas disinggung proses melacak naskah. Dalm
pelacakn naskah, Lubis melakukannya pertama kali dengan melihat katalog yang
disusun oleh Friederich dan Van Den Berg.[5] Naskah yang dipilih selesai ditulis pada tahun
1676M/1087H. Nomor kode A.45 dan berada di bagian naskah Arab Perpustakaan
Museum Jakarta (sekarang pindah ke Perpusnas). Naskah Zubdatul Asrar
juga ada dalam bagian naskah Oriental Manuskripts di perpustakaan
Universitas Leiden.
Naskah ini kondisinya baik, kertasnya tebal, ada terjemahannya dari Jawa, sehingga halamannya mencapai 222 halaman.
Setelah mengkopi dan mempelajari isinya yang ternyata tentang tasawuf, maka Lubis
baru mendalami kajian pustaka terkait dengan isi naskah, mulai dari riwayat
hidup pengarang, konteks historis, dan terlebih metodologi filologi seperti
penyuntingan teks, dll.[6]
3.
Riwayat Syekh Yusuf
Pada pendahuluan ini juga ada penyebutan sekilas biografi Syekh Yusuf.
Yaitu dari halaman 21-24. Selain itu juga disebut tokoh-tokoh lain yang
berbicara tentang tasawuf khususnya tema tauhid untuk sekadar perbandingan
seperti Ibn Arabi, al-Hallaj, Yazid, dll.
BAB II: DESKRIPSI NASKAH
Naskah Zubdatul Asrar (ZA) yang asli dari pengarang sulit dilacak
dan tidak ditemukan lagi. Buku ini adalah untuk murid-muridnya yang bergabung
dalam ajaran tarekatnya Syekh Yusuf. Tidak ada alasan yang jelas dari Syekh Yusuf
al-Taj kenapa buku itu ditulis.[7]
Namun dalam karya lainnya, yakni Taj al-Asrar, pengarang mengaku diminta
oleh beberapa teman dan murinya untuk menulis tentang ilmu rahasia ketuhanan.
Ia mengaku bukan ahlinya namun Syekh Yusuf juga tidak dapat menolak permintaan
itu.
Karena itulah Syekh Yusuf kemudian istikharah terlebih dahulu
untuk mendapat izin-Nya, yang seteleh mendapat petunjuk baru menamai kitabnya dengan
Taj al-Asrar. Isi kitab ini tidak jauh berbeda dengan naskah ZA. Yaitu
tentang tauhid, pentingnya bimbingan guru, dan akhlak kepada Tuhan. Teks juga
menyebut tentang manusia kamil, penuh dengan ayat Qur’an dan qaul (perkataan)
para sufi dan pengalaman mereka dalam menuju ma’rifatullah seperti
al-Hallaj dan al-Bustami.[8]
Alasan kenapa syekh Yusuf menulis ZA ini dalam tesisnya dijelaskan lebih
rinci lagi, yakni pada halaman 41-44, Lubis menduga (setelah membaca isinya)
bahwa sesuai keahlian Syekh Yusuf sebagai guru, sufi, ahli syariat, da’i, ahli
tarekat (suluk), ingin menyebarkan ilmunya kepada murid-muridnya dimanapun ia
berada. Karena dari riwayat hidup syekh Yusuf terbukti bahwa ia merupakan orang
yang menghayati ajaran agama dan selalu menyontoh kepada Rasulullah. Ia ingin
membersihkan akidah masyarakat dari praktek-praktek yang tidak sesuai dengan
hakikat agama. Ia menasihati dan melarang berbuat mungkar seperti yang terjadi
ketika ia di Gowa. Itu pula alasan kenapa Sykeh Yusuf ke Banten, yakni karena
ia merasa sudah tidak cocok lagi tinggal di Gowa.[9]
Teks ZA ditulis ketika syekh Yusuf sedang di Banten. Dalam kolofon
menyebut tanggal penulisannya pada bulan Safar 1087H/1667M, adapun Syekh Yusuf
wafat pada tahun 1111H/1699M. Artinya teks itu ditulis pada masa hidupnya namun
tidak bisa dipastikan apakah teks itu merupakan buah tangan syekh Yusuf sendiri
atau salinan dan jika salian juga tidak terdapat petunjuk siapa yang
menyalinnya.[10]
Naskah ZA ada 4 buah:
1.
Naskah ZA dengan kode A. 45 Jakarta
Naskah tersebut adalah naskah yang tertua dari keempat jenis naskah.
Naskah ZA memiliki ketebalan 222 halaman dengan 10 baris disetiap halamannya.
Satu baris bahasa Arab dan diikuti dengan satu baris terjemahnya (bahasa Jawa)
dengan tinta merah. Ukuran luarnya 23 x 19cm, bingkainya berkuran 15 x 10cm.
Kertanya bagus, tebal namun tidak ada cap air atau tanda lain yang membantu
menentukan usia naskah dengan tepat.[11]
Naskah ZA ini ada keteragan nama pengarang Syekh Yusuf al-Taj dan
menyebut tempat penulisannya di kerajaan Banten pada zaman sultan Abu al-Ma’ali
Abual-Mafakhir (Tirtayasa). Juga disebut teks selesai ditulis pada bulan Syawal
tahun 1087H/1676M.[12]
2.
Naskah ZA dengan kode A. 101 Jakarta
Naskah ini ada 20 halaman. Setiap halaman berisi 21 baris, cukup padat
dengan 14 kata setiap baris. Ukuran luar 22,5cmx19cm dan bingkai bacaan
berukuran 20 cmx13cm. Kertas tebal dan bagus, tanpa cap air. Tlisan bagus dan
rapih yang menggabungkan jenis khat riq’ah dan khat naskhi. Tidak
banyak kesalahan sebagaimana yang ditemukan dalam naskah A.45. disini juga
disebut pengarangnya dan selesai penulisannya sama seperti naskah ZA kode A.
45. Hanya saja disini juga disebut penyalinannya selesai paa bulan safar tahun
1187H/1776M.
3.
Naskah ZA dengan kode 108 Jakarta
Naskah ini terdiri dari 37 halaman. Setiap halaman berisi 17 baris dan
satu baris berisi 8 kata. Ukuran luar 17,5cm x 10,5cm, ukuran bingkai bacaan
12cm x 6cm. Kertas tipis dan kurang baik. Sebagian naskah rusak dan sulit
dibaca. Ada bekas seperti terbakar dan berlubang. Tulisan Arabnya bagus dan
kecil. Pakai khat naskhi dan ada tanda baca namun tidak banyak kesalahan
penempatan tanda baca.
Disebut pula pengarangnya dan penyalinan selesai pada bulan Sya’ban 1221H/1810M.
Disalin oleh Harun (Kadi Bone). Pemilik naskah disebut sultan Bone yang bernama
Syams al-Millah wa al-Din. Naskah ini tercatat pada katalog Musium Pusat Jakarta
pada 12 Januari 1971.
4.
Naskah ZA dengan kode Or. 7025 Leiden
Naskah ini terdiri dari 46 halaman. Setiap halaman 13 baris dan setiap
baris ada 10-12 kata. Kuranliar 18,5cmx12,5cm. Bingkai bacaan 13cmx10cm. Kertas
bagus, tebal, dan tidak ada cap air. Tulisan bagus tidak memaki tanda baca
vokal pendek. Penampilan juga rapih dan bagus. Ada interpolasi berupa sebuah
cerita lengkap sepanjang 2 halaman yang tidak ada dalam tiga jenis naskah di
atas. Tidak ada nama pengarang. Naskah diperoleh dari koleksi Snouck Hurgronje
pada tahun 1936.
Artinya, dari ketiga jenis naskah ZA (kode 45, 101 dan 108) memiliki
kesamaan dalam menyebut pengarang, urutan uraian naskah dan kualitas bahasanya.
Hal itu berbeda dengan naskah dengan kode Or. 7025 yang banyak interpolasi yang
sulit ditelusuri. Interpolasi ini penuh dengan kesalahan bahasa dan
penyimpangan penulisan.
BAB III: RIWAYAT HIDUP SYEKH YUSUF
Dalam desertasi bab III ini diuraikan riwayat hudup Syekh Yusuf al-Taj. Syekh
Yusuf lahir di kerajaan Gowa-Tallo di Semenajung Barat Daya pulau Sulawesi Selatan
yang sudah cukup strategis dari sudut pandang perdagangan rempah-rempah yang
suah ramai di kepulauan Nusantara kala itu. Perdagangan pada abad 16 sudah
ramai sehingga turut membantu tersebarnya agama Islam sampai ke kerajaan Gowa.[13]
Salah satu kehidapan Syekh Yusuf adalah bahwa ada riwayat yang
menyebutkan ia dipanggil oleh Raja untuk dinikahkan dengan putrinya karena ia
termasuk ilmuan. Namun Yusuf tetap ingat sumpahnya bahwa tidak akan menginjak
bumi Gowa sebelum ia menjadi sufi. Akhirnya sampai dipanggil 3 kali raja
menyuruh putrinya agar diantar ke tempat tinggal Yusuf di kampung Baru. Pasca
40 hari pernikahan, syekh Yusuf langsung meniggalkan istrinya untuk ibadah
haji.[14]
Perjalanan intelektualnya hingga ke Aceh. Di sana ia mendapat ijazah
tarekat Qadiriyah dari syekh Nuruddin ar-Raniri. Kemudian ke Yaman. Di sana ia
mendapat ijazah tarekat Naqsabandiyah dari Syekh Abdullah Muhammad al-Baqi
Billah. Kemudian kembali ke Gowa dan kemudian juga ke Banten pada masa sultan
Agung Tirtayasa.
Selain Zubdatul Asrar, ia juga mengarang beberapa buku lainnya
yang tidak kurang dari 23 judul buku. Diantaranya seperti Daf al-Bala’, Habl
al-Warid, Bidayat al-Mubtadi’, dll. Terkait isi buku yang berjumlah 23 tersebut
dideskrisikan oleh Lubis pada bab ini secara singkat namun cukup mendetail
yaitu dari halaman 67-97 yang kemudian bab III ini ditutup dengan pembahasan
corak tasawuf dan pemikiran syekh Yusuf.[15]
BAB IV: SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
Di bab ini diuraikan sejarah perkembangan tasawuf, al-Maqamat, al-Mahabbah
(cinta) dan ma’rifah, a-Ittihad, Fana’, Baqa’ dan Hulul, Wahdat
asy-Syuhud dan relasinya dengan Wahdat al-Wujud, dan karya-karya
Tasawuf yang terkenal pada masa syekh Yusuf.
Sebagaimana yang tertulis dalam tujuan penelitan desertasinya, bahwa penelian
tersebut salah satunya bermaksud memposisikan karya Syekh Yusuf dengan
karya-karya ulama’ lain sezaman dan yang kredibel dibidangnya (tasawuf).[16] Dengan
bab inilah, Lubis bermaksud menggali ajaran-ajaran, madzhab-madzhab, aliran,
dan corak pemikiran ulama-ulama tasawuf yang hidup pada masa Syekh Yusuf lalu
kemudian memperbandingkannya dengan karya ZA. Meskipun menurut reviewer
belum terlalu jelas memetakan dan menganalisisnya.
BAB V: TEKS DAN TERJEMAHAN ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D MASYARIB
AL-AKHYAR
Dalam bab inti ini (yaitu dari halaman 147-278) naskah Zubdatul Asrar
disunting dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sekali lagi reviewer
berkomentar bahwa tidak terlalu ada perbedaan dengan karya tesisnya. Dalam bab
ini Lubis hanya sedikit “memoles” saja (dari bab IV tesisnya) untuk bisa
dikatakan studi Filologi. Sehingga reviewer pun pada akhirnya harus
memuji kesempurnaan dalam penyuntingan yang dilakukan Lubis.
Dalam penyuntingan naskah ZA ini, yang dikerjakan Lubis pada umumnya dalam
naskah bahasa Arabnya memberikan catatan sebagai berikut:
1. Membenarkan kesalahan penulisan; seperti
kata اشهد
ditulis dengan اشتعل, kata الالباب
ditulis الباب,
kata إنما بعثت ditulis ما بعثت, dll.
2. Memberikan sub judul untuk memudahkan
pembaca; seperti judul “Tuhan Ada” pada halaman 151, “Keutamaan Zikir” pada
halaman 162, “Macam-Macam Dzikir” pada halaman 167, “Ahlakul Karimah” pada
halaman 185, dll.
3. Menambahkan kalimat yang tidak ada dalam
naskah; seperti dalam halalaman 151: إنّى وجهتوجهى, dan الله seperti
dalam halaman 171, dll.
Sedangkan dalam terjemahannya (bahasa Indonesia), pada umumnya Lubis dalam
penyuntingan teks memberikan catatannya sebagai berikut:
1. Memberikan sumber ayat al-Qur’an; seperti
dalam halaman 176 diberi catatan sumbernya surat al-Luqman ayat 12, surat al-Ikhlas
di halaman 267, surat al-Hadid ayat 3 seperti dalam halaman 248 dan 254, dll.
2. Memberikan sumber Hadis; seperti dalam
halaman 274 diberi catatan sumber: Hadis riwayat Ibn Abbas, Faiq al-Qadir, al-Manawi
(Cairo: Dar al-Fikr liltiba’ah, 1972), cet.II, jilid 2, hal: 544, juga dalam
halaman 264 diberi catatan hadis riwayat Muslim dari Ibn Abbas, catatan riwayat
al-Bukhari seperti dalam halaman 184, dll.
3. Juga memberikan penjelasan derajad hadis
tersebut; misalnya hadis gharib seperti dalam halaman 156,dll
4. Memberikan sumber qoul/perkataan
Ulama’; seperti dalam halaman 268 diberi catatan lihat Ibrahim al-Qurani dan Abd
al-Rauf al-Singkeli, hal: 469, 485, juga dalam halaman 264 diberi catatan Nur
al-Din Syuraibah, dll.
5. Menjelaskan bahwa itu perkataan ulama/para
Sufi bukan hadis, seperti dalam halaman 258, menjelaskan bahwa itu hadis Qudsi
bukan al-Qur’an seperti dalam halaman 254, al-Khalid an-Naqsabandi seperti
dalam halaman 250, dll.
Sebagai pelengkap, reviewer ingin menambahkan sekilas poin
penting dari isi naskah Zubdatul Asrar, yakni sebagai berikut:
1. Naskah ini berisi tentang ketauhidan, rukun
iman, keutamaan dzikir.
2. Naskah ini menjelaskan gambaran posisi-posisi
seorang hamba dengan Tuhannya.
3. Naskah ini juga membahas masalah tasawuf,
utamannya terkait Wahdat al-Wujud dan Maqamat.
BAB IV: KESIMPULAN
Dalam kesimpulannya, Lubis menyatakan baru kali ini naskah ZA dikaji
secara isinya dan juga dengan metode Filologi. Dengan kritik teks, ke empat
naskah dapat dibedakan. Untuk memperkenalkan isinya, perlu dilakukan
penerjemahan naskah. Karya ZA dianggap sejajar dengan karya-karya tasawuf
lainnya yang dihasilkan sezaman dengannya (pertengahan abad ke-17). Teks mencerminkan
ajaran-ajaran, madzhab-madzhab, aliran, dan corak pemikiran yang hidup pada
masanya. Dari situlah naskah ZA bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kajian
sejarah perkembangan Islam di Nusantara khusunya abad ke-17. Syekh Yusuf al-Taj
sebagai pengarang naskah bisa diketahui kepribadiannya melalui karyanya yang
salah satunya berupa ZA.
KRITIK DISERTASI
Keunggulan
1.
Dalam pentahkikan reviewer mengakui kehebatan peneliti. Di sana
begitu jelas dan detail pemaparan kesalahannya. Selain itu peneliti juga berani
menambahkan kaliamat yang tidak ada dalam naskah ZA selain juga memberikan
refrensi jika ada tulisan dari naskah ZA terdapat ayat al-Qur’an ataupun hadis
nabi, qoul ulama, dll.
2.
Pentahkikan ini secara tidak langsung adalah pengulangan dan penguatan karya
tesis Lubis yang mengkaji kesalahan gramatikal dalam naskah ZA. Artinya hanya
sedikit saja untuk “memolesnya” menjadi kajian Filologi. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah terkait kesalahan penulisan naskah ZA ataupun pentahkikan
naskah ZA.
3.
Untuk standar penelitian Disetasi di tahun tersebut (1992), yang juga
merupakan penelitian pertama tentang studi pernaskahan tinjauan filologi di
lingkungan UIN/IAIN/STAIN, penelitian naskah ZA yang dilakukan Lubis terbilang sudah
cukup detail dan mendalam, baik secara teoritis maupun praktis.
4.
Pemaparan hasil pentahkikan naskah pun dibuat kanan dan kiri, yakni kiri
untuk arti bahasa Indonesianya, dan kanan untuk naskah bahasa Arabnya. Dan
menurut reviewer teknis seperti ini lebih bagus guna untuk memberikan
cakupan pembaca menjadi lebih luas, selain juga membuat para pembaca untuk bisa
turut memperbandingkannya.
Kekurangan
1.
Metodologi yang dipakai hanya memakai pendekatan Filologi, padahal
isinya cukup untuk dibuat juga menjadi pendekatan Filologi dan Komparatif/Perbandingan
ataupun juga ditambah dengan pendekatan Historis. Oleh karena itu, perbandingan
isi naskah ZA kurang begitu nampak jelas meskipun ada bab IV yang membahas
sejarah perkembangan Tasawuf.
2.
Dalam penerjemahan naskah ZA, tidak disebut dengan jelas metode yang
dipakai. Apakah metode penerjemahan setia, penerjemahan semantis, ataupun
motede penerjemahan yang lainnya tidak disebut oleh Lubis.
Oleh karenanya, ini bisa menjadi peluang bagi
mahasiswa yang getol dibidang/jurusan terjemah untuk mengkajinya (cukup untuk
standar skripsi) terkait fenomena kesalahan penerjemahan atau metodologi
penerjemahan naskah ZA yang dilakukan oleh Nabila Lubis. Rewiewer juga
termasuk yang tertarik ingin berusaha mengkaji fenomena kesalahan penerjemahan tersebut.
3.
Jika kita membaca penelitian tesisnya (yakni yang berjudul Perbandingan
Bahasa Zubdat al-Asrar Karya Syekh Yusuf al-Taj dengan Bahasa Arab
Baku), maka isi Disertasinya Lubis menjadi sangat kurang dan tidak terlalu ada
perubahan yang signifikan dalam hal kajian teoritis, khusususnya teori di bab
IV.
[1] Menyingkap
Intisari Segala Rahasia adalah terjemahan Zuhdat al-Asrar karya Syekh Yusuf
yang ditulis pada tahun 1676 di Banten. Dalam karyanya ini, Syekh Yusuf yang
pada 9 November 1995 diangkat menjadi pahlawan nasional menyimpulkan beberapa
ajaran pokok di bidang tasawuf, misalnya tentang hubungan antara hamba dan
Tuhan, zikir, sifat kewalian, dan insan kamil. Buku ini juga memuat teks asli
Zubdat dalam bahasa Arab menurut keempat versi naskah yang ada, dan terjemahan
bahasa Jawa yang berasal dari abad kedelapan belas. Di samping itu semua,
Nabilah Lubis perintis bidang filologi di kalangan IAIN yang menyajikan buku
ini berdasarkan disertasinya meringkaskan riwayat hidup dan mengulas
karya-karya Syekh Yusuf, serta secara menarik menguraikan isi Zubdat dalam
konteks karangan-karangan lain Syekh Yusuf. Syekh Yusuf adalah ulama-pejuang
abad ke-17 asal Makasar. Selama dua tahun (Februari 1682-Desember 1683),
bersama-sama Sulatan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purbaya, Syekh Yusuf berjuang
melawan Belanda di Banten. Pada Desember 1683, Syekh Yusuf ditahan satu tahun
di Cirebon dan di Batavia sebelum dibuang ke Sailan, Srilangka. Selama dalam
pembuangan itu, Syekh Yusuf tetap menulis buku dan berdakwah. Inilah yang
menyebabkan Belanda, pada Juli 1693, membuang Syekh Yusuf ke Tanjung Harapan,
Afrika Selatan. Syekh Yusuf wafat di tempat pembuangan tersebut pada usia 73
tahun. Itulah sekilas isi buku tersebut.
[2] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar fi
Tahqiq Ba’d Masyarib al-Akhyar karya Syekh Yusuf al-Taj Suatu Tinjauan Filologi,
Disertasi SPs UIN Jakarta, hal: .
[9] Nabila Lubis, Perbandingan Bahasa Zubdat al-Asrar
Karya Syekh Yusuf al-Taj dengan Bahasa Arab Baku, Tesis SPs UIN Jakarta,
1988, hal: .
Halaman sengaja tidak saya cantumkan untuk menghindari kejahatan intelektual. oleh sebab itu bagi yang membutuhkan untuk mendapatkan informasi halamannya langsung komen saja ya sekalian saya biar tahu sekilas siapa anda yang suka dengan kajian ini. hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar