Kamis, 04 Januari 2018

Critical Review Desertasi STUDI NASKAH ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D MASYARIB AL-AKHYAR KARYA SYEKH YUSUF AL-TAJ: SUATU KAJIAN FILOLOGI karya Nabila Lubis

Critical Review Desertasi STUDI NASKAH ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D MASYARIB AL-AKHYAR KARYA SYEKH YUSUF AL-TAJ: SUATU KAJIAN FILOLOGI karya Nabilah Lubis


IDENTITAS DISERTASI:
Judul Tesis                  : STUDI NASKAH ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D MASYARIB AL-AKHYAR KARYA SYEKH YUSUF AL-TAJ: SUATU KAJIAN FILOLOGI
Penulis                         : Nabilah Lubis
Reviewer                      : Muhammad Subhi Mahmasoni
Promotor 1                 : Prof. Dr. Bustami, A. Gani
Promotor 2                 : Prof. Dr. Achadiati Ikram
Nama Instansi             : SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi                : Sastra Arab
Tahun                          : 1992
Tebal Disertasi                       : xix + 290 + 50 lampiran
Status Disertasi           : Disertasi ini statusnya sudah diterbitkan oleh
  penerbit MIZAN pada tahun 1996 dengan Judul Buku
 “Syekh Yusuf al-Taj al-Makasari Menyingkap Intisari
  Segala Rahasia”.[1]

KALI INI SAYA INGIN MEMBERIKAN GAMBARAN HASIL PENELITIAN FILOLOGI PALING PERTAMA DI LINGKUNGAN UIN/IAIN/STAIN. SEMOGA DENGAN PEMAPARAN INI ANDA YANG TERTARIK DENGAN KAJIAN FILOLOGI AKAN TERGAMBAR DENGAN JELAS BAGAIMANA KONSEP METODOLOGI YANG BAIK DAN TAHAPAN DALAM PENELITIAN STUDI PERNASKAHAN DENGAN TINJAUAN FILOLOGI. SEHINGGA PADA AKHIRNYA TULISAN INI SEDIKIT BANYAK BISA MEMBANTU ANDA DALAM PROSES PENELITIAN YANG SEDANG ANDA LAKUKAN. AMIN.

BAB I: PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Lubis menyatakan bahwa latar belakang tertarik melakukan kajian Filologi karena naskah mengandung informasi yang sangat berharga tentang alam fikiran, sejarah, adat-istiadat dan informasi lain seperti perkembangan pemikiran dan sejarah kebudayaan daerah tersebut. Naskah lama mengandung informasi penting, namun jika tidak dikaji maka informasi itu tidak akan diketahui.[2]
Pernyataan ini agaknya dipengaruhi oleh para ahli filolog seperti Prof. Baroroh Baried, Prof. Haryati Soebadio, dll. Lubis sendiri bertemu dengan mereka pasca mengikuti pelatihan dibidang ini (PLPA) oleh DEPAG. Oleh karena itulah maka alasan subjektif pemilihan naskah yang diplih Lubis kurang begitu jelas selain karena naskah itu berbahas Arab yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Ketertarikan itu juga setelah ia melakukan pencarian dalam katalog Frienderich.[3]
Namun demikian, jika melihat pendahuluan dari karya yang lainnya yaitu tesisnya, maka setidaknya kita bisa mengerti alasan pemilihan naskah tersebut, yakni karena naskah ini keadaannya baik, tulisannya bagus dan kertasnya tebal. Setelah membaca dan membandingkan antara tesis dan desertasinya, di sini Lubis menurut reviewer dalam desertasinya banyak melakukan pengulangan dari karya tesisnya. Hanya saja dalam disertasinya ada bab yang membahas “Sejarah Perkembangan Tasawuf”. Bab tersebut tidak lain untuk kepentingan perbandingan pemikiran tasawuf Syekh Yusuf dengan ulama’ lainnya.
Naskah itu adalah Zubdat al-Asrar fi Tahqiq Ba’d Masyarib al-Akhyar karya Syekh Yusuf al-Taj al-Makasari. Naskah tersebut berbicara tentang tasawuf. Dari situlah maka Lubis juga ingin menelaah corak pemikiran tasawuf Syekh Yusuf yang ada dalam naskah tersebut selain juga melakukan tugas filologi yaitu penyuntingan teks.[4]
2.      Pelacakan Naskah
Dalam pendahuluan juga sekilas disinggung proses melacak naskah. Dalm pelacakn naskah, Lubis melakukannya pertama kali dengan melihat katalog yang disusun oleh Friederich dan Van Den Berg.[5]  Naskah yang dipilih selesai ditulis pada tahun 1676M/1087H. Nomor kode A.45 dan berada di bagian naskah Arab Perpustakaan Museum Jakarta (sekarang pindah ke Perpusnas). Naskah Zubdatul Asrar juga ada dalam bagian naskah Oriental Manuskripts di perpustakaan Universitas Leiden.
Naskah ini kondisinya baik, kertasnya tebal, ada terjemahannya dari Jawa,  sehingga halamannya mencapai 222 halaman. Setelah mengkopi dan mempelajari isinya yang ternyata tentang tasawuf, maka Lubis baru mendalami kajian pustaka terkait dengan isi naskah, mulai dari riwayat hidup pengarang, konteks historis, dan terlebih metodologi filologi seperti penyuntingan teks, dll.[6]
3.      Riwayat Syekh Yusuf
Pada pendahuluan ini juga ada penyebutan sekilas biografi Syekh Yusuf. Yaitu dari halaman 21-24. Selain itu juga disebut tokoh-tokoh lain yang berbicara tentang tasawuf khususnya tema tauhid untuk sekadar perbandingan seperti Ibn Arabi, al-Hallaj, Yazid, dll.
BAB II: DESKRIPSI NASKAH
Naskah Zubdatul Asrar (ZA) yang asli dari pengarang sulit dilacak dan tidak ditemukan lagi. Buku ini adalah untuk murid-muridnya yang bergabung dalam ajaran tarekatnya Syekh Yusuf. Tidak ada alasan yang jelas dari Syekh Yusuf al-Taj kenapa buku itu ditulis.[7] Namun dalam karya lainnya, yakni Taj al-Asrar, pengarang mengaku diminta oleh beberapa teman dan murinya untuk menulis tentang ilmu rahasia ketuhanan. Ia mengaku bukan ahlinya namun Syekh Yusuf juga tidak dapat menolak permintaan itu.
Karena itulah Syekh Yusuf kemudian istikharah terlebih dahulu untuk mendapat izin-Nya, yang seteleh mendapat petunjuk baru menamai kitabnya dengan Taj al-Asrar. Isi kitab ini tidak jauh berbeda dengan naskah ZA. Yaitu tentang tauhid, pentingnya bimbingan guru, dan akhlak kepada Tuhan. Teks juga menyebut tentang manusia kamil, penuh dengan ayat Qur’an dan qaul (perkataan) para sufi dan pengalaman mereka dalam menuju ma’rifatullah seperti al-Hallaj dan al-Bustami.[8]
Alasan kenapa syekh Yusuf menulis ZA ini dalam tesisnya dijelaskan lebih rinci lagi, yakni pada halaman 41-44, Lubis menduga (setelah membaca isinya) bahwa sesuai keahlian Syekh Yusuf sebagai guru, sufi, ahli syariat, da’i, ahli tarekat (suluk), ingin menyebarkan ilmunya kepada murid-muridnya dimanapun ia berada. Karena dari riwayat hidup syekh Yusuf terbukti bahwa ia merupakan orang yang menghayati ajaran agama dan selalu menyontoh kepada Rasulullah. Ia ingin membersihkan akidah masyarakat dari praktek-praktek yang tidak sesuai dengan hakikat agama. Ia menasihati dan melarang berbuat mungkar seperti yang terjadi ketika ia di Gowa. Itu pula alasan kenapa Sykeh Yusuf ke Banten, yakni karena ia merasa sudah tidak cocok lagi tinggal di Gowa.[9]
Teks ZA ditulis ketika syekh Yusuf sedang di Banten. Dalam kolofon menyebut tanggal penulisannya pada bulan Safar 1087H/1667M, adapun Syekh Yusuf wafat pada tahun 1111H/1699M. Artinya teks itu ditulis pada masa hidupnya namun tidak bisa dipastikan apakah teks itu merupakan buah tangan syekh Yusuf sendiri atau salinan dan jika salian juga tidak terdapat petunjuk siapa yang menyalinnya.[10]
Naskah ZA ada 4 buah:
1.      Naskah ZA dengan kode A. 45 Jakarta
Naskah tersebut adalah naskah yang tertua dari keempat jenis naskah. Naskah ZA memiliki ketebalan 222 halaman dengan 10 baris disetiap halamannya. Satu baris bahasa Arab dan diikuti dengan satu baris terjemahnya (bahasa Jawa) dengan tinta merah. Ukuran luarnya 23 x 19cm, bingkainya berkuran 15 x 10cm. Kertanya bagus, tebal namun tidak ada cap air atau tanda lain yang membantu menentukan usia naskah dengan tepat.[11]
Naskah ZA ini ada keteragan nama pengarang Syekh Yusuf al-Taj dan menyebut tempat penulisannya di kerajaan Banten pada zaman sultan Abu al-Ma’ali Abual-Mafakhir (Tirtayasa). Juga disebut teks selesai ditulis pada bulan Syawal tahun 1087H/1676M.[12]
2.      Naskah ZA dengan kode A. 101 Jakarta
Naskah ini ada 20 halaman. Setiap halaman berisi 21 baris, cukup padat dengan 14 kata setiap baris. Ukuran luar 22,5cmx19cm dan bingkai bacaan berukuran 20 cmx13cm. Kertas tebal dan bagus, tanpa cap air. Tlisan bagus dan rapih yang menggabungkan jenis khat riq’ah dan khat naskhi. Tidak banyak kesalahan sebagaimana yang ditemukan dalam naskah A.45. disini juga disebut pengarangnya dan selesai penulisannya sama seperti naskah ZA kode A. 45. Hanya saja disini juga disebut penyalinannya selesai paa bulan safar tahun 1187H/1776M.
3.      Naskah ZA dengan kode 108 Jakarta
Naskah ini terdiri dari 37 halaman. Setiap halaman berisi 17 baris dan satu baris berisi 8 kata. Ukuran luar 17,5cm x 10,5cm, ukuran bingkai bacaan 12cm x 6cm. Kertas tipis dan kurang baik. Sebagian naskah rusak dan sulit dibaca. Ada bekas seperti terbakar dan berlubang. Tulisan Arabnya bagus dan kecil. Pakai khat naskhi dan ada tanda baca namun tidak banyak kesalahan penempatan tanda baca.
Disebut pula pengarangnya dan penyalinan selesai pada bulan Sya’ban 1221H/1810M. Disalin oleh Harun (Kadi Bone). Pemilik naskah disebut sultan Bone yang bernama Syams al-Millah wa al-Din. Naskah ini tercatat pada katalog Musium Pusat Jakarta pada 12 Januari 1971.
4.      Naskah ZA dengan kode Or. 7025 Leiden
Naskah ini terdiri dari 46 halaman. Setiap halaman 13 baris dan setiap baris ada 10-12 kata. Kuranliar 18,5cmx12,5cm. Bingkai bacaan 13cmx10cm. Kertas bagus, tebal, dan tidak ada cap air. Tulisan bagus tidak memaki tanda baca vokal pendek. Penampilan juga rapih dan bagus. Ada interpolasi berupa sebuah cerita lengkap sepanjang 2 halaman yang tidak ada dalam tiga jenis naskah di atas. Tidak ada nama pengarang. Naskah diperoleh dari koleksi Snouck Hurgronje pada tahun 1936.
Artinya, dari ketiga jenis naskah ZA (kode 45, 101 dan 108) memiliki kesamaan dalam menyebut pengarang, urutan uraian naskah dan kualitas bahasanya. Hal itu berbeda dengan naskah dengan kode Or. 7025 yang banyak interpolasi yang sulit ditelusuri. Interpolasi ini penuh dengan kesalahan bahasa dan penyimpangan penulisan.
BAB III: RIWAYAT HIDUP SYEKH YUSUF
Dalam desertasi bab III ini diuraikan riwayat hudup Syekh Yusuf al-Taj. Syekh Yusuf lahir di kerajaan Gowa-Tallo di Semenajung Barat Daya pulau Sulawesi Selatan yang sudah cukup strategis dari sudut pandang perdagangan rempah-rempah yang suah ramai di kepulauan Nusantara kala itu. Perdagangan pada abad 16 sudah ramai sehingga turut membantu tersebarnya agama Islam sampai ke kerajaan Gowa.[13]
Salah satu kehidapan Syekh Yusuf adalah bahwa ada riwayat yang menyebutkan ia dipanggil oleh Raja untuk dinikahkan dengan putrinya karena ia termasuk ilmuan. Namun Yusuf tetap ingat sumpahnya bahwa tidak akan menginjak bumi Gowa sebelum ia menjadi sufi. Akhirnya sampai dipanggil 3 kali raja menyuruh putrinya agar diantar ke tempat tinggal Yusuf di kampung Baru. Pasca 40 hari pernikahan, syekh Yusuf langsung meniggalkan istrinya untuk ibadah haji.[14]
Perjalanan intelektualnya hingga ke Aceh. Di sana ia mendapat ijazah tarekat Qadiriyah dari syekh Nuruddin ar-Raniri. Kemudian ke Yaman. Di sana ia mendapat ijazah tarekat Naqsabandiyah dari Syekh Abdullah Muhammad al-Baqi Billah. Kemudian kembali ke Gowa dan kemudian juga ke Banten pada masa sultan Agung Tirtayasa.
Selain Zubdatul Asrar, ia juga mengarang beberapa buku lainnya yang tidak kurang dari 23 judul buku. Diantaranya seperti Daf al-Bala’, Habl al-Warid, Bidayat al-Mubtadi’, dll. Terkait isi buku yang berjumlah 23 tersebut dideskrisikan oleh Lubis pada bab ini secara singkat namun cukup mendetail yaitu dari halaman 67-97 yang kemudian bab III ini ditutup dengan pembahasan corak tasawuf dan pemikiran syekh Yusuf.[15]
BAB IV: SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
Di bab ini diuraikan sejarah perkembangan tasawuf, al-Maqamat, al-Mahabbah (cinta) dan ma’rifah, a-Ittihad, Fana’, Baqa’ dan Hulul, Wahdat asy-Syuhud dan relasinya dengan Wahdat al-Wujud, dan karya-karya Tasawuf yang terkenal pada masa syekh Yusuf.
Sebagaimana yang tertulis dalam tujuan penelitan desertasinya, bahwa penelian tersebut salah satunya bermaksud memposisikan karya Syekh Yusuf dengan karya-karya ulama’ lain sezaman dan yang kredibel dibidangnya (tasawuf).[16] Dengan bab inilah, Lubis bermaksud menggali ajaran-ajaran, madzhab-madzhab, aliran, dan corak pemikiran ulama-ulama tasawuf yang hidup pada masa Syekh Yusuf lalu kemudian memperbandingkannya dengan karya ZA. Meskipun menurut reviewer belum terlalu jelas memetakan dan menganalisisnya.
BAB V: TEKS DAN TERJEMAHAN ZUBDAT AL-ASRAR FI TAHQIQ BA’D MASYARIB AL-AKHYAR
Dalam bab inti ini (yaitu dari halaman 147-278) naskah Zubdatul Asrar disunting dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sekali lagi reviewer berkomentar bahwa tidak terlalu ada perbedaan dengan karya tesisnya. Dalam bab ini Lubis hanya sedikit “memoles” saja (dari bab IV tesisnya) untuk bisa dikatakan studi Filologi. Sehingga reviewer pun pada akhirnya harus memuji kesempurnaan dalam penyuntingan yang dilakukan Lubis.

Dalam penyuntingan naskah ZA ini, yang dikerjakan Lubis pada umumnya dalam naskah bahasa Arabnya memberikan catatan sebagai berikut:
1.      Membenarkan kesalahan penulisan; seperti kata اشهد ditulis dengan اشتعل, kata  الالباب ditulis الباب, kata إنما بعثت ditulis ما بعثت, dll.
2.      Memberikan sub judul untuk memudahkan pembaca; seperti judul “Tuhan Ada” pada halaman 151, “Keutamaan Zikir” pada halaman 162, “Macam-Macam Dzikir” pada halaman 167, “Ahlakul Karimah” pada halaman 185, dll.  
3.      Menambahkan kalimat yang tidak ada dalam naskah; seperti dalam halalaman 151: إنّى وجهتوجهى, dan الله seperti dalam halaman 171, dll.
Sedangkan dalam terjemahannya (bahasa Indonesia), pada umumnya Lubis dalam penyuntingan teks memberikan catatannya sebagai berikut:
1.      Memberikan sumber ayat al-Qur’an; seperti dalam halaman 176 diberi catatan sumbernya surat al-Luqman ayat 12, surat al-Ikhlas di halaman 267, surat al-Hadid ayat 3 seperti dalam halaman 248 dan 254, dll.
2.      Memberikan sumber Hadis; seperti dalam halaman 274 diberi catatan sumber: Hadis riwayat Ibn Abbas, Faiq al-Qadir, al-Manawi (Cairo: Dar al-Fikr liltiba’ah, 1972), cet.II, jilid 2, hal: 544, juga dalam halaman 264 diberi catatan hadis riwayat Muslim dari Ibn Abbas, catatan riwayat al-Bukhari seperti dalam halaman 184, dll.
3.      Juga memberikan penjelasan derajad hadis tersebut; misalnya hadis gharib seperti dalam halaman 156,dll
4.      Memberikan sumber qoul/perkataan Ulama’; seperti dalam halaman 268 diberi catatan lihat Ibrahim al-Qurani dan Abd al-Rauf al-Singkeli, hal: 469, 485, juga dalam halaman 264 diberi catatan Nur al-Din Syuraibah, dll.
5.      Menjelaskan bahwa itu perkataan ulama/para Sufi bukan hadis, seperti dalam halaman 258, menjelaskan bahwa itu hadis Qudsi bukan al-Qur’an seperti dalam halaman 254, al-Khalid an-Naqsabandi seperti dalam halaman 250, dll.
6.      Memberikan sub judul sebagaimana yang ia berikan juga dalam naskah Arabnya. 
Sebagai pelengkap, reviewer ingin menambahkan sekilas poin penting dari isi naskah Zubdatul Asrar, yakni sebagai berikut:
1.      Naskah ini berisi tentang ketauhidan, rukun iman, keutamaan dzikir.
2.      Naskah ini menjelaskan gambaran posisi-posisi seorang hamba dengan Tuhannya.
3.      Naskah ini juga membahas masalah tasawuf, utamannya terkait Wahdat al-Wujud dan Maqamat.
BAB IV: KESIMPULAN
Dalam kesimpulannya, Lubis menyatakan baru kali ini naskah ZA dikaji secara isinya dan juga dengan metode Filologi. Dengan kritik teks, ke empat naskah dapat dibedakan. Untuk memperkenalkan isinya, perlu dilakukan penerjemahan naskah. Karya ZA dianggap sejajar dengan karya-karya tasawuf lainnya yang dihasilkan sezaman dengannya (pertengahan abad ke-17). Teks mencerminkan ajaran-ajaran, madzhab-madzhab, aliran, dan corak pemikiran yang hidup pada masanya. Dari situlah naskah ZA bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kajian sejarah perkembangan Islam di Nusantara khusunya abad ke-17. Syekh Yusuf al-Taj sebagai pengarang naskah bisa diketahui kepribadiannya melalui karyanya yang salah satunya berupa ZA.
KRITIK DISERTASI
Keunggulan
1.      Dalam pentahkikan reviewer mengakui kehebatan peneliti. Di sana begitu jelas dan detail pemaparan kesalahannya. Selain itu peneliti juga berani menambahkan kaliamat yang tidak ada dalam naskah ZA selain juga memberikan refrensi jika ada tulisan dari naskah ZA terdapat ayat al-Qur’an ataupun hadis nabi, qoul ulama, dll.
2.      Pentahkikan ini secara tidak langsung adalah pengulangan dan penguatan karya tesis Lubis yang mengkaji kesalahan gramatikal dalam naskah ZA. Artinya hanya sedikit saja untuk “memolesnya” menjadi kajian Filologi. Dalam hal ini yang dimaksud adalah terkait kesalahan penulisan naskah ZA ataupun pentahkikan naskah ZA.
3.      Untuk standar penelitian Disetasi di tahun tersebut (1992), yang juga merupakan penelitian pertama tentang studi pernaskahan tinjauan filologi di lingkungan UIN/IAIN/STAIN, penelitian naskah ZA yang dilakukan Lubis terbilang sudah cukup detail dan mendalam, baik secara teoritis maupun praktis.
4.      Pemaparan hasil pentahkikan naskah pun dibuat kanan dan kiri, yakni kiri untuk arti bahasa Indonesianya, dan kanan untuk naskah bahasa Arabnya. Dan menurut reviewer teknis seperti ini lebih bagus guna untuk memberikan cakupan pembaca menjadi lebih luas, selain juga membuat para pembaca untuk bisa turut memperbandingkannya.
Kekurangan
1.      Metodologi yang dipakai hanya memakai pendekatan Filologi, padahal isinya cukup untuk dibuat juga menjadi pendekatan Filologi dan Komparatif/Perbandingan ataupun juga ditambah dengan pendekatan Historis. Oleh karena itu, perbandingan isi naskah ZA kurang begitu nampak jelas meskipun ada bab IV yang membahas sejarah perkembangan Tasawuf.
2.      Dalam penerjemahan naskah ZA, tidak disebut dengan jelas metode yang dipakai. Apakah metode penerjemahan setia, penerjemahan semantis, ataupun motede penerjemahan yang lainnya tidak disebut oleh Lubis.
Oleh karenanya, ini bisa menjadi peluang bagi mahasiswa yang getol dibidang/jurusan terjemah untuk mengkajinya (cukup untuk standar skripsi) terkait fenomena kesalahan penerjemahan atau metodologi penerjemahan naskah ZA yang dilakukan oleh Nabila Lubis. Rewiewer juga termasuk yang tertarik ingin berusaha mengkaji fenomena kesalahan penerjemahan tersebut.
3.      Jika kita membaca penelitian tesisnya (yakni yang berjudul Perbandingan Bahasa Zubdat al-Asrar Karya Syekh Yusuf al-Taj dengan Bahasa Arab Baku), maka isi Disertasinya Lubis menjadi sangat kurang dan tidak terlalu ada perubahan yang signifikan dalam hal kajian teoritis, khusususnya teori di bab IV.


[1] Menyingkap Intisari Segala Rahasia adalah terjemahan Zuhdat al-Asrar karya Syekh Yusuf yang ditulis pada tahun 1676 di Banten. Dalam karyanya ini, Syekh Yusuf yang pada 9 November 1995 diangkat menjadi pahlawan nasional menyimpulkan beberapa ajaran pokok di bidang tasawuf, misalnya tentang hubungan antara hamba dan Tuhan, zikir, sifat kewalian, dan insan kamil. Buku ini juga memuat teks asli Zubdat dalam bahasa Arab menurut keempat versi naskah yang ada, dan terjemahan bahasa Jawa yang berasal dari abad kedelapan belas. Di samping itu semua, Nabilah Lubis perintis bidang filologi di kalangan IAIN yang menyajikan buku ini berdasarkan disertasinya meringkaskan riwayat hidup dan mengulas karya-karya Syekh Yusuf, serta secara menarik menguraikan isi Zubdat dalam konteks karangan-karangan lain Syekh Yusuf. Syekh Yusuf adalah ulama-pejuang abad ke-17 asal Makasar. Selama dua tahun (Februari 1682-Desember 1683), bersama-sama Sulatan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purbaya, Syekh Yusuf berjuang melawan Belanda di Banten. Pada Desember 1683, Syekh Yusuf ditahan satu tahun di Cirebon dan di Batavia sebelum dibuang ke Sailan, Srilangka. Selama dalam pembuangan itu, Syekh Yusuf tetap menulis buku dan berdakwah. Inilah yang menyebabkan Belanda, pada Juli 1693, membuang Syekh Yusuf ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Syekh Yusuf wafat di tempat pembuangan tersebut pada usia 73 tahun. Itulah sekilas isi buku tersebut.
[2] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar fi Tahqiq Ba’d Masyarib al-Akhyar karya Syekh Yusuf al-Taj Suatu Tinjauan Filologi, Disertasi SPs UIN Jakarta, hal: .
[3] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[4] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[5] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[6] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[7] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[8] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[9] Nabila Lubis, Perbandingan Bahasa Zubdat al-Asrar Karya Syekh Yusuf al-Taj dengan Bahasa Arab Baku, Tesis SPs UIN Jakarta, 1988, hal: .
[10] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[11] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[12] Zubdat al-Asrar, hal: . 
[13] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[14] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[15] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
[16] Nabila Lubis, 1992, Studi Naskah Zubdatul Asrar, hal: .
Halaman sengaja tidak saya cantumkan untuk menghindari kejahatan intelektual. oleh sebab itu bagi yang membutuhkan untuk mendapatkan informasi halamannya langsung komen saja ya sekalian saya biar tahu sekilas siapa anda yang suka dengan kajian ini. hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar