Sabtu, 21 Desember 2019

Pelatihan SKS di MAN Insan Cendekia Pekalongan

Pelatihan SKS di MAN Insan Cendekia Pekalongan 
Saya senang sekali mengikuti kegiatan ini karena bisa menambah wawasan khususnya di dunia pendidikan Indonesia.  Kali ini saya ingin membahas bahwa pendidikan Islam memang harus ada yang super milenial dan super dalam mengikuti perkembangan, termasuk era 4.0. Menteri Pendidikan yang baru, Nadiem Makarim, pernah berkata bahwa “perubahan teknologi, industri, dan budaya begitu sangat cepat. Hal-hal yang simpel jadi tidak simpel.” Karena itulah maka jelas, pemain-pemain dalam bidang teknologi memang harus disiapkan, termasuk model madrasah seperti MAN IC yang diharapkan bisa menuju ke arah sana ke depannya. 
Karena itulah maka dalam kesempatan ini saya ingin mencoba memunculkan nuansa itu dalam tulisan ini. Madrasah mau tidak mau memang harus ada yang seperti itu, super milenial, super modern, super kuat, termasuk kuat dalam hal sistem. Karena itu, maka madrasah yang di desain khusus untuk melahirkan generasi yang super dalam mengikuti proses percepatan teknologi itulah maka sistem-sistem pendidikan memang harus ditata serapih mungkin.
Jadi pelatihan yang saya ikuti kali ini adalah pelatihan sistem SKS dan sekaligus pelatihan E-Learning yang akan diterapkan di MAN Insan Cendekia Pekalongan. Kolaborasi dua sistem itulah yang diharapkan bisa lebih cocok untuk peserta didik MAN ICP. Dari sana maka diharapkan peserta didiknya bisa menjadi Habibie Habibie di masa-masa berikutnya. Karena bagaimanapun madrasah yang satu ini harus diakui memang memiliki sistem perekrutan peserta didik yang sedikit berbeda dengan madrasah atau bahkan sekolah lainnya.
Pada awalnya sistem tersebut namanya adalah “akselerasi” namun kemudian pada tahun 2014 diganti dengan sistem SKS.  Tahun berikutnya, tepatnya tahun 2015, juknis dari diknas terkait SKS baru muncul sehingga tahun inilah baru dimulai kembali “progam akselerasi” namun dengan nama baru yaitu progam ataupun sistem “SKS”. Di diknas sendiri ada dua jenis SKS yang pertama: Puskur dan yang kedua: Kelompok.
Sistem SKS di madrasah berbeda dengan sistem SKS di Perguruan Tinggi. Diantara yang membedakannya adalah: tidak ada pilihan matakuliah (matapelajaran), karena jika hal itu ada maka akan ada guru yang bisa jadi tidak dipilih oleh peserta didik jika guru tersebut misalnya “tidak disukai” karena teknik mengajarnya atau alasan subjektif ataupun alasan objektif lainnya. Oleh karena itu, SKS di madrasah sudah berupa sistem paketan. Perbedaan yang lainnya adalah di madrasah 1 SKS sama dengan 1 JP adapun di universitas 1 SKS 2 JP.
SKS tetap dilaksanakan selama 3 tahun dan kompetensi dasar (KD) tetap menjadi standar. Namun demikian, meskipun peserta didik yang sudah menyelesaikan SKS selama 2 tahun namun tetap di dalam emis ditulisnya reguler (artinya tetap 3 tahun). Karena itulah maka satu tahun sisanya bagi peserta didik yang sudah selesai 2 tahun bisa dimanfaatkan untuk pendalaman materi seperti UN, UTBK, dll ataupun bisa dipakai untuk ekstra seperti Tahfidz, Robotik, Batik, Bahasa Asing (Jepang, Korea Selatan, Inggris, Arab, dll).
Karena itulah maka sistem SKS di madrasah menjadikan beberapa model kelas, yaitu kelas KC (kelas cepat) yang harus ditempuh selama 2 tahun, kelas KN (kelas normal) ditempuh selama 3 tahun dan kelas KL (kelas lambat) ditempuh selama 4 tahun. Namun demikian kelas KL sudah dipastikan tidak akan diadakan progamnya di madrasah karena sudah pasti tidak ada orang tua peserta didik yang menyetujui anaknya mengikuti progam ini.
Sebagaimana sudah disinggung di atas, bahwa peserta didik bisa menyelesaikan SKS selama 2 tahun dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu madrasah dan orang tua peserta didik. Tentu saja juga tidak semua peserta didik bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa mendapat progam SKS 2 tahun karena bagaimanapun tetap ada tes terlebih dahulu untuk mengukur kemampuan peserta didik yang layak dan mampu mengikuti progam tersebut.
Bagi mereka yang sudah disetujui kedua pihak menjalankan progam SKS 2 tahun jika tidak mampu menyelesaikan maka bisa diikutsertakan ke kelas normal. Artinya tetap tidak ada resiko jika memang dalam perjalanannya tidak sanggup untuk meneruskan progam kelas KC (kelas cepat).
Sistem SKS sendiri menjadikan keharusan adanya RPP pilihan sesuai kemampuan peserta didik sehingga tidak bisa sama antara satu guru dengan guru lainnya, antara satu madrasah dengan madrasah lainnya. Karena kemampuan satu siswa dengan siswa lainnya berbeda. Oleh karena itu pula maka sudah pasti tidak bisa copy-paste. Inilah salah satu manfaat dari sistem ini, yang saya kira bagus karena sudah mengetahui potensi peserta didik yang kedepannya mau diberi materi yang seperti apa, dsb.
Manfaat lainnya adalah pinjerprin bisa memakai face screen kemudian poto bisa di kirim ke sistem. Manfaat lainnya juga bisa moving class[1] Semua materi guru juga bisa di unggah ke E-Learning yang bisa diakses oleh peserta didik. Inilah salah satu manfaat dari sistem E-Learning. Artinya peserta didik sudah mengetahui semua jenis materi yang akan dipelajari selama pembelajaran berlangung. Selain itu peserta didik sudah bisa mempersiapkan diri sejak awal sebelum pembelajaran dimulai.
Semoga Manfaat. Untuk mengenal E-Learning di Madrasah silahkan baca di sini.

Pekalongan, 6 Desember 2019



[1] Moving Class memiliki ciri: siswa datang ke kelas guru, siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam belajar, dan belajar sesuai kesadaran siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar