Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Mantra dan Efeknya
Zaman dulu, para kyai ampuh dalam menyembuhkan berbagai penyakit hanya dengan washilah (perantara) segelas air putih yang dibacakan do’a kemudian disebulkan ke dalam air putih tersebut. Nuansa praktek pengobatan yang seperti “mbah Dukun” ini sudah lazim bagi mereka para kyai antik. Bedanya jika dukun dengan bantuan makhluk halus sedangkan kyai dengan pertolongan Allah SWT dengan do’a yang dipanjatkannya.
Do’a inilah yang mampu membuat unsur-unsur yang ada
dalam air putih menjadi berubah semakin baik dan bermanfaat untuk tubuh. Dalam
penelitan yang dilakukan di Jepang misalnya, Masaru Emoto (1943-2014) menyatakan
bahwa partikel molekul air bisa berubah karena situasi sekitarnya. Air yang
didengarkan musik-musik kurang baik menjadikan air itu rusak dan kurang baik
untuk diminum. Hal ini berbeda dengan air yang didengarkan musik-musik yang
baik menjadikan air yang kurang baik bahkan menjadi aman dan baik untuk
diminum. Itulah fakta ilmiah kehebatan “mantra” baik berupa do’a maupun jenis
suara lainnya yang menjalar ke dalam air.
Tidak terkecuali partikel air zamzam yang kita tahu adalah mukjizat nabi
Ismail. Tentu saja air ini berbeda dengan air jenis apapun. Terlebih air ini
berada dilingkungan masjid al-Haram Makkah al-Mukarramah yang senantiasa dzikir
terdengar di sana. Biasanya warga muslim akan menguji air zamazam asli dengan air
zamzam palsu hanya dengan dibiarkan saja dalam waktu beberapa bulan lamanya.
Hal ini jika air itu berubah menjadi keruh atau terdapat jentik nyamuknya maka
bisa dipastikan itu zamzam palsu. Hal ini karena air zamzam memang tidak akan
berubah partikelnya apalagi sampai dijadikan tempat nyamuk bertelur. Di sinilah
perbedaannya antara air zamzam dan air biasa.
Bahkan penelitian yang lain di Arab Saudi menunjukkan air bekas wudhu yang
dialirkan dari masjid ke taman atau pohon kurma memberikan efek yang lebih
bagus untuk tanaman dibandingkan air biasa. Hal ini tidak lain air wudhu paling
tidak sudah dibacakan niat karena Allah SWT. Fakta adanya efek “mantra” yang
dibacakan ke dalam air menjadi perlu dihayati bersama secara lebih mendalam. Dalam
hal ini mantra bisa disalurkan bukan ke dalam air, melainkan segalanya, baik
itu benda maupun makhluk hidup.
Kognitif bayi yang baru lahir dalam penelitian terbaru di Indonesia
menunjukkan bahwa bayi yang di berikan suara atau lantunan adzan menjadi lebih
hidup kognitifnya, lebih terangsang dan aktif pancaindranya. Inilah sederet
fakta kehebatan “mantra” baik untuk benda maupun makhluk hidup. Jika
dikembangkan lagi maka setiap manusia juga pada dasarnya bisa memberikan mantra
kepada diri sendiri. Misalnya mantra diri untuk tetap sehat, tetap muda, tetap
bermanfaat dsb, inilah contoh mantra dalam bentuk sugesti.
Pekalongan, 16 November 2022
Nikah Nang!
Orang tua kami menulis buku yang berisi nasehat untuk putranya agar menikah, Nikah Nang! Buku ini kurang lebih berisi nasehat agar putranya lekas segera menikah. Menikah bagi seorang muslim tentu saja adalah ibadah, utamanya mengikuti sunnah, dalam sabda Nabi “an-Nikahu Sunnati”.
Jauh sebelum orang tua kami, Hujjatul Islam, al-Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin telah menulis tentang keutamaan menikah dan sekaligus bahaya menikah. Keduanya diposisikan secara seimbang oleh beliau dengan uraian yang begitu bijaksana, normatif, dan filosofis.
Buku lain yang lebih ke “fisikli/jasadi” dalam rangka membimbing mencari pasangan dan teknis berhubungan badan adalah kitab Qurratul Uyun karya Muhammad at-Tihami Ibnu Madani dan Fathul Izar karya Abdullah Fauzi. Kedua kitab ini agaknya penulis berharap pembaca bisa mencari pasangan yang baik secara fisik dan baik secara akhlak serta mendapatkan bimbingan untuk berhubungan badan secara baik dan benar.
Buku lain yang ditulis dalam rangka membimbing calon pengantin atau calon pasangan adalah kitab Uqudul Lijain karya Muhammad bin Umar an-Nawawi. Kitab ini berupaya agar rumah tangga tetap eksis meskipun badai menerjang. Hal ini dengan disuguhkan kisah-kisah inspiratif dalam menjelaskan hak dan kewajiban pasangan suami istri untuk menguatkan suami-istri dan tetap beretika dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Buku atau kitab-kitab tersebut sudah seharusnya sangat cukup untuk memberikan bimbingan mengarungi bahtera rumah tangga. Kitab ini bahkan sudah bisa dibaca versi terjamahan bahasa Indonesianya yang bahkan bisa di download secara gratis di internet. Namun nyatanya fenomena perceraian sangat banyak ditemukan. Karena itulah penulis merasa prihatin hingga ingin turut menyarikan sebuah wejangan akan urusan bahtera rumah tangga. Bersambung . . . .
Bulan Shafar Tumpah Bala’ di Rabu Pungkasan
Bulan Shafar
Tumpah Bala’ di Rabu Pungkasan
Bulan kedua dalam kalender hijriyah ini dalam tradisi umat Islam di Indonesia khususnya Jawa, terdapat tradisi yang baik khusus di hari rabu akhir bulan Safar atau yang lebih dikenal dengan Rabu Pungkasan. Jika membaca sebab adanya tradisi baik tersebut karena adanya riwayat di hari tersebut diturunkan cobaan sebanyak 320.000. Karena itulah pada hari Rabu akhir bulan Shafar ini para ulama mengajarkan untuk shalat hajat li daf’il bala’ (shalat hajat untuk menolak bala’). Rakaat pertama membaca surat at-Takastur sebanyak 17 kali setelah surat al-Fatikhah dan surat al-Ikhlas sebanyak 5 kali di rakaat kedua setelah surat al-Fatikhah, kemudian surat al-Falaq dan al-Nas masing-masing satu kali.
Selain shalat sunnah hajat tersebut, setelah shalat
maghrib dianjurkan membaca surat Yasin dan pada ayat “salamun qoulam min
robbirrokhim” diucapkan sebanyak 313 kali. Hal ini tidak lain karena
hati-hati dalam menyikapi turunnya bala’ tersebut. Selain itu juga ada sabda
Nabi tentang adanya kesialan di hari Rabu di setiap akhir bulan. Beliau
bersabda “Akhiru Ar’biai fi al-Syahri Yaumu Nahsin Mustammir” (Rabu terakhir
setiap bulan adalah hari sial terus).
Pada dasarnya semua bulan dan hari adalah baik. Dan
sudah seharusnya manusia lebih memilih bersikap meyakini kebaikan dari pada
keburukan. Karena itulah nabi Muhammad SAW menyatakan tidak ada kesialan di
bulan Shafar sebagai respon untuk keyakinan jahiliyah kala itu. Karena sebagaimana
yang diyakini di zaman Jahiliyah, bulan ini adalah tasa’um (menganggap
sial). Di sini beliau bersabda “tidak ada wabah (yang menyebar dengan
sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung
dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit
kusta sebagaimana engkau menghindari singa”. (HR. Imam al-Bukhari dan Muslim). Namun demikian, tetap saja
ada baiknya jika manusia tetap berdo’a, bermunajat yang terbaik dan menjaga
sikap kehati-hatian khususnya di hari rabu akhir bulan Shafar.