Posted by : Cak_Son Minggu, 11 Januari 2015

SILABUS


STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menguasai pengertian Stilistika (ilmu al-uslub) dan ruang lingkupnya, serta mampu mengaplikasikan dalam menganalisis teks-teks Arab.  
KOMPETENSI DASAR
1. Pengertian stilistika (ilmu al-uslub)
2. Sejarah stilistika
3. Ranah kajian (ruang lingkup) stilistika
4. Mengidentifikasi perbedaan stilistika,  balaghah dan kritik sastra
5. Aplikasi stilistika
BUKU BACAAN
Gorys Keraf: Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004)
Nyoman Kutha Ratna: Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Akhmad Muzakki: Stilistika al-Qur`an: Gaya Bahasa al-Qur`an dalam Konteks Komunikasi (Malang: UIN Press, 2010)
dll
PENGERTIAN STILISTIKA
Stilistika, (kata style diturunkan dari bahasa Latin, "stilus", yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin) secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang obyeknya berupa style (gaya bahasa). Sedangkan style adalah cara penggunaan bahasa dari seseorang dalam konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Karena perkembangan makna itu, sehingga style atau gaya bahasa menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok dan tidaknya pemakaian suatu kata, frase atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu.
Di Yunani ada dua paham tentang style:
Pertama, adalah paham yang terkenal dengan sebutan platonik, yang mengatakan bahwa style adalah kualitas suatu ungkapan. Karena itu, bagi paham ini kemungkinan adanya style dalam satu ungkapan bisa ada dan bisa juga tidak.
Kedua, adalah paham yang terkenal dengan sebutan paham Aristoteles. Paham ini beranggapan bahwa style adalah kualitas yang inhern dalam suatu ungkapan. Karena itu, setiap karya pasti mengandung style, hanya kualitasnyalah yang berbeda (Zainuddin Fananie, 2001: 26).
Dalam literatur Arab, istilah stilistika dikenal dengan sebutan `ilm al-uslūb. Secara etimologis, uslūb adalah al-ṭarīq wa al-wajh wa al-madhhab (metode, cara, dan aliran). Dalam pengertian umum, uslūb adalah cara menulis, atau cara memilih dan menyusun kata untuk mengungkap makna tertentu sehingga mempunyai tujuan dan pengaruh yang jelas (Aḥmad al-Shāyib, 1995: 40-59).
Para sastrawan Arab membagi uslūb menjadi tiga:
1) Uslūb khiṭābī, uslūb ini menekankan pada ungkapan yang fasih (ibārah jazlah), kalimat yang sempurna dan intonasi.
2) Uslūb `ilmī, uslūb ini menekankan pada logika yang kuat, susunan argumentasi, dan dapat diandalkan dalam menolak keragu-raguan.
3) Uslūb adabī, uslūb ini menggunakan ungkapan yang lembut, penyampaian yang halus karena bertujuan untuk memuaskan emosi dan membangkitkan rasa.
Berdasarkan penjelasan ini, dipahami bahwa stilistika atau `ilm al-uslūb adalah ilmu yang mengkaji dan menyelidiki bahasa yang digunakan para sastrawan dalam mengeksploatasikan dan memanfaatkan unsur-unsur, kaidah, dan pengaruh yang ditimbulkan, atau mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra dan meneliti deviasi dari tata bahasa yang ditimbulkan.  
SEJARAH STILISTIKA
Perkembangan stilistika tidak bisa dilepaskan dengan perkembangan retorika. Barthes menunjukkan sejumlah praktik sosial yang pernah muncul di Barat sejak abad ke-5 SM hingga abad ke-19 M, yaitu:
a)      retorika sebagai teknik, sebagai seni persuasi;
b)       retorika sebagai seni mengajar;
c)       retorika sebagai ilmu;
d)     retorika sebagai sistem moral;
e)      retorika sebagai praktik sosial;
f)       retorika sebagai parodi dan alusi;
Pada awal perkembangannya retorika Yunani Kuno digunakan dalam ruang pengadilan. Aristoteles membedakan antara puitika dan retorika sebagai asal-usul stilistika.  Puitika adalah teori sastra dalam kaitannya dengan epik, drama dan lirik. Esensi puisi adalah imitasi, sedang esensi retorika adalah persuasi.
Tujuan retorika adalah efektivitas praktis, sedang tujuan puitika adalah keindahan. Retorika memberikan perhatian pada penalaran, sedang puitika pada penciptaan.
Abad pertama, sejak lahirnya agama Kristen retorika digunakan untuk khotbah dan pelaksanaan religius lainnya. Selama abad pertengahan perjalanan retorika mengalami dua fase, tiga abad pertama mengalami kemajuan karena didukung pengaruh agama Kristen, dan tujuh abad kedua mengalami kemunduran karena dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan teoritis, adanya kecendrungan cara-cara yang aneh yang pada gilirannya memicu digunakannya stilistika.
Kelahiran zaman baru, renaissance sebagai kelahiran kembali zaman klasik, yaitu zaman Yunani dan Romawi Kuno, maka pada masa itu ditandai dengan kelahiran retorika humanis, sebagai reaksi terhadap tradisi skolastisisme dan teologi abad pertengahan. 
Pada abad ke-18 hingga ke-20 retorika mengalami kemunduran, menurut Gorys Keraf salah satu indikatornya adalah terjadinya pergeseran dari tradisi lisan ke tulis sebagai akibat ditemukannya mesin cetak.
Dengan adanya tradisi tulis, retorika modern jelas didominasi oleh bahasa tulis. Dari sini kemudian istilah stilistika berkembang menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang mendapat perhatian penuh. 
PERBEDAAN STILISTIKA DAN BALAGHAH
1) Balāghah termasuk rumpun ilmu bahasa lama yang statis, ia hanya memperhatikan macam-macam pengungkapan yang sesuai dengan tuntutan keadaan (muqtaḍā al-ḥāl), dan terpaku pada masa dan ragam bahasa tertentu. Sedangkan stilistika termasuk ilmu bahasa baru yang dinamis dan berkembang. Ia mengkaji fenomena-fenomena bahasa dari dua arah:
a)  Arah horizontal, yaitu mendeskripsikan hubungan fenomena-fenomena bahasa antara yang satu dengan yang lainnya dalam satu kurun waktu.
b)  Arah vertikal, yaitu mengakji perkembangan suatu fenomena bahasa dalam beberapa masa.
2) Kaidah-kaidah ilmu balāghah bersifat statis, tidak mengalami perubahan, sehingga kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah tersebut dianggap suatu kesalahan. Berbeda dengan stilistika, ia mengkaji bahasa dengan melihat dan menjelaskan perubahan-perubahan beserta fenomena-fenomenanya berdasarkan maksud penutur dan kesan pendengar atau pembaca, tanpa menghakimi apakah fenomena bahasa tersebut salah atau benar.
Karena stilistika selalu mengedepankan dua teori, yaitu preferensi dan deviasi maka implikasinya, ketika menyimak suatu teks pemilihan dan penyimpangan kata atau kalimat yang ada di dalamnya dapat diungkapkan.
3) Balāghah menggunakan istilah muqtaḍā al-ḥāl, sedangkan stilistika menggunakan istilah mauqīf. Istilah mauqīf dalam stilistika lebih rumit dari pada istilah muqtaḍā al-ḥāl dalam ilmu balāghah, karena ia berkaitan dengan psikologi (Syihabuddin Qalyubi, 1997: 30).
PERBEDAAN STILISTIKA DAN KRITIK SASTRA
Stilistika dan kritik sastra memiliki persamaan, keduanya sama-sama mengkaji berbagai ragam karya sastra. Stilistika mengkaji karya sastra pada aspek-aspek yang tampak (intrinsik), seperti pemilihan kata, kalimat, fonologi, dan sebagainya. Sementara kritik sastra bukan saja mengkaji aspek-aspek yang tampak, tetapi aspek-aspek yang tidak tampak juga menjadi pembahasan (ekstrinsik).
RANAH KAJIAN STILISTIKA
Khafājī (1992:11) berpendapat , kajian stilistika di antaranya adalah persoalan-persoalan yang terkait dengan: 1) ṣawtīyah (fonologi), 2) jumlīyah (macam-macam struktur kalimat), 3) mu`jamīyah (leksikologi), dan 4) balāghīyah (seperti penggunaan gaya bahasa, seperti gaya bahasa metafor, hipalase, mitonimi, dan sebagainya).
Wahbah al-Zuhailī (2005: 35) berpendapat, karakteristik uslūb al-Qur`ān di antaranya: 1) Susunan kalimatnya indah, berirama, dan bersajak yang mengagumkan sehingga dapat membedakan dengan ungkapan-ungkapan lainnya, baik dalam bentuk syair, prosa maupun pidato. 2) Pemilihan lafaẓ, struktur, dan ungkapannya yang indah. 3) Kelembutan suara di dalam menyusun huruf. 4) Kesesuaian lafaẓ dan makna.
Al-Zarqānī (2004: 446), karena al-Qur`ān sebagai mukjizat dan pedoman hidup umat manusia, maka karakteristik uslūb al-Qur`ān meliputi: 1) keindahan aspek fonologinya, 2) memuaskan kalangan tertentu dan orang-orang awām, 3) memuaskan akal dan rasa, 4) keindahan susunan al-Qur`ān dan hukum yang dikandungnya, 5) keindahan dalam memalingkan ungkapan dan kaya dalam variasinya, 6) ungkapan al-Qur`ān adakalanya bersifat global dan terinci, dan 7) kesesuaian lafaẓ dan makna.
Al-Rāfi`ī (t.t.: 212), ia menyebut lebih ringkas dan simple: 1) sifat-sifat fonetis, 2) susunan huruf dalam rangkaian kata, 3) susunan kata dalam rangkaian kalimat, dan 4) struktur kalimat.
Ṣalāh Faḍal (1998: 115), karena uslūb terkait dengan jiwa seseorang, maka uslūb adalah orang itu sendiri (al-nās nafsuh), sehingga wajar apabila masing-masing orang mempunyai obyek kajian stilistika yang berbeda. Namun, analisis teks dengan menggunakan pendekatan stilistika tidak bisa dilepaskan dari tiga unsur pokok, yaitu: 1) al-unṣūr al-lughawī (unsur bahasa), 2) al-unṣūr al-naf`ī, seperti pengarang, pembaca, konteks historis, dan seterusnya, dan 3) al-unṣūr al-adabī (unsur keindahan sastra).
Dapat disimpulkan bahwa obyek atau ranah kajian stilistika meliputi:
1) al-aṣwāt (fonologi),
2) ikhtiyār al-lafẓ (preferensi kata),
3) ikhtiyār al-jumlah (preferensi kalimat),
4) al-uslub (gaya bahasa), termasuk di dalamnya masalah inhiraf (deviasi).

Sementara sampai slide 27 dulu ya, suer kuesel e, total slidenya ustadz ada 58 jadi pegel mindahinnya, nanti kapan2 saya tambahkan…. 

{ 2 komentar... read them below or Comment }

  1. Stilistika, (kata style diturunkan dari bahasa Latin, "stilus", yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin) secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang obyeknya berupa style (gaya bahasa).Hal ini sangat membantu sekali gan..terima kasih. silakan kunjungi balik di sini.

    BalasHapus
  2. Stilistika, (kata style diturunkan dari bahasa Latin, "stilus", yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin) secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang obyeknya berupa style (gaya bahasa).Hal ini sangat membantu sekali gan..terima kasih. silakan kunjungi balik di sini.

    BalasHapus

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -