Selasa, 31 Mei 2016

Memaknai Keberkahan

Memaknai Keberkahan


Berangkat dari beberapa sahabat saya yang agaknya sangat tidak percaya bahkan boleh dikatakan anti dengan yang namanya barokah, penulis menjadi terketuk untuk menulis seputar keberkehan yang semoga memberikan manfaat dunia akhirat. Amin.
Pertama dan yang paling utama sekali yang harus diungkap dalam pembasan ini adalah arti keberkahan itu sendiri karena hal itu akan berlaku sebagai patokan atau standarisasi dalam paragraf-paragraf selanjutanya. Barakah berarti bertambahnya kebaikan (ziaydatul Khair). Dalam KBBI barakah menjadi berkah yang artinya karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Dari situlah maka dapat difahami barakah adalah bertambahnya kebaikan yang dikaruniai oleh Allah SWT kepada kehidupan manusia.  
Setelah jelas arti barokah maka yang terfikirkan selanjutnya tentunya adalah bagaimana cara mendapatkan barokah. Dalam Islam sendiri ada ungkapan yang sangat dianjurkan sehingga wajib dalam menjawabnya, ungkapan itu adalah: Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh, di mana ungkapan tersebut adalah ungkapan awal yang harus disampaikan setiap kali pertama pertemuan antar sesama muslim di manapun tempatnya karena itu sebagai do’a dan sekaligus harapan terbaik untuk saudara sesama muslim.
Lantas yang terbesit dibenak kita adalah pertanyaan “seperti apa perwujudan nyata dari keberkahan tersebut?”, dalam hal ini tentunya perlu dipaparkan kisah yang syarat akan keberkahan sebelum memaparkan dan mencari-cari pengalaman pribadi kita masing-masing yang berkaitan dengan keberkahan yang tentunya juga tidak kalah penting sebagai penguat karena bagaimanapun pengalaman pribadi lebih meyakinkan dibandingkan dengan apapun.
Sebuah cerita yang sangat masyhur bahwa panglima Islam yang hidup di zaman Rasulullah, Khalid bin Walid, adalah panglima yang tak terkalahkan. Beliau selalu menang disetiap pertempuran melawan orang-orang kafir. Kemudian pada suatu hari terjadi peperangan mahkota beliau terjatuh (ibarat zaman sekarang semacam peci) di medan perang, lantas beliau menyuruh kaum muslimin untuk segera mencari mahkota beliau. Singkat cerita, ada sahabat yang berani menanyakan tentang kenapa harus dicari mahkota tersebut, maka singkatnya adalah bahwa Khalid bin Walid dengan keyakinan dan kemantapannya menjawab bahwa di dalam mahkota tersebut aku selipkan satu helai rambut Rasullullah dan itulah yang menjadi rahasia kemenangan beliau di setiap pertempuran. Kisah lain yang tidak kalah masyhurnya bahwa ada seorang anak laki-laki yang bernama Anas bin Malik (yang ketika masih kecil sering dipanggil Unais oleh Rasulullah sebagai wujud rasa sayang beliau) di mana Anas adalah anak kecil yang melayani nabi, meski dalam fenomenanya (bahkan sesuai pengakuan Anas sendiri ketika beliau sudah dewasa) bahwa fitrah anak kecil adalah bermain, sehingga seringkali Anas justru membuat Rasul menunggu lama, namun lagi-lagi karena rasa sayang Rasulullah yang begitu besar kepadanya maka suatu ketika setelah Anas menuju kematangan usia kedewasaannya Rasullullah memberikan do’a yang begitu tulus yang intinya do’a itu adalah agar Unais diberikan keberkahan harta yang banyak dan anak yang banyak. Sehingga sejarah merekam bahwa Anas termasuk orang yang paling kaya di zamannya, paling banyak anaknya bahkan banyak dari anaknya sebagai penghafal al-Qur’an.
Begitulah kekuatan keberkahan dari Rasulullah yang jangankan do’a beliau, sehelai rambutnya saja memberikan keberkahan yang dahsyat. Penulis mencukupkan dua contoh saja dalam kasus nyata terkait keberkahan, karena sebenarnya jika kita lacak dalam sejarah, baik sejarah kehidupan Rasulullah ataupun sejarah kehidupan para wali Allah akan sangat mudah ditemui fenomena keberkahan.
Kasus fenomena keberkahan selanjutnya adalah dikembalikan kepada spiritual pembaca, dalam hal ini setiap manusia jika sudah meyakini akan suatu keberkahan maka sungguh orang tersebut akan merasakan keberkahan tersebut, misalnya fenomena rizki dalam salah satu keluarga, yang bisa jadi jika dihitung secara matematis mustahil untuk mencapai tingkatan cukup, namun karena adanya keberkahan, keluarga tersebut mampu mengatasinya, jangankan merasa cukup, keluarga tersebut bahkan bisa saja merasakan lebih atas apa yang dikaruniai oleh Allah SWT.
Adapun yang menjadi poin utama sekaligus sebagai penutup dalam pembahasan ini adalah desas-desus yang begitu kuat dari mereka yang menolak adanya keberkahan, bahwa benarkah ini itu bisa mendatangkan keberkahan, atau singkatnya apa saja yang bisa mendatangkan keberkahan.
Jika semua paragraf di atas sebagai patokan maka tentunya adalah do’a sebagai kunci utama keberkahan. Artinya do’a adalah senjata paling ampuh dalam menyikap keberkahan, sehingga wajar jika ada ungkapan “ad-du’a silahul mukmin” (do’a adalah senjatanya orang mukmin). Dalam hal ini tentunya bukan sekedar do’a tanpa syarat, artinya do’a itu harus benar-benar pantas jika dikabulkan, misalnya siapa yang mendo’akan, bagimana adab dan kehidupan orang yang meminta do’a, dsb. Meski demikian sebenarnya banyak faktor yang bisa mendatangkan keberkahan selain dari do’a, misalnya seperti ikhlas, ridho, dll yang kesemuanya menyangkut spiritualitas pelakunya. Demikian. Wallahu A’lam.
Ciputat, 23-04-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar