EKSTRIMISME DI TIMUR TENGAH DAN ANTISIPASI RESPON UMAT ISLAM
Selasa,
18 Oktober 2016
Seminar kali
ini tema besarnya adalah “Ekstrimisme di Timur Tengah” dengan pembicara utama
Prof. Dr. Sayyed Moffid Hoseini Kouhsari dari Mustafa Internasional University Iran.
Saya menjadi ingat memori di S1 waktu belajar Dirasat al-Mujtama’at al-Araby
yang poin utamanya membahas terkait Timur Tengah terlebih yang berkaitan dengan
konflik masyarakatnya yang membawa pikiran menjadi lebih emosional saat
membahasnya.
Pada awalnya,
beliau ingin membicarakan tentang apa saja yang sudah dibahas dan kontribusinya
dari sebuah ilmu pengetahuan, khususnya terkait ilmu Humaniora, namun beliau juga
diminta oleh Direktur SPs Prof. Dr. Masykuri Abdillah MA untuk membahas tema
ini, mengingat beliau adalah orang asli Iran yang menjadi satu-satunya negara
yang ditakuti oleh Israel karena kehebatannya dibidang Nuklir.
Namun karena yang
diminta berkaitan dengan ekstrimisme maka beliau pun menyangupi untuk berusaha mencoba
berbicara terkait tema yang diajukan oleh Direktur diforum diskusi khusus
mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini (dan tentunya ada
penerjemahnya yaitu Prof. Mufid, karena kami para mustami’ belum mampu memahami
bahasa asli Iran).
Beliau memulai
membahas terkait Islam minoritas (Islam minoritas disini yang dimaksud adalah
Islam yang sudah terpecah dan berbentuk sekte Sunni dan Syiah) di Timur Tengah. Pada
saat ini khususnya umat Islam minoritas mengalami ekstrimisme. Baik Sunni
maupun Syiah. Syiah minoritas melakukan ekstrimisme dengan melakukan propoganda
dengan canel TV, majalah dll melakukan fitnah kepada para sahabat dll yang
dianggap telah merebut kekuasaan Imam Ali.
Agenda Israel Raya di Timur Tengah seperti di Urdu juga gencar dengan bantuan Barat. Maka
Iran muncul untuk melawannya yang saat itu Iran sendiri sebenarnya sedang
menuju revolusinya pada tahun 1979. Imam Khumaini menyatakan dengan tegas bahwa
Israel harus dihapuskan. Dukungan penuh dari Khumaini untuk Palestina untuk
Islam bukan untuk Syiah meskipun dirinya adalah pemimpin Syiah, inilah bentuk produktifitas
beliau.
Gerakan
Muqowwamah ini tidak terjadi pada kelompok kecil Syiah saja, namun juga masuk
pada mereka yang menyerukan kebebasan Palestina. Gerakan Hizbullah di dukung
penuh oleh Syuria, Inilah letak strategi Syuria sebagai jalan menuju ke sana. Hanya
saja Syuria dimasa Basyar Asad menolak tawaran Iran sehingga Syuria dihancurkan
(bergolak).
Di Syuria yang
bergejolak itu akhirnya yang menjadi korban gerakan ektrimisme ini adalah Sunni
atau Ahlus Sunnah, sekolah-sekolah yang berbau Sunni dihancurkan jadi sangat
aneh jika dikatanan Syiah yang menjadi korban dalam hal ini karena mereka lah
yang pada awalnya memulai (meskipun awalnya untuk mendukung kebebasan
Palestina).
Jika melihat
geo politik maka sebenarnya ini semua bukan perang Syiah-Sunni melainkan
eksistensi Israel, Arab Saudi misalnya juga sudah mulai melakukan
diplomasi-diplomasi dan kerjasama dengan begitu jelas tanpa ada
kesamaran-kesamaran lagi.
Semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar