Senin, 03 Oktober 2016

POTRET HAJI MASA KERAJAAN SAUDI

POTRET HAJI MASA KERAJAAN SAUDI

A.    Selayang Pandang Kemunculan Kerajaan Saudi

Pemerintah Saudi bermula dari bagian tengah semenanjung (jazirah) Arab yakni pada tahun 1750 ketika Muhammad bin Sa’ud bersama dengan Muhammad bin Abdul Wahhab bekerja sama untuk memurnikan agama Islam yang kemudian dilanjutkan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Sa’ud atau Abdul Aziz Ibnu Su’ud dengan menyatukan seluruh wilayah Hijaz (dulu namanya Hijaz, makanya di Indonesia pada tahun 1924-1925 M ada komite Hijaz yang kemudian dirubah namanya jadi Arab Saud/Arab Saudi) yang dulu dikuasai oleh Syarif Husain dengan Najd di bawah naungan Turki Usmani.

Pada tahun 1902 Abdul Aziz menguasai Riyadh dari penguasa Al-Rashid, kemudian Al-Ahsa kemudian wilayah Najd antara tahun 1913-1926 M. Pada tanggal 8 Januari 1926, Abdul Aziz menjadi penguasa wilayah Najd. Dengan menandatangani perjanjian di Jeddah pada tanggal 20 Mei 1927M Arab Saudi menyatakan kemerdekaannya. Pada tahun 1932, Ibnu Sa'ud memproklamirkan Kerajaan Saudi Arabia (Al Mamlaka Al Arabiyah As Su'udiyah), tepat pada tanggal 23 September 1932. Dan pada tahun 1936 wilayah itu diresmikan sebagai Kerajaan Arab Saudi.

Ibnu Sa'ud menyatukan wilayah Riyadh, Nejed, Ha'a, Asir dan Hijaz dalam wilayah Saudi Arabia atau Arab Saudi. Dan Abdul Aziz atau Ibnu Sa'ud menjadi Raja pertama di Kerajaan Saudi Arabia yang kemudian menjadi pelayan bagi kedua kota suci Islam, Mekkah dan Madinah. (http://marihanafiah.wordpress.com/2008/08/11/sejarah-arab-saudi/) Model pemerintahan dengan Sistem administrasi pemerintahan Kota Mekkah, dipimpin oleh seorang walikota (disebut Amir) yang ditunjuk oleh Pemerintah Arab Saudi dan dibantu oleh majlis dewan kota yang dipilih oleh masyarakat setempat sebanyak empat belas orang. Kota Mekkah juga merupakan ibukota dari Provinsi Mekkah, di mana sejak tanggal 16 Mei 2007, yang diangkat menjadi Gubernur provinsi tersebut adalah Pangeran Khalid Al Faisal. (http://id.wikipedia.org/wiki/Mekkah)

Bendera Arab Saudi bertuliskan "Dua Kalimat Syahadat" dalam kain berwarna hijau[1], berikut daftar Raja-raja yang berkuasa sampai saat ini:
1.Abdul Aziz bin Abdurahman as Sa'ud
2.King Saud                       
3.King Faisal
4.King Khalid
5.King Fahd
6.King Abdullah, semuanya anak dari Malik Abdul Aziz atau King Abdul Aziz.
B. Haji Pada Masa Saudi
Bermula dari ditemukannya kilang minyak zahron di jazirah Arab pada tahun 1938M, maka kerajaan Saudi Arabia mulai berkerja sama dengan Oil Of California milik Amerika.[2] Setelah 20 tahun kemudian Saudi Arabia menjadi makmur yang hal ini tentu mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam perkembangan ibadah haji di Makkah. Juga karena Makkah sendiri sebagai pusat ibadah haji umat muslim sedunia yang hal ini membuat Saudi Arabia memanajemennya dengan sebaik mungkin. Diantara kejadian dan potret inovasi[3] yang dilakukan pada zaman Saudi ini antara lain sebagai berikut:
1.      Perluasan dan Renovasi Sarana Prasarana Ibadah Haji
Renovasi terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka’bah terletak di ruang sempit terbuka di tengah sebuah masjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada akhir tahun 700-an, tiang kayu masjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap masjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari seluruh jazirah Arab dan sekitarnya. Berikut perkembangannya dari masa-kemasa.
Wajah Masjidil Haram modern dimulai saat renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga saat ini.
1.1 Haji Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz
Meskipun topografi wilayah Makkah Al-Mukarramah sangat rumit, terutama kawasan-kawasan di sekitar Masjidil Haram, Raja Abdullah terus berupaya mewujudkan perluasan terbesar Masjidil Haram sepanjang sejarah Islam.
Tentunya, hal tersebut berkat pertolongan dan dukungan para ulama dunia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Raja Abdullah menghancurkan bangunan-bangunan di sebelah utara Masjidil Haram setelah memberikan kompensasi kepada para pemilik bangunan.
Hal tersebut dilakukan demi perluasan Masjidil Haram, agar Arab Saudi dapat menjalankan peran yang telah dibebankan kepadanya, karena merupakan jantung dunia Islam.
Raja Abdullah memosisikan proyek perluasan Masjidil Haram ini sebagai prioritas utama di Kerajaan Arab Saudi. Hal itu berpijak pada keyakinan Arab Saudi bahwa Masjidil Haram merupakan amanah bagi negara kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut. Karenanya, Arab Saudi memikul tanggung jawab tersebut hingga Allah SWT memberikan taufik terhadap kepemimpinan negara itu dengan kewajiban membiayai mega proyek tersebut.
Tujuan proyek perluasan masjid bukan untuk mendapatkan ucapan terima kasih dan pujian, melainkan mengharapkan pahala dan ganjaran dari Allah, juga untuk mempermudah kaum Muslimin melaksanakan manasik haji serta memberikan keamanan dan ketenangan kepada mereka.
Sebagai upaya merealisasikan hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir saja, pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan biaya lebih dari 70 miliar riyal Saudi untuk perluasan Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Perluasan dua Masjid Suci itu meliputi pemindah tanganan hak milik tanah atau bangunan dengan cara kompensasi, pengembangan jaringan pelayanan, terowongan, dan jalan raya.
Proyek perluasan dan pembangunan Masjidil Haram ini adalah wujud deklarasi, kebanggaan, dan kesaksian bahwa mega proyek yang dipersembahkan oleh Kerajaan Arab Saudi memiliki tujuan utama: melayani Islam dan kaum Muslimin.
Luas keseluruhan perluasan Masjidil Haram mencapai 76.000 meter persegi, meliputi basement bawah, basement atas, lantai dasar (ground floor), lantai satu, dan lantai teratas. Perluasan Masjidil Haram juga termasuk pembangunan 18 pintu masuk biasa, ditambah pintu utama yang disebut Bab Malik Fahd yang hampir sama dengan Bab Malik Abdul Aziz. Juga meliputi pembangunan dua menara yang mirip dengan menara-menara sebelumnya, pemasangan eskalator untuk jamaah yang hendak shalat di lantai paling atas dan lantai satu, terutama bagi orang-orang yang sudah lanjut usia.
Pembangunan tiga kubah yang luasnya mencapai 225 meter persegi dan tempat lalu lalang orang-orang yang hendak melaksanakan shalat juga menjadi bagian dari proyek perluasan masjid. Hal itu dimaksudkan agar para jamaah merasa nyaman dan mudah keluar masuk Masjidil Haram.
1.2 Haji Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz (2)
Pengerjaan proyek tersebut sangat diperhatikan agar pembangunan berjalan sesuai rancangan, serta tidak boleh melenceng dari konsep umum bangunan Masjidil Haram. Dengan perluasan tersebut, luas keseluruhan Masjidil Haram mencapai 356.000 meter persegi, mencakup halaman sekitar Masjidil Haram dan tempat shalat.
Begitu juga lantai paling atas atau lantai atap. Semula, lantai tersebut hanya seluas 152.000 meter persegi dengan daya tampung 340.000 jamaah shalat, dan setelah diperluas, lantai atap memiliki daya tampung hingga 770.000 jamaah shalat.
Daya tampung tersebut dapat bertambah berlipat-lipat pada saat padat jamaah. Sementara itu, Masjidil Haram memiliki 45 pintu, belum termasuk empat pintu utama; sembilan menara; tujuh eskalator, dan tangga biasa.
Pusat pendingin udara Masjidil Haram selesai dibangun di kawasan Kudi. Air yang didinginkan disalurkan dari pusat pendingin melalui pipa yang dipendam di bawah terowongan dari sentra pendingin ke Masjidil Haram. Air tersebut dipindahkan dengan cara dipompa ke bangunan luas, yaitu ke ruang bawah tanah yang menampung 102 pompa air untuk mengatur udara.
Dengan begitu, seluruh proyek perluasan selesai dan semua bagian dalam Masjidil Haram dipasang pendingin, dilengkapi karpet berkualitas, penerangan yang baik, serta pengeras suara agar jamaah shalat dapat mendengar suara imam dengan jelas. Air Zamzam yang telah didinginkan pun tersebar di seluruh penjuru Masjidil Haram.
Perluasan Masjidil Haram tidak sebatas penambahan bangunan masjid yang ada saat ini, tetapi mencakup peralatan dan perluasan halaman sekitar yang dapat dijadikan tempat shalat. Sebelum perluasan dilakukan pihak kerajaan terlebih dahulu membeli bangunan-bangunan atau tanah yang ada di sekitar masjid.
Setelah itu, bangunan yang ada diratakan untuk dijadikan halaman lalu dipasangi keramik berkualitas dan diberi penerangan yang cukup. Lantai yang sudah dikeramik lalu ditutupi karpet pada musim haji. Ditambahkan pula pengeras suara dan air Zamzam yang sudah didinginkan. Perluasan halaman yang mengelilingi Masjidil Haram itu ditujukan sebagai tempat shalat agar dapat mengurangi kepadatan jamaah di dalam Masjidil Haram. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)

1.3 Haji Pada Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Khalid bin Abdul Aziz

Meskipun masa pemerintahannya memimpin Kerajaan Arab Saudi cukup singkat, Raja Khalid telah menorehkan prestasi gemilang dalam melayani Dua Kota Suci dan Masy’aril Haram. Hal ini terbukti dengan penyempurnaan proyek perluasan Masjidil Haram yang telah dimulai oleh para pendahulunya. Raja Khalid pun melakukan perbaikan dan pembaruan terhadap bangunan-bangunan di tempat-tempat suci itu.
Perluasan Masjdil Haram yang dilakukan sejak tahun 1375 H oleh Raja Sa’ud lalu dilanjutkan oleh Raja Faisal, dan selesai dikerjakan pada masa Raja Khalid. Tepatnya tahun 1396 H, dia menyelesaikan pembangunan serambi/koridor Masjidil Haram tahap kedua dan sumur Zamzam, di samping renovasi-renovasi lainnya.
Raja Khalid juga membangun berbagai terowongan menuju Masjidil Haram dengan melakukan pengeboran beberapa gunung yang mengelilingi Masjidil Haram. Selain itu, pada periode Raja Khalidlah pabrik baru pembuatan Kiswah di Ummul Jud diresmikan, tepatnya pada tahun 1397 H.
Raja Khalid juga memerintahkan pembangunan dua pintu baru Ka’bah. Pada masanya, perluasan tempat thawaf juga selesai dikerjakan sehingga dapat menampung lebih banyak jamaah haji atau umrah yang hendak thawaf.
Sementara di Madinah, Raja Khalid telah menyelesaikan penggandaan atap Masjid Nabawi, dalam rangka melanjutkan proyek yang sebelumnya telah dimulai oleh Raja Faisal. Dengan demikian, pada masa pemerintahannya, luas bangunan masjid yang diberi atap menjadi 43.000 meter persegi. Raja Khalid terus melakukan pengembangan yang berkesinambungan terhadap Dua Kota Suci umat Islam. Dia juga terus melayani para tamu Allah dengan memberikan kenyamanan, kemudahan, dan keteraturan bagi seluruh jamaah.
1.4 Haji Pada Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Fahd bin Abdul Aziz
Perluasan dan pembangunan Dua Tanah Suci mengalami puncaknya pada masa pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz. Dia menjadikan Masjidil Haram mampu menampung satu juta jamaah sekaligus dalam satu waktu, sedangkan Masjid Nabawi sanggup menampung 1.200.000 jamaah. Selain itu, pembangunan dan pengembangan area sekitar dua Masjid Suci juga terus digalakkan. Pada 2 Shafar 1309 H/13 September 1988 M, Raja Fahd melakukan peletakan batu pertama menandai perluasan Masjidil Haram di Makkah.
Tahap berikutnya yang meliputi pembangunan ruang bawah tanah, lantai dasar, dan lantai satu. Semua lantai itu dibangun dengan dilengkapi pengatur udara (air conditioner). Pusat mesin penggerak AC itu dibangun di Ajyad. Lantai bawah tanah dibangun untuk mengatur saluran air, saluran kabel, dan saluran udara. Air dingin yang mengalir di lantai bawah tanah itu juga berasal dari pusat mesin di Ajyad.
Perluasan pada masa Raja Fahd ini merupakan kelanjutan dari perluasan sebelumnya dan kedua perluasan itu benar-benar terintegrasi dengan baik. Tiang-tiang pancang Masjidil Haram pun dihiasi dengan marmer putih bersih, begitu pula dengan lantai masjid.
Dinding-dinding bagian luar Masjidil Haram dilapisi marmer hitam yang dipadukan dengan batu-batu buatan, sedangkan dinding-dinding dalamnya dihiasi dengan kaligrafi bertema keislaman yang begitu indah. Tiang-tiang yang dihiasi marmer di dalam Masjidil Haram mencapai 530 buah di tiap lantainya.
Perluasan pada masa Raja Fahd, terdapat penambahan 14 pintu di sekeliling Masjidil Haram sehingga jumlah totalnya menjadi 112 pintu. Seluruh pintu ini dibangun dengan menggunakan kayu-kayu pilihan kualitas nomor satu, juga dilapisi logam berukir indah.
Adapun jendela-jendela yang ada di Masjidil Haram terbuat dari alumunium kuning dan dilapisi logam berukiran sangat elok. Pada perluasan kali ini, perkembangan yang terlihat seiring kemajuan zaman adalah dibangunnya dua buah bangunan yang dilengkapi tangga berjalan (eskalator) di bagian utara dan selatan masjid, ditambah dua tangga yang sama untuk masuk ke dalam masjid. Secara keseluruhan, jumlah eskalator di Masjidil Haram ada sembilan buah, tidak termasuk eskalator-eskalator yang menempel di beberapa penjuru masjid. (http://www.jurnalhaji.com/pernik-haji/haji-pada-masa-kerajaan-arab-saudi-periode-raja-fahd-bin-abdul-aziz/#sthash.Kc7hcgcR.dpuf)
1.5 Haji Pada Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz (3-habis)
Raja Abdullah bin Abdul Aziz yang memimpin Kerajaan Arab Saudi saat ini mempunyai agenda besar untuk pembangunan Tanah Suci Makkah. Dalam masalah perluasan halaman Masjidil Haram, arah Asy-Syamiyah dimulai dari Bab (Pintu) Marwa dan berakhir di lorong Bab Marwa, Gunung Hindi di Asy-Syamiyah, dan tepat di mulut terowongan dari arah Bab Raja Fahd. Perluasan ini hanya mencakup halaman saja, serta pengajuan pembangunan 63 menara hotel di ujung halaman tersebut.
Perluasan halaman Ka’bah dan tempat thawaf dilakukan dengan mengubah perluasan pada masa Utsmani. Perluasan Masjidil Haram dari tiga sisi yang berujung di tempat sa’i karena tidak termasuk bagian Masjidil Haram.
Berdasarkan saran Khadim Haramain, Raja Abdullah, Rumah Sakit Ajyad akan dirobohkan, dan istana kerajaan akan dipindah ke Gunung Khandamah. Perluasan Masjidil Haram pun dilakukan dari arah Ajyad.
Penambahan lantai Masjidil Haram hingga memiliki empat lantai—sama dengan tempat sa’i yang baru dan penambahan dua lantai lagi pada masa mendatang, sehingga Masjidil Haram secara keseluruhan berlantai enam.
Setelah empat tahun, insya Allah akan dilakukan peruntuhan Hotel Al-Ithlalah dan perluasan Masjidil Haram dari arah Misfalah. Setelah sembilan tahun, insya Allah akan dilakukan peruntuhan Hotel At-Tauhid Intercontinental dan perluasan Masjidil Haram dari arah Misfalah. Setelah pengaktifan gedung sentral pendingin melalui proyek Raja Abdul Aziz, proses pendinginan ruangan Masjidil Haram akan disuplai dari tempat ini. Dilanjutkan dengan perubahan bangunan pengatur pendingin ruangan yang lama dan perluasan Masjidil Haram dari arah Ajyad.
Pada masa ini luas halaman yang mengelilingi Masjidil Haram mencapai lebih dari 40.000 meter persegi dengan daya tampung 65.000 jamaah shalat pada hari-hari biasa. Sementara pada musim haji, daya tampung halaman tersebut bisa berlipat ganda.
Proyek perluasan Masjidil Haram juga meliputi pembuatan terowongan pasar kecil yang memanjang mulai halaman Asy-Syabikah hingga terowongan Ajyad Sud. Jalan yang berada di depan Bab Malik Fahd dan Bab Malik Abdul Aziz dipisah antara jalan untuk kendaraan dan untuk pejalan kaki.
Hal itu agar orang-orang yang hendak melaksanakan shalat bisa dengan mudah keluar masuk Masjidil Haram. Halaman di sekitar masjid juga dapat digunakan sebagai tempat shalat. Pembangunan terowongan menelan biaya lebih dari 650 juta riyal Saudi.
Perluasan Masjidil Haram juga meliputi pembangunan lingkaran beton di sekitar masjid untuk memenuhi kebutuhan umum seperti saluran air, jaringan telepon dan listrik, tanpa harus merusak jalan yang sudah ada sehingga tidak mengganggu keindahan kawasan. Seluruh fasilitas umum tersebut disediakan dengan memasang saluran dan kabel bawah tanah.
Di masa mendatang, beberapa proyek yang berkaitan dengan energi akan dibangun di kawasan sekitar Masjidil Haram, seperti proyek yang telah berhasil dibangun pada tahun-tahun sebelumnya untuk melayani tamu-tamu Allah yang datang ke Makkah, seperti pembangunan enam jembatan di tempat sa’i guna memisahkan jamaah yang hendak keluar atau masuk Masjidil Haram dan orang yang sedang melaksanakan sa’i. Dengan begitu, mereka dapat bersa’i dengan mudah tanpa harus berdesak-desakan.
Proyek lain yang telah berhasil dibangun adalah pendinginan air Zamzam secara mekanik, juga penggantian marmer tempat thawaf dengan marmer dingin sehingga para tamu Allah dapat melaksanakan thawaf di Baitullah kapan saja, baik pada waktu siang maupun malam. Begitu juga perluasan area thawaf di sekitar Ka’bah agar dapat menampung lebih banyak jamaah.
Sementara itu, pagar kayu di sekitar serambi Masjidil Haram telah dikelilingi pagar marmer yang mengusung ornamen islami yang sangat indah. Belum lagi pembangunan lantai atas Masjidil Haram yang digunakan untuk shalat pada saat ramai jamaah dan musim haji, demi mengurangi kepadatan jamaah di dalam masjid, serta pengadaan eskalator yang dapat digunakan oleh jamaah shalat untuk pindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya.
Yang disayangkan dalam masalah pembangunan kota Makkah, pihak Saudi tidak memperhatikan situs atau peninggalan sejarah islam, ada juga yang mengatakan lebih dari 300 peninggalan dan jejak islam dimusnahkan hanya dengan alasan kemajuan dalam pembangunan dan yang lebih parah lagi alasanya hanya karena takut disembah-sembah atau dipuja-puja oleh orang muslim. Bahkan ada yang tampak jelas penyimpangan dan kesalahan dalam hal pembangunan tersebut.[4]
2.      Kasus-Kasus Terkait Ibadah haji Masa Saudi
2.1  Perubahan dan Pelebaran Tempat Sa’i
Sa’ie (Mas’a) yang merupakan syiar Allah dalam peribadatan haji dan umrah. Pada tahun lepas kerajaan Saudi telah bertindak merobohkan tempat sa’ie yang lama (yang sah dinamakan Mas’a) kemudian dibina tempat sa’ie yang baru dan diperluaskan lagi lebarnya satu kali ganda sehingga terkeluar dari landasan ukuran lebar yang ditentukan oleh syarak (dinamakan Tausi’ah) tanpa meneliti kajian yang tepat hanya berdasarkan syubhah yang tertolak.
Pada masa yang sama didapati ramai dikalangan pelajar dan pengajar kurang mahir dalam pengkajian pada perubahan yang berlaku di tempat sa’ie lantas mereka tidak mengkaji secara telus hanya menyerah kepada jawaban atau fatwa yang dikeluarkan oleh mana-mana individu atau jabatan dan dukacita didapati beberapa jawaban yang mereka terima itu hakikatnya tidak berdasarkan kaidah fiqhiyyah yang tepat bahkan lebih hampir kepada ianya bercanggah dengan Al-Qur'an, Al-Hadith, Ijma’ dan Qawa’id Fiqhiyyah itu sendiri. Alasan mereka yang mengharuskan perluasan tempat sa’ie dilihat hanya berkisarkan slogan “Memudahkan Jangan Menyusahkan”.
Amat memalukan mereka yang diperakui keilmuannya tidak mengikut disiplin ilmu dalam menuturkan satu hukum sehingga mengharuskan perluasan tempat sa’ie walaupun ianya adalah tawqify (ditetapkan syarak tidak boleh ijtihad).
Apapun berlaku seorang muslim harus merenung, memikirkan dan wajib bertindak dalam memelihari agama yang suci murni ini. Hadith Nabi yang masyhur: “ Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah ia dengan kuasanya jika tidak dengan lidahnya jika tidak mampu juga maka dengan hatinya” dan perubahan pada pelebaran tempat sa’ie adalah satu jenayah yang tidak harus dibisukan. Bukan tidak menghormati pemerintah di sana tetapi syarak lebih aula lagi utama untuk ditegakkan.
Sudah pasti persoalan yang timbul. Adakah haji dan umrah mereka tidak sah? Apakah tindakan sewajarnya? Jawaban ringkas yang saya boleh berikan adalah mereka yang melakukan ibadah haji atau umrah ketika mana mereka melakukan sa’ie itu di luar kawasan sa’ie yang sahih maka hukum bersa’ie mereka itu tidak sah. Inilah yang telah dinaskan oleh Imam Asy-Syafi’e dan para ulama. Sekarang ini yang telah berlaku tempat sa’ie tersebut telah diperlebarkan sehingga terkeluar dari ukuran syarak dan ramai yang melakukan sa’ie dikawasan yang tidak sah itu setelah pemerintah di sana memperlebarkan tempat sa’ie (mas’a) sehingga melebihi ukuran lebar syarak. Ada pula yang mendakwa kononnya lebar tempat sa’ie itu tidak pernah ditentukan oleh siapa pun lantas dinukilkan beberapa kenyataan para ulama tanpa tadqiq dan tahqiq.
Sedangkan hakikatnya lebar ukuran Sofa dan Marwah itu telah ditentukan oleh ramai ulama berdasarkan sejarah dan sabda Rasulullah sollallahu ‘alaihiwasallam antara mereka Imam An-Nahrawaniy (w 990H) dalam kitab Al-I’lam Bi ‘Alam Baitillihil Haram dan ulama Islam pengaji sejarah yang terkenal Al-Azroqy dalam Akbar Makkah dan lain-lain ulama.
Perlu diingatkan ukuran tempat sa’ie bukanlah perkara ijtihadiy tetapi ianya tauqifiy yaitu tidak boleh seseorang walaupun seorang ulama mujtahid mengubah tempat’ sa’ie tersebut atau diperluaskan sehingga keluasan yang amat besar seperti mana sekarang ini yang berlaku.
Untuk kali ini saya tinggalkan pembaca dengan keputusan Fatwa Saudi sendiri menolak perluasan tempat sa’ie itu sendiri:
KEPUTUSAN RESMI MAJLIS FATWA SAUDI ARABIA BERKAITAN PERLEBARAN TEMPAT SA’IE YANG BARU ITU ADALAH IANYA HARAM DIPERLEBARKAN DAN MEMADAI DENGAN DIBINA BERTINGKAT TINGAT DAN JANGAN DIPERLUASKAN UKURAN LEBARNYA KERANA BERCANGGAH DENGAN SYARAK.
KEPUTUSAN BIL (227) BERTARIKH 22/ 2 1427H.[5]
Walaupun itu fatwa dari negara yang terkenal di sana akan kewujudan beberapa orang berfikrah kewahabiyahan mereka. Tetapi pada keputusan tersebut terdapat kebenaran yang telahpun lama jelas dikalangan para tokoh-tokoh ulama Islam yang telah lama mengkaji antaranya Tuan Guru Dr. Syeikh Toha Ad-Dasuqy yang merupakan juga Prof dan Dekan Qism Aqidah Wal Falsafah Kuliyyah Usuluddin Kaherah Universiti Al-Azhar Mesir dan ramai lagi. Fatwa tersebut hanya sekadar susulan sokongan pada kajian yang telah dibuat dan bukan mempersetujui aqidah Wahhabi. Maha suci Allah dari sifat makhluk dan sifat duduk.
2.2  Bentrok dengan Iran
Di zaman modern, insiden paling sering adalah bentrok aparat keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran agar para jemaah haji Iran menyampaikan protes terhadap kerajaan Saudi.
Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987M yang menewaskan 401 orang. Di antaranya adalah 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan adalah jemaah haji Iran.
Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai saat Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hijaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun 1925M.
Tindakan ini tidak ayal membuat marah pemerintahan dan rakyat Iran yang mayoritas Syiah.  Kemelut pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.
Ketegangan bertambah parah setelah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran manusia di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948. Sejak saat itu, demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil menyampaikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama “Menjaga.”
Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak menyebarkan pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.
Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.
Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melakukan pawai protes menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika sampai di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh aparat keamanan Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang mengakibatkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa yang panik. Ada beberapa versi pemicu kematian ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan, aparat keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara Arab Saudi mengatakan bahwa korban tewas akibat terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, hubungan kedua negara kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.
2.3  Munculnya Mahdi Palsu     
Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.
Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang mengatakan saudara iparnya, Muhammad bin Abdullah Al-Qahtani, adalah Imam Mahdi atau sang penyelamat akhir zaman.
Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum akhirnya para militan diberantas oleh pasukan bersenjata gabungan antara Arab Saudi dengan beberapa negara.
Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.
Pasukan kerajaan siap melakukan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, yang telah  melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka’bah.
Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.
Berbagai cerita berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara gabungan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis. Salah satu laporan mengatakan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya mengatakan para tentara menggunakan gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi tidak berdaya.
Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan lantaran Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim. Wallahu a’lam. (www.fimadani.com/inilah-sejarah-kabah-dari-masa-ke-masa/)

2.4  Banjir Ka’bah
Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan adalah banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara luas, terlihat bagian dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir setengah tinggi Ka’bah.
Di beberapa tempat bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian membuat beberapa tiang masjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan Saudi terpaksa harus melakukan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.
Banjir sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya seperti mangkuk. Air hujan tidak dapat dapat mudah diserap oleh tanah, mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.
3.      Kuota Ibadah Haji
Makkah bukanlah suatu tempat yang besar yang mampu menampung jamaah haji dari berbagai Negara dengan waktu yang sama, oleh karena itu pihak Saudi selalu memanaj administrasi dengan baik sehingga bisa maksimal dalam masalah tersebut. Sebagai wujud usahanya dari pihak Saudi mereka mencoba perluasan wilayah masjidil Haram sebagai manifestasi dari kepedulian pihak Saudi. Berikut ini adalah perkembangan kuota ibadah haji khususnya di Makkah al-Mukarromah.  
Pada periode pertama, dalam pemerintahannya, Masjidil Haram diperluas hingga dapat memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara Masjid Nabawi diperluas hingga dapat memuat 17.000 jemaah.
Pada periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz (2) kuota jamaah haji sudah cukup banyak terlebih untuk Indonesia karena mengingat penduduk muslimnya terbanyak. Karena perluasan terus dilakukan begitu juga lantai paling atas atau lantai atap. Semula, lantai tersebut hanya seluas 152.000 meter persegi dengan daya tampung 340.000 jamaah shalat, dan setelah diperluas, lantai atap memiliki daya tampung hingga 770.000 jamaah shalat.
Sedangkan masa Raja Fahd bin Abdul Aziz, adalah masa di mana perluasan dan pembangunan dua Tanah Suci mengalami puncaknya pada masa pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz. Dia menjadikan Masjidil Haram mampu menampung satu juta jamaah sekaligus dalam satu waktu, sedangkan Masjid Nabawi sanggup menampung 1.200.000 jamaah.
Adapun dalam periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz Makkah menjadi kota yang sangat luar biasa dalam pembangunan. Sehingga dalam masalah perluasan masjidil Haram semakin ditambah. Halaman yang mengelilingi Masjidil Haram pada masa ini mencapai lebih dari 40.000 meter persegi dengan daya tampung 65.000 jamaah shalat pada hari-hari biasa. Sementara pada musim haji, daya tampung halaman tersebut bisa berlipat ganda.
Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar masjid dapat menampung 800.000 hingga 1.120.000 jema'ah. Jika proyek yang dirancangkan telah selesai, bagian dalam Masjidil Haram akan dapat menampung hingga dua juta jemaah haji.[1]

Begitulah sedikit potret haji pada masa kerajaan Arab Saudi, yang dalam langkahnya penuh dengan kemajuan baik dibidang inovasi prasarana, bangunan, system dan lain sebagainya. Meskipun disisi lain ada kontroversi di dalamnya dalam masalah pembangunan dan yang lainnya. Kesimpulannya haji pada masa Saudi banyak mengalami kemajuan pesat meskipun di sisi lain masih ada kekeliruan dalam sebuah keputusan. Inilah kehebatan pemimpin, bisa merubah apapun. Bukan hanya nama wilayah yang bisa dirubah, melainkan semuanya (tanpa terkecuali), mulai dari nama negara, sistem, tradisi, madzhab, dll. Semuanya bisa dirubah oleh pemimpin. Labbaika Allahmumma Labbaika...


LAMPIRAN
Gambar 1: bendera Arab Saudi.
Gambar 1.
Gambar 2-6: contoh  inovasi yang ada.

Gambar 2. 

Gambar 3.
 
Gambar 4.
Gambar 5.


REFERENSI

Ensiklopedia Islam Jilid 1-3.
Rangkuman Ensiklopedia Islam Karya Prof. Smith.
Tulisan Jurnalistik, Redaktur: Chairul Akhmad, Reporter: Hannan Putra. Sumber: Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth.
                                             (http://id.wikipedia.org/wiki/Mekkah)





[1] Lihat lampiran gambar Makkah masa depan.

[1] Lebih jelas lihat gambar lampiran.
[2] Baca selengkapnya “RANGKUMAN ENSLIKOPEDI ISLAM” Karya Prof. Smith.
[3] Untuk lebih jelasnya lihat lampiran gambar inovasi yang sudah ada.
[4] Dalam hal ini, penulis memberikan sedikit bukti berupa gambar.
[5] Lihat Lampiran Gambar.
[6] Lihat lampiran gambar Makkah masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar