POTRET HAJI MASA
KERAJAAN SAUDI
A. Selayang
Pandang Kemunculan Kerajaan Saudi
Pemerintah Saudi bermula dari bagian tengah semenanjung (jazirah)
Arab yakni pada tahun 1750 ketika Muhammad bin Sa’ud bersama dengan Muhammad
bin Abdul Wahhab bekerja sama untuk memurnikan agama Islam yang kemudian
dilanjutkan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Sa’ud atau Abdul Aziz Ibnu Su’ud
dengan menyatukan seluruh wilayah Hijaz (dulu namanya Hijaz, makanya di Indonesia
pada tahun 1924-1925 M ada komite Hijaz yang kemudian dirubah namanya jadi Arab
Saud/Arab Saudi) yang dulu dikuasai oleh Syarif Husain dengan Najd di bawah
naungan Turki Usmani.
Pada tahun 1902 Abdul Aziz menguasai Riyadh dari penguasa Al-Rashid, kemudian Al-Ahsa kemudian wilayah Najd antara tahun 1913-1926 M. Pada tanggal 8 Januari 1926, Abdul Aziz menjadi penguasa wilayah Najd. Dengan menandatangani perjanjian di Jeddah pada tanggal 20 Mei 1927M Arab Saudi menyatakan kemerdekaannya. Pada tahun 1932, Ibnu Sa'ud memproklamirkan Kerajaan Saudi Arabia (Al Mamlaka Al Arabiyah As Su'udiyah), tepat pada tanggal 23 September 1932. Dan pada tahun 1936 wilayah itu diresmikan sebagai Kerajaan Arab Saudi.
Ibnu Sa'ud menyatukan wilayah Riyadh, Nejed, Ha'a, Asir dan Hijaz dalam wilayah Saudi Arabia atau Arab Saudi. Dan Abdul Aziz atau Ibnu Sa'ud menjadi Raja pertama di Kerajaan Saudi Arabia yang kemudian menjadi pelayan bagi kedua kota suci Islam, Mekkah dan Madinah. (http://marihanafiah.wordpress.com/2008/08/11/sejarah-arab-saudi/) Model pemerintahan dengan Sistem administrasi pemerintahan Kota Mekkah, dipimpin oleh seorang walikota (disebut Amir) yang ditunjuk oleh Pemerintah Arab Saudi dan dibantu oleh majlis dewan kota yang dipilih oleh masyarakat setempat sebanyak empat belas orang. Kota Mekkah juga merupakan ibukota dari Provinsi Mekkah, di mana sejak tanggal 16 Mei 2007, yang diangkat menjadi Gubernur provinsi tersebut adalah Pangeran Khalid Al Faisal. (http://id.wikipedia.org/wiki/Mekkah)
Bendera Arab Saudi bertuliskan "Dua
Kalimat Syahadat" dalam kain berwarna hijau[1], berikut
daftar Raja-raja yang berkuasa sampai saat ini:
1.Abdul
Aziz bin Abdurahman as Sa'ud
2.King Saud
3.King
Faisal
4.King
Khalid
5.King
Fahd
6.King Abdullah, semuanya anak dari
Malik Abdul Aziz atau King Abdul Aziz.
B.
Haji Pada Masa Saudi
Bermula dari ditemukannya kilang minyak zahron di jazirah
Arab pada tahun 1938M, maka kerajaan Saudi Arabia mulai berkerja sama dengan Oil
Of California milik Amerika.[2] Setelah
20 tahun kemudian Saudi Arabia menjadi makmur yang hal ini tentu mempunyai
pengaruh yang luar biasa dalam perkembangan ibadah haji di Makkah. Juga
karena Makkah sendiri sebagai pusat ibadah haji umat muslim sedunia yang hal
ini membuat Saudi Arabia memanajemennya dengan sebaik mungkin. Diantara kejadian
dan potret inovasi[3]
yang dilakukan pada zaman Saudi ini antara lain sebagai berikut:
1.
Perluasan
dan Renovasi Sarana Prasarana Ibadah Haji
Renovasi
terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka’bah terletak di ruang
sempit terbuka di tengah sebuah masjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram.
Pada akhir tahun 700-an, tiang kayu masjid diganti dengan marmer dan
sayap-sayap masjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa
perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji
dari seluruh jazirah Arab dan sekitarnya. Berikut perkembangannya dari
masa-kemasa.
Wajah Masjidil
Haram modern dimulai saat renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim.
Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi
hingga saat ini.
1.1 Haji Masa
Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz
Meskipun topografi wilayah Makkah
Al-Mukarramah sangat rumit, terutama kawasan-kawasan di sekitar Masjidil Haram,
Raja Abdullah terus berupaya mewujudkan perluasan terbesar Masjidil Haram
sepanjang sejarah Islam.
Tentunya, hal tersebut berkat
pertolongan dan dukungan para ulama dunia. Untuk merealisasikan tujuan
tersebut, Raja Abdullah menghancurkan bangunan-bangunan di sebelah utara
Masjidil Haram setelah memberikan kompensasi kepada para pemilik bangunan.
Hal tersebut dilakukan demi perluasan
Masjidil Haram, agar Arab Saudi dapat menjalankan peran yang telah dibebankan
kepadanya, karena merupakan jantung dunia Islam.
Raja Abdullah memosisikan proyek
perluasan Masjidil Haram ini sebagai prioritas utama di Kerajaan Arab Saudi.
Hal itu berpijak pada keyakinan Arab Saudi bahwa Masjidil Haram merupakan
amanah bagi negara kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut. Karenanya, Arab Saudi
memikul tanggung jawab tersebut hingga Allah SWT memberikan taufik terhadap
kepemimpinan negara itu dengan kewajiban membiayai mega proyek tersebut.
Tujuan proyek perluasan masjid bukan
untuk mendapatkan ucapan terima kasih dan pujian, melainkan mengharapkan pahala
dan ganjaran dari Allah, juga untuk mempermudah kaum Muslimin melaksanakan
manasik haji serta memberikan keamanan dan ketenangan kepada mereka.
Sebagai upaya merealisasikan hal
tersebut, dalam beberapa tahun terakhir saja, pemerintah Kerajaan Arab Saudi
telah mengeluarkan biaya lebih dari 70 miliar riyal Saudi untuk perluasan
Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Perluasan dua Masjid
Suci itu meliputi pemindah tanganan hak milik tanah atau bangunan dengan
cara kompensasi, pengembangan jaringan pelayanan, terowongan, dan jalan raya.
Proyek perluasan dan pembangunan
Masjidil Haram ini adalah wujud deklarasi, kebanggaan, dan kesaksian bahwa mega
proyek yang dipersembahkan oleh Kerajaan Arab Saudi memiliki tujuan utama:
melayani Islam dan kaum Muslimin.
Luas keseluruhan perluasan Masjidil
Haram mencapai 76.000 meter persegi, meliputi basement bawah, basement atas,
lantai dasar (ground floor), lantai satu, dan lantai teratas. Perluasan
Masjidil Haram juga termasuk pembangunan 18 pintu masuk biasa, ditambah pintu
utama yang disebut Bab Malik Fahd yang hampir sama dengan Bab Malik Abdul Aziz.
Juga meliputi pembangunan dua menara yang mirip dengan menara-menara
sebelumnya, pemasangan eskalator untuk jamaah yang hendak shalat di lantai
paling atas dan lantai satu, terutama bagi orang-orang yang sudah lanjut usia.
Pembangunan tiga kubah yang luasnya
mencapai 225 meter persegi dan tempat lalu lalang orang-orang yang hendak
melaksanakan shalat juga menjadi bagian dari proyek perluasan masjid. Hal itu
dimaksudkan agar para jamaah merasa nyaman dan mudah keluar masuk Masjidil
Haram.
1.2 Haji Masa
Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz (2)
Pengerjaan proyek tersebut sangat
diperhatikan agar pembangunan berjalan sesuai rancangan, serta tidak boleh
melenceng dari konsep umum bangunan Masjidil Haram. Dengan perluasan tersebut,
luas keseluruhan Masjidil Haram mencapai 356.000 meter persegi, mencakup
halaman sekitar Masjidil Haram dan tempat shalat.
Begitu juga lantai paling atas atau
lantai atap. Semula, lantai tersebut hanya seluas 152.000 meter persegi dengan
daya tampung 340.000 jamaah shalat, dan setelah diperluas, lantai atap memiliki
daya tampung hingga 770.000 jamaah shalat.
Daya tampung tersebut dapat bertambah
berlipat-lipat pada saat padat jamaah. Sementara itu, Masjidil Haram memiliki
45 pintu, belum termasuk empat pintu utama; sembilan menara; tujuh eskalator,
dan tangga biasa.
Pusat pendingin udara Masjidil Haram
selesai dibangun di kawasan Kudi. Air yang didinginkan disalurkan dari pusat
pendingin melalui pipa yang dipendam di bawah terowongan dari sentra pendingin
ke Masjidil Haram. Air tersebut dipindahkan dengan cara dipompa ke bangunan
luas, yaitu ke ruang bawah tanah yang menampung 102 pompa air untuk mengatur
udara.
Dengan begitu, seluruh proyek perluasan
selesai dan semua bagian dalam Masjidil Haram dipasang pendingin, dilengkapi
karpet berkualitas, penerangan yang baik, serta pengeras suara agar jamaah
shalat dapat mendengar suara imam dengan jelas. Air Zamzam yang telah
didinginkan pun tersebar di seluruh penjuru Masjidil Haram.
Perluasan Masjidil Haram tidak sebatas
penambahan bangunan masjid yang ada saat ini, tetapi mencakup peralatan dan
perluasan halaman sekitar yang dapat dijadikan tempat shalat. Sebelum perluasan
dilakukan pihak kerajaan terlebih dahulu membeli bangunan-bangunan atau tanah
yang ada di sekitar masjid.
Setelah itu, bangunan yang ada
diratakan untuk dijadikan halaman lalu dipasangi keramik berkualitas dan diberi
penerangan yang cukup. Lantai yang sudah dikeramik lalu ditutupi karpet pada
musim haji. Ditambahkan pula pengeras suara dan air Zamzam yang sudah
didinginkan. Perluasan halaman yang mengelilingi Masjidil Haram itu ditujukan
sebagai tempat shalat agar dapat mengurangi kepadatan jamaah di dalam Masjidil
Haram. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)
1.3 Haji Pada Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Khalid bin Abdul Aziz
Meskipun masa pemerintahannya memimpin
Kerajaan Arab Saudi cukup singkat, Raja Khalid telah menorehkan prestasi
gemilang dalam melayani Dua Kota Suci dan Masy’aril Haram. Hal ini terbukti
dengan penyempurnaan proyek perluasan Masjidil Haram yang telah dimulai oleh
para pendahulunya. Raja Khalid pun melakukan perbaikan dan pembaruan terhadap
bangunan-bangunan di tempat-tempat suci itu.
Perluasan Masjdil Haram yang dilakukan sejak
tahun 1375 H oleh Raja Sa’ud lalu dilanjutkan oleh Raja Faisal, dan selesai
dikerjakan pada masa Raja Khalid. Tepatnya tahun 1396 H, dia menyelesaikan
pembangunan serambi/koridor Masjidil Haram tahap kedua dan sumur Zamzam, di samping
renovasi-renovasi lainnya.
Raja Khalid juga membangun berbagai
terowongan menuju Masjidil Haram dengan melakukan pengeboran beberapa gunung
yang mengelilingi Masjidil Haram. Selain itu, pada periode Raja Khalidlah
pabrik baru pembuatan Kiswah di Ummul Jud diresmikan, tepatnya pada tahun 1397
H.
Raja Khalid juga memerintahkan pembangunan
dua pintu baru Ka’bah. Pada masanya, perluasan tempat thawaf juga selesai
dikerjakan sehingga dapat menampung lebih banyak jamaah haji atau umrah yang
hendak thawaf.
Sementara di Madinah, Raja Khalid telah
menyelesaikan penggandaan atap Masjid Nabawi, dalam rangka melanjutkan proyek
yang sebelumnya telah dimulai oleh Raja Faisal. Dengan demikian, pada masa
pemerintahannya, luas bangunan masjid yang diberi atap menjadi 43.000 meter
persegi. Raja Khalid terus melakukan pengembangan yang berkesinambungan
terhadap Dua Kota Suci umat Islam. Dia juga terus melayani para tamu Allah
dengan memberikan kenyamanan, kemudahan, dan keteraturan bagi seluruh jamaah.
1.4 Haji Pada
Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Fahd bin Abdul Aziz
Perluasan dan pembangunan Dua Tanah
Suci mengalami puncaknya pada masa pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz. Dia
menjadikan Masjidil Haram mampu menampung satu juta jamaah sekaligus dalam satu
waktu, sedangkan Masjid Nabawi sanggup menampung 1.200.000 jamaah. Selain itu,
pembangunan dan pengembangan area sekitar dua Masjid Suci juga terus
digalakkan. Pada 2 Shafar 1309 H/13 September 1988 M, Raja Fahd melakukan
peletakan batu pertama menandai perluasan Masjidil Haram di Makkah.
Tahap berikutnya yang meliputi
pembangunan ruang bawah tanah, lantai dasar, dan lantai satu. Semua lantai itu
dibangun dengan dilengkapi pengatur udara (air conditioner). Pusat mesin
penggerak AC itu dibangun di Ajyad. Lantai bawah tanah dibangun untuk mengatur
saluran air, saluran kabel, dan saluran udara. Air dingin yang mengalir di
lantai bawah tanah itu juga berasal dari pusat mesin di Ajyad.
Perluasan pada masa Raja Fahd ini
merupakan kelanjutan dari perluasan sebelumnya dan kedua perluasan itu benar-benar
terintegrasi dengan baik. Tiang-tiang pancang Masjidil Haram pun dihiasi dengan
marmer putih bersih, begitu pula dengan lantai masjid.
Dinding-dinding bagian luar Masjidil Haram dilapisi
marmer hitam yang dipadukan dengan batu-batu buatan, sedangkan dinding-dinding
dalamnya dihiasi dengan kaligrafi bertema keislaman yang begitu indah.
Tiang-tiang yang dihiasi marmer di dalam Masjidil Haram mencapai 530 buah di
tiap lantainya.
Perluasan pada masa Raja Fahd, terdapat
penambahan 14 pintu di sekeliling Masjidil Haram sehingga jumlah totalnya
menjadi 112 pintu. Seluruh pintu ini dibangun dengan menggunakan kayu-kayu
pilihan kualitas nomor satu, juga dilapisi logam berukir indah.
Adapun jendela-jendela yang ada di
Masjidil Haram terbuat dari alumunium kuning dan dilapisi logam berukiran
sangat elok. Pada perluasan kali ini, perkembangan yang terlihat seiring
kemajuan zaman adalah dibangunnya dua buah bangunan yang dilengkapi tangga
berjalan (eskalator) di bagian utara dan selatan masjid, ditambah dua tangga
yang sama untuk masuk ke dalam masjid. Secara keseluruhan, jumlah eskalator di
Masjidil Haram ada sembilan buah, tidak termasuk eskalator-eskalator yang
menempel di beberapa penjuru masjid. (http://www.jurnalhaji.com/pernik-haji/haji-pada-masa-kerajaan-arab-saudi-periode-raja-fahd-bin-abdul-aziz/#sthash.Kc7hcgcR.dpuf)
1.5
Haji Pada Masa Kerajaan Arab Saudi: Periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz
(3-habis)
Raja Abdullah bin Abdul Aziz yang memimpin
Kerajaan Arab Saudi saat ini mempunyai agenda besar untuk pembangunan Tanah
Suci Makkah. Dalam masalah perluasan halaman Masjidil Haram,
arah Asy-Syamiyah dimulai dari Bab (Pintu) Marwa dan berakhir di lorong Bab
Marwa, Gunung Hindi di Asy-Syamiyah, dan tepat di mulut terowongan dari
arah Bab Raja Fahd. Perluasan ini hanya mencakup halaman saja, serta
pengajuan pembangunan 63 menara hotel di ujung halaman tersebut.
Perluasan halaman Ka’bah dan tempat thawaf
dilakukan dengan mengubah perluasan pada masa Utsmani. Perluasan Masjidil Haram
dari tiga sisi yang berujung di tempat sa’i karena tidak termasuk bagian
Masjidil Haram.
Berdasarkan saran Khadim Haramain, Raja
Abdullah, Rumah Sakit Ajyad akan dirobohkan, dan istana kerajaan akan dipindah
ke Gunung Khandamah. Perluasan Masjidil Haram pun dilakukan dari arah Ajyad.
Penambahan lantai Masjidil Haram hingga
memiliki empat lantai—sama dengan tempat sa’i yang baru dan penambahan dua
lantai lagi pada masa mendatang, sehingga Masjidil Haram secara keseluruhan
berlantai enam.
Setelah empat tahun, insya Allah akan
dilakukan peruntuhan Hotel Al-Ithlalah dan perluasan Masjidil Haram dari arah
Misfalah. Setelah sembilan tahun, insya Allah akan dilakukan peruntuhan Hotel
At-Tauhid Intercontinental dan perluasan Masjidil Haram dari arah Misfalah.
Setelah pengaktifan gedung sentral pendingin melalui proyek Raja Abdul Aziz,
proses pendinginan ruangan Masjidil Haram akan disuplai dari tempat ini.
Dilanjutkan dengan perubahan bangunan pengatur pendingin ruangan yang lama dan
perluasan Masjidil Haram dari arah Ajyad.
Pada masa ini
luas halaman yang mengelilingi Masjidil Haram mencapai lebih dari 40.000 meter
persegi dengan daya tampung 65.000 jamaah shalat pada hari-hari biasa.
Sementara pada musim haji, daya tampung halaman tersebut bisa berlipat ganda.
Proyek perluasan Masjidil Haram juga
meliputi pembuatan terowongan pasar kecil yang memanjang mulai halaman
Asy-Syabikah hingga terowongan Ajyad Sud. Jalan yang berada di depan Bab Malik
Fahd dan Bab Malik Abdul Aziz dipisah antara jalan untuk kendaraan dan untuk
pejalan kaki.
Hal itu agar orang-orang yang hendak
melaksanakan shalat bisa dengan mudah keluar masuk Masjidil Haram. Halaman di
sekitar masjid juga dapat digunakan sebagai tempat shalat. Pembangunan
terowongan menelan biaya lebih dari 650 juta riyal Saudi.
Perluasan Masjidil Haram juga meliputi
pembangunan lingkaran beton di sekitar masjid untuk memenuhi kebutuhan umum
seperti saluran air, jaringan telepon dan listrik, tanpa harus merusak jalan
yang sudah ada sehingga tidak mengganggu keindahan kawasan. Seluruh fasilitas
umum tersebut disediakan dengan memasang saluran dan kabel bawah tanah.
Di masa mendatang, beberapa proyek yang
berkaitan dengan energi akan dibangun di kawasan sekitar Masjidil Haram,
seperti proyek yang telah berhasil dibangun pada tahun-tahun sebelumnya untuk
melayani tamu-tamu Allah yang datang ke Makkah, seperti pembangunan enam jembatan
di tempat sa’i guna memisahkan jamaah yang hendak keluar atau masuk Masjidil
Haram dan orang yang sedang melaksanakan sa’i. Dengan begitu, mereka dapat
bersa’i dengan mudah tanpa harus berdesak-desakan.
Proyek lain yang telah berhasil dibangun
adalah pendinginan air Zamzam secara mekanik, juga penggantian marmer tempat
thawaf dengan marmer dingin sehingga para tamu Allah dapat melaksanakan thawaf
di Baitullah kapan saja, baik pada waktu siang maupun malam. Begitu juga
perluasan area thawaf di sekitar Ka’bah agar dapat menampung lebih banyak
jamaah.
Sementara itu, pagar kayu di sekitar serambi
Masjidil Haram telah dikelilingi pagar marmer yang mengusung ornamen islami
yang sangat indah. Belum lagi pembangunan lantai atas Masjidil Haram yang
digunakan untuk shalat pada saat ramai jamaah dan musim haji, demi mengurangi
kepadatan jamaah di dalam masjid, serta pengadaan eskalator yang dapat
digunakan oleh jamaah shalat untuk pindah dari lantai bawah ke lantai atas atau
sebaliknya.
Yang disayangkan dalam masalah pembangunan kota Makkah,
pihak Saudi tidak memperhatikan situs atau peninggalan sejarah islam, ada juga
yang mengatakan lebih dari 300 peninggalan dan jejak islam dimusnahkan hanya
dengan alasan kemajuan dalam pembangunan dan yang lebih parah lagi alasanya
hanya karena takut disembah-sembah atau dipuja-puja oleh orang muslim. Bahkan
ada yang tampak jelas penyimpangan dan kesalahan dalam hal pembangunan
tersebut.[4]
2.
Kasus-Kasus
Terkait Ibadah haji Masa Saudi
2.1 Perubahan dan Pelebaran Tempat Sa’i
Sa’ie (Mas’a) yang merupakan syiar Allah
dalam peribadatan haji dan umrah. Pada tahun lepas kerajaan Saudi telah
bertindak merobohkan tempat sa’ie yang lama (yang sah dinamakan Mas’a) kemudian
dibina tempat sa’ie yang baru dan diperluaskan lagi lebarnya satu kali ganda
sehingga terkeluar dari landasan ukuran lebar yang ditentukan oleh syarak
(dinamakan Tausi’ah) tanpa meneliti kajian yang tepat hanya berdasarkan syubhah
yang tertolak.
Pada masa yang sama didapati ramai
dikalangan pelajar dan pengajar kurang mahir dalam pengkajian pada perubahan
yang berlaku di tempat sa’ie lantas mereka tidak mengkaji secara telus hanya
menyerah kepada jawaban atau fatwa yang dikeluarkan oleh mana-mana individu
atau jabatan dan dukacita didapati beberapa jawaban yang mereka terima itu
hakikatnya tidak berdasarkan kaidah fiqhiyyah yang tepat bahkan lebih hampir
kepada ianya bercanggah dengan Al-Qur'an, Al-Hadith, Ijma’ dan Qawa’id Fiqhiyyah
itu sendiri. Alasan mereka yang mengharuskan perluasan tempat sa’ie dilihat
hanya berkisarkan slogan “Memudahkan Jangan Menyusahkan”.
Amat memalukan mereka yang diperakui
keilmuannya tidak mengikut disiplin ilmu dalam menuturkan satu hukum sehingga
mengharuskan perluasan tempat sa’ie walaupun ianya adalah tawqify (ditetapkan
syarak tidak boleh ijtihad).
Apapun berlaku seorang muslim harus
merenung, memikirkan dan wajib bertindak dalam memelihari agama yang suci murni
ini. Hadith Nabi yang masyhur: “ Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah ia
dengan kuasanya jika tidak dengan lidahnya jika tidak mampu juga maka dengan
hatinya” dan perubahan pada pelebaran tempat sa’ie adalah satu jenayah yang
tidak harus dibisukan. Bukan tidak menghormati pemerintah di sana tetapi syarak
lebih aula lagi utama untuk ditegakkan.
Sudah pasti persoalan yang timbul. Adakah haji
dan umrah mereka tidak sah? Apakah tindakan sewajarnya? Jawaban ringkas yang
saya boleh berikan adalah mereka yang melakukan ibadah haji atau umrah ketika mana mereka melakukan sa’ie itu di luar kawasan sa’ie yang sahih maka hukum
bersa’ie mereka itu tidak sah. Inilah yang telah dinaskan oleh Imam Asy-Syafi’e
dan para ulama. Sekarang ini yang telah berlaku tempat sa’ie tersebut telah
diperlebarkan sehingga terkeluar dari ukuran syarak dan ramai yang melakukan
sa’ie dikawasan yang tidak sah itu setelah pemerintah di sana memperlebarkan
tempat sa’ie (mas’a) sehingga melebihi ukuran lebar syarak. Ada pula yang
mendakwa kononnya lebar tempat sa’ie itu tidak pernah ditentukan oleh siapa
pun lantas dinukilkan beberapa kenyataan para ulama tanpa tadqiq dan tahqiq.
Sedangkan hakikatnya lebar ukuran Sofa dan
Marwah itu telah ditentukan oleh ramai ulama berdasarkan sejarah dan sabda
Rasulullah sollallahu ‘alaihiwasallam antara mereka Imam An-Nahrawaniy (w 990H)
dalam kitab Al-I’lam Bi ‘Alam Baitillihil Haram dan ulama Islam pengaji sejarah
yang terkenal Al-Azroqy dalam Akbar Makkah dan lain-lain ulama.
Perlu diingatkan ukuran tempat sa’ie bukanlah perkara ijtihadiy tetapi ianya tauqifiy yaitu tidak boleh seseorang walaupun seorang ulama mujtahid mengubah tempat’ sa’ie tersebut atau diperluaskan sehingga keluasan yang amat besar seperti mana sekarang ini yang berlaku.
Perlu diingatkan ukuran tempat sa’ie bukanlah perkara ijtihadiy tetapi ianya tauqifiy yaitu tidak boleh seseorang walaupun seorang ulama mujtahid mengubah tempat’ sa’ie tersebut atau diperluaskan sehingga keluasan yang amat besar seperti mana sekarang ini yang berlaku.
Untuk kali ini saya tinggalkan pembaca dengan keputusan Fatwa Saudi
sendiri menolak perluasan tempat sa’ie itu sendiri:
KEPUTUSAN RESMI MAJLIS FATWA SAUDI ARABIA BERKAITAN PERLEBARAN
TEMPAT SA’IE YANG BARU ITU ADALAH IANYA HARAM DIPERLEBARKAN DAN MEMADAI DENGAN
DIBINA BERTINGKAT TINGAT DAN JANGAN DIPERLUASKAN UKURAN LEBARNYA KERANA
BERCANGGAH DENGAN SYARAK.
KEPUTUSAN BIL (227) BERTARIKH 22/ 2 1427H.[5]
Walaupun itu fatwa dari negara yang terkenal
di sana akan kewujudan beberapa orang berfikrah kewahabiyahan mereka. Tetapi
pada keputusan tersebut terdapat kebenaran yang telahpun lama jelas dikalangan
para tokoh-tokoh ulama Islam yang telah lama mengkaji antaranya Tuan Guru Dr.
Syeikh Toha Ad-Dasuqy yang merupakan juga Prof dan Dekan Qism Aqidah Wal
Falsafah Kuliyyah Usuluddin Kaherah Universiti Al-Azhar Mesir dan ramai lagi.
Fatwa tersebut hanya sekadar susulan sokongan pada kajian yang telah dibuat dan
bukan mempersetujui aqidah Wahhabi. Maha suci Allah dari sifat makhluk dan
sifat duduk.
2.2 Bentrok dengan Iran
Di zaman modern, insiden paling sering
adalah bentrok aparat keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran.
Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran agar para
jemaah haji Iran menyampaikan protes terhadap kerajaan Saudi.
Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987M yang menewaskan 401
orang. Di antaranya adalah 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah
haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan adalah jemaah
haji Iran.
Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran
sudah berlangsung relatif lama. Dimulai saat Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama
Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang
dikultuskan umat Islam di Hijaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun
1925M.
Tindakan ini tidak ayal membuat marah
pemerintahan dan rakyat Iran yang mayoritas Syiah. Kemelut pun dimulai,
Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh
warga Iran pergi haji pada tahun 1927.
Ketegangan bertambah parah setelah pada tahun 1943, pemerintah Arab
Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran manusia
di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya
pergi haji hingga tahun 1948. Sejak saat itu, demonstrasi jemaah haji Iran
terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun
1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil
menyampaikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para
jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama “Menjaga.”
Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini
memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak menyebarkan
pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.
Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi
membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi
jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.
Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31
Juli 1987. Para jemaah haji Iran melakukan pawai protes menentang para musuh
Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika sampai di depan
Masjidil Haram, mereka diblokir oleh aparat keamanan Arab Saudi, namun mereka
tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang
mengakibatkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa
yang panik. Ada beberapa versi pemicu kematian ratusan orang pada insiden ini.
Pemerintah Iran mengatakan, aparat keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah
demonstran damai, sementara Arab Saudi mengatakan bahwa korban tewas akibat
terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, hubungan kedua negara
kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah
haji Iran.
2.3 Munculnya Mahdi Palsu
Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20
November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan
menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.
Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif
al-Otaibi yang mengatakan saudara iparnya, Muhammad bin Abdullah Al-Qahtani,
adalah Imam Mahdi atau sang penyelamat akhir zaman.
Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi,
termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka
sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka
memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani.
Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum akhirnya para militan
diberantas oleh pasukan bersenjata gabungan antara Arab Saudi dengan beberapa
negara.
Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya
persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.
Pasukan kerajaan siap melakukan gempuran
mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Syaikh
Abdul Aziz bin Baz, yang telah melarang segala jenis kekerasan di
Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk
mengambil alih Ka’bah.
Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan
Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi
tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.
Berbagai cerita berbeda mengisahkan
saat-saat penyerangan oleh tentara gabungan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis. Salah
satu laporan mengatakan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan
mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya mengatakan
para tentara menggunakan gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan
Arab Saudi tidak berdaya.
Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi
Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan lantaran
Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim. Wallahu a’lam. (www.fimadani.com/inilah-sejarah-kabah-dari-masa-ke-masa/)
2.4 Banjir Ka’bah
Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan
adalah banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara
luas, terlihat bagian dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir
setengah tinggi Ka’bah.
Di beberapa tempat bahkan mencapai leher
orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian membuat beberapa tiang masjid
yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan Saudi terpaksa harus
melakukan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.
Banjir
sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit
beberapa bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang
letaknya seperti mangkuk. Air hujan tidak dapat dapat mudah diserap oleh tanah,
mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung
selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik
sekarang.
3.
Kuota
Ibadah Haji
Makkah bukanlah suatu tempat yang besar yang
mampu menampung jamaah haji dari berbagai Negara dengan waktu yang sama, oleh
karena itu pihak Saudi selalu memanaj administrasi dengan baik sehingga bisa
maksimal dalam masalah tersebut. Sebagai wujud usahanya dari pihak Saudi mereka
mencoba perluasan wilayah masjidil Haram sebagai manifestasi dari kepedulian
pihak Saudi. Berikut ini adalah perkembangan kuota ibadah haji khususnya di
Makkah al-Mukarromah.
Pada periode pertama, dalam pemerintahannya,
Masjidil Haram diperluas hingga dapat memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara
Masjid Nabawi diperluas hingga dapat memuat 17.000 jemaah.
Pada periode Raja Abdullah bin Abdul Aziz
(2) kuota jamaah haji sudah cukup banyak terlebih untuk Indonesia karena
mengingat penduduk muslimnya terbanyak. Karena perluasan terus dilakukan begitu
juga lantai paling atas atau lantai atap. Semula, lantai tersebut hanya seluas
152.000 meter persegi dengan daya tampung 340.000 jamaah shalat, dan setelah
diperluas, lantai atap memiliki daya tampung hingga 770.000 jamaah shalat.
Sedangkan masa Raja Fahd bin Abdul
Aziz, adalah masa di mana perluasan dan pembangunan dua Tanah Suci
mengalami puncaknya pada masa pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz. Dia
menjadikan Masjidil Haram mampu menampung satu juta jamaah sekaligus dalam satu
waktu, sedangkan Masjid Nabawi sanggup menampung 1.200.000 jamaah.
Adapun dalam periode Raja Abdullah bin
Abdul Aziz Makkah menjadi kota yang sangat luar biasa dalam pembangunan.
Sehingga dalam masalah perluasan masjidil Haram semakin ditambah.
Halaman yang mengelilingi Masjidil Haram pada masa ini mencapai lebih dari
40.000 meter persegi dengan daya tampung 65.000 jamaah shalat pada hari-hari
biasa. Sementara pada musim haji, daya tampung halaman tersebut bisa berlipat
ganda.
Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja
Abdullah bin Abdul Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun
2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan
kapasitas luar masjid dapat menampung 800.000 hingga 1.120.000 jema'ah. Jika
proyek yang dirancangkan telah selesai, bagian dalam Masjidil Haram akan dapat
menampung hingga dua juta jemaah haji.[1]
Begitulah sedikit potret haji pada masa kerajaan Arab Saudi, yang
dalam langkahnya penuh dengan kemajuan baik dibidang inovasi prasarana,
bangunan, system dan lain sebagainya. Meskipun disisi lain ada kontroversi di
dalamnya dalam masalah pembangunan dan yang lainnya. Kesimpulannya haji pada
masa Saudi banyak mengalami kemajuan pesat meskipun di sisi lain masih ada
kekeliruan dalam sebuah keputusan. Inilah kehebatan pemimpin, bisa merubah apapun.
Bukan hanya nama wilayah yang bisa dirubah, melainkan semuanya (tanpa
terkecuali), mulai dari nama negara, sistem, tradisi, madzhab, dll. Semuanya bisa
dirubah oleh pemimpin. Labbaika Allahmumma Labbaika...
LAMPIRAN
Gambar 1: bendera Arab Saudi.
Gambar 1.
Gambar 2-6:
contoh inovasi yang ada.Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
REFERENSI
Ensiklopedia Islam Jilid 1-3.
Rangkuman Ensiklopedia Islam Karya Prof. Smith.
Tulisan Jurnalistik, Redaktur:
Chairul Akhmad, Reporter: Hannan Putra. Sumber: Atlas Haji & Umrah
karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth.
[1] Lihat lampiran gambar Makkah masa depan.
[1] Lebih jelas lihat
gambar lampiran.
[2] Baca selengkapnya
“RANGKUMAN ENSLIKOPEDI ISLAM” Karya Prof. Smith.
[3] Untuk lebih jelasnya
lihat lampiran gambar inovasi yang sudah ada.
[4] Dalam hal ini,
penulis memberikan sedikit bukti berupa gambar.
[5] Lihat Lampiran
Gambar.
[6] Lihat lampiran gambar Makkah masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar