KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Al-Lahajaat Al-Arabiyah Al-Qodimah
Nasyatuha Wadzowahiriha”.
Makalah ini membahas tentang
pertumbuhan dan fenomena lahjat Arab Al-Qodimah. Makalah ini di harapkan
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pertumbuhan dan fenomena lahjat
Arab Al-Qodimah. Dalam makalah ini pembaca akan menemukan jawaban atas
beberapa pertanyaan seperti:
Bagaimana asal usul bahasa Arab ?
Bagaimana proses pertumbuhan lahjat Arab Al-Qodimah ?
Bagaimana fenomena lahjat Arab Al-Qodimah ?
Kami ucapkan Jazakumullah Ahsanal
Jaza' kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Terutama kepada Dosen pengampu mata kuliah Al-Madhol
Ila Ilmi Al-Lughah Dr. Torkis lubis yang selalu membimbing kami, serta
teman-teman yang turut menyumbangkan referensi. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Kami menyadari makalah ini kurang
sempurna jika tanpa bantuan pembaca. Oleh karena itu, selalu kami nantikan
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.Semoga bermanfaat. Amin.
Malang, 09 Juni 2012
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 3
1.1 A. Latar Belakang............................................................................................................ 3
B.
Tujuan ......................................................................................................................... 4
C.
Rumusan Masalah....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 5
2.1 Kajian Pustaka................................................................................................................. 5
A. Selayang Pandang Asal Usul Bahasa Arab ................................................................ 5
B proses Pertumbuhan dan Perkembangan
Lahjat Arab
Al-Qodimah............................ 7
C. Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah ………………………………………………...
12
BAB III PENUTUP.............................................................................................................
16
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahasa merupakan sesuatu yang unik yang akan terus hidup dan bekembang
seiring berjalannya waktu. Bahasa memainkan peranan penting dalam hidup kita.
Barangkali karena lazimnya, jarang sekali kita memperhatikannya seperti halnya
berjalan dan bernafas[1].
Bahwasanya Tuhan menciptakan manusia beraneka ragam bentuk fisik,
warna kulit, bahasa dan budaya sehingga dengan ini terjadilah masyarakat multicultural[2].
Dengan ini terciptalah perbedaan-perbedaan antara satu budaya dengan budaya
lain. Termasuk diantara perbedaan tersebut adalah masalah kebahasaan atau
dialek.
Akan tetapi, ada keadaan-keadaan tertentu yang mana orang-orang berpendidikan
membicarakan persoalan-persoalan bahasa[3]
terlebih kepada lahjat Arab. Bagaimana awal mula pertumbuhan dan
fenomenanya lahjat Arab sangat menarik untuk dibahas.
Bahasa Arab yang dikenal dari rumpun bahasa Smith atau dari keturunan
Sam bin Nuh ini mulai berkembang seiring berjalannya waktu, terlebih setelah
hancurnya peradaban Khimyariyah, Akadiah, Samuth, dan lain sebagainya yang ada
diJazirah Arab. Faktanya bahasa semakin menyebar dengan karakternya
masing-masing disetiap penjuru yang mana hal ini sudah terjadi jauh datangnya
islam.
Perkembangan lahjat mampu berkembang di Jazirah Arab karena berbagai
banyak factor, salah satunya adalah factor social masyarakat dan factor
letak geografis. Karena itulah yang membawa lahjat menjadi lebih popular
dikalangan masyarakat Arab.
Oleh karena itu, terjadilah variasi bahasa yang berbeda dari satu
tempat wilayah atau area tertentu. Dalam makalah ini kami akan memaparkan pembahasan
tentang pertumbuhan lahjat Arab dan fenomennya, yang dalam bahasa
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan dialek.
Dengan memahami pertumbuhan dan
fenomena lahjat Arab Al-Qodimah diharapkan dapat memahami lahjat
mulai dari suatu lahjat dari akar lahjat itu sendiri muncul, juga
dapat mengetahui proses perkembangan lahjat, serta dapat memberikan
sebuah kontribusi dalam bidang bahasa secara umum misalnya memberikan gagasan
untuk mulai menggerakkan dan menyatukan umat untuk mulai kembali mewujudkan ghiroh
dalam memakai bahasa pemersatu bangsa atau lebih dikenal dengan bahasa fushca.
Semoga dapat memberikan tambahan wawasan bagi penulis khususnya dan juga bagi
para pembaca umumnya. Amin.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini dapat di
bagi menjadi dua tujuan besar yaitu Main
Purpose (tujuan Umum) dan Special
Purpose (tujuan khusus). Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa
dapat memahami pertumbuhan dan perkembangan lahjat Arab juga fenomenanya
sehingga dapat berfikir secara logis serta dapat mengambil kesimpulan dengan
obyektif. Sedangkan tujuan khusus dari penulisan malakah ini adalah sebagai
berikut:
1) Untuk
Mengetahui Asal Usul Bahasa Arab.
2) Untuk
Mengetahui Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah.
3) Untuk
Mengetahui Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah.
1.3
Rumusan Masalah
1) Bagaimana
Asal Usul Bahasa Arab ?
2) Bagaimana Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Lahjat
Arab Al-Qodimah ?
3) Bagaimana
Fenomena lahjat Arab Al-Qodimah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kajian Pustaka
A. Selayang
Pandang Asal Usul Bahasa Arab
Bahasa Arab[4]
adalah bahasa yang masuk dalam sub-rumpun bahasa semit yang berasal dari Sam
putra nabi Nuh as. Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi dua
bagian besar yaitu bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab utara. Bahasa Arab utara
disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab tenggara.
Bahasa Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa Ma’inia. Bahasa
Arab selatan merupakan bahasa wilayah tengah jazirah Arab dan timur laut.[5]
Bahasa ini dikenal dengan bahasa Arab Fushca yang hingga kini dan masa-masa
yang akan datang tetap dipakai karena al-Qur`an turun dan menggunakan bahasa
ini. (lebih jelasnya lihat tabel I dibawah ini[6])
Bahasa Arab ini
termasuk dalam bahasa klasik yang paling luas penggunaannya di dunia ini dari
pada bahasa-bahasa klasik lainnya, seperti bahasa Latin, bahasa Sanskerta,
bahasa Ibrani, dan bahasa lainnya. Setiap bahasa digunakan oleh orang yang
termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Bahasa-bahasa yang ada di jazirah Arab
jika ditinjau dari formalitas sebuah bahasa, dalam hal ini bahasa Arab maka
terbagi menjadi dua bentuk, yakni: bentuk bahasa Arab klasik (fuscha)
dan bentuk bahasa Arab ragam cakapan (Ammiyyah). Keadaan ini sudah
umum terjadi di setiap negara yang menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab yang
memiliki sejarah panjang berkembang secara cepat seiring kedatangan Islam abad
ke-enam masehi dan mengalami berbagai fase kebahasaan yang membuatnya
memiliki sekian banyak variasi dan dialek (lahjat).[7]
Bahasa Arab
dilihat dari ragamnya dapat dibedakan ke dalam dua macam bentuk, yaitu:
Pertama, bahasa Arab Fuscha (ragam standar). Bahasa Arab Fuscha
adalah bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an, situasi-situasi resmi,
penggubahan puisi, penulisan prosa dan juga ungkapan-ungkapan pemikiran
(tulisan-tulisan ilmiah).[8]
Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan, yaitu Bahasa
Arab Klasik (Classical Arabic) yang digunakan dalam bahasa al-Qur’an dan Bahasa
Arab Standar Modern (Modern Standard Arabic) yang digunakan dalam bahasa
ilmiah. Kedua, bahasa Arab Ammiyyah (ragam non-standar).
Menurut Emil
Badi’ Ya’qub, bahasa Ammiyyah atau yang sering dikenal dengan al-Lahjah
adalah bahasa yang digunakan dalam urusan-urusan biasa (tidak resmi), dan yang
diterapkan dalam keseharian. Bahasa ini tidak lain adalah bahasa yang digunakan
dalam percakapan sehari-hari. Pengertian sebagaimana diungkapkan oleh Emil
Badi’ tersebut tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya bahasa Arab Ammiyyah
pun telah merambah dan digunakan dalam bahasa-bahasa sastra seperti penggubahan
puisi dan penulisan prosa, terlebih setelah terbentuknya negara-negara Arab
merdeka[9].
Bahasa Arab telah
melalui sejarah formatif dan perkembangan yang panjang. Masyarakat Arab pra Islam terdiri dari beberapa kabilah
dan memiliki sejumlah
ragam dialek bahasa (al-lahaja:t al-Arabiyah al-qadi:mah) yang berbeda-beda
akibat perbedaan dan kondisi-kondisi khusus yang ada dimasing-masing wilayah
(Wafi, 1983:119). Berbagai dialek itu secara umum dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu al-Arabiyat al-bai:dah (bahasa Arab yang telah punah) dan al-Arabiyat
al-ba:qiyah (bahasa Arab yang masih lestari). Al-Arabiyat al-bai:dah
mencakup dialek-dialek bahasa Arab bagian utara Jazirah Arab dan sebagian
dialek selatan. Sedangkan al-Arabiyat al-ba:qiyah adalah dialek yang
dipergunakan dalam qashidah (bahasa puisi) jaman jahiliah atau pra-Islam,
bahasa yang dipergunakan di dalam Al-Qur'an, dan bahasa Arab yang dikenal sampai
hari ini.[10]
B. Proses Pertumbuhan
Dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah
Para ahli bahasa
hanya mungkin menjelaskan keragaman bahasa Smith
yang disitu terdapat berbagai lahjat yang berbeda-beda dikarenakan
terpecah bahasa smith dari para penuturnya sehingga bercabang-cabang dengan
cara berpindah tempat atau karena suatu pekerjaan, maka lahjat tesebut
akan tinggal bersama dengan sebagian dasar dan asal yang berbeda meskipun
terdapat perbedaan banyak dari segi banyaknya mufrodat[11],
nahwu[12],
tarkib, uslub,[13]
dll. Ketika lahjat berpindah dari sebagian orang kesebagian yang lain
dalam suatu tempat dan waktu semakin tampak perbedaannya. Sehingga dengan
seiring berjalanya waktu tumbuh lahjat yang terpisah dari masyarakat. Maka
ada kewenangan bahasa yang bebas dan hal inilah yang menjelaskan perbedaan
antara bahasa Arab, Akadiyah, Khimyariyah, dll dari macamnya bahasa Smith yang
banyak.[14]
Sejalan dengan
pendapatnya Guiraud (1970: 26) terjadinya ragam
dialek (Lahjat) itu disebabkan
oleh adanya hubungan dan keunggulan bahasa yang terbawa ketika terjadi
perpindahan penduduk, penyerbuan atau penjajahan. Hal yang tidak boleh
dilupakan ialah peranan dialek atau bahasa yang bertetangga di dalam proses
terjadinya suatu dialek itu. Dari dialek dan bahasa yang bertetangga itu,
masuklah anasir kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal. Setelah itu kemudian ada di antara
dialek tersebut yang diangkat menjadi bahasa baku, maka peranan bahasa baku itu
pun tidak boleh dilupakan. Sementara pada gilirannya, bahasa baku tetap terkena
pengaruhnya baik dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya.[15]
Tidak
mengherankan bahasa Arab selatan atau yang dikenal dengan bahasa fushca atau setelah
bahasa al-Qur’an merebut seluruh jazirah Arab setelah runtuhnya peradaban Yaman
dan bahasanya seperti bahasa Sabaiyah dan Himyariyah. Bahasa tersebut semakin
meluas ke kabilah Yamaniah yaitu dengan cara masyarakatnya yang mencoba hidup
mengembara setelah hancurnya peradaban tersebut. Sedangkan jazirah Arab tidak
cukup menampung masyarakat besar dari selatan dan utara dengan lahjat
mereka. Hal ini sangat memungkinkan menjadi beranekaragam, Berkembang, dan
tumbuhnya lahjat tersebut serta disitu memungkinkan lahjat dengan
kekhususan bahasa yang bebas.[16]
Menurut pusat
pembinaan dan pengembangan bahasa (1983), pertumbuhan dan perkembangan dialek (lahjat)
sangat ditentukan oleh factor intralinguistik dan factor ekstralinguistik[17].
Factor intralinguistik yaitu factor bahasa itu sendiri sedangkan factor
ekstralinguistik seperti factor geografis, budaya, aktifitas ekonomi, politik,
kelas social, dan sebagainya. Seperti halnya factor-faktor dalam pertumbuhan
dan perkembangan lahjat Arab Al-Qodimah yaitu:
1. Factor Social
Bangsa Arab
mempunyai system kesukuan, dimana mereka saling beradu kekuatan terutama suku
badui. Penduduk gurun/ badui kehidupannya berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Dalam adat mereka mengendarai unta, menggembala domba dan
keledai, berburu dan meyerbu musuh merupakan pekerjaan yang pantas untuk
laki-laki. Mereka belum mengenal pertanian, perdagangan, dan tidak memiliki
keahlian tertentu, menyerang, membalas serangan, merampok, dan menjarah
merupakan kejahatan yang sudah melekat dengan kehidupan mereka (penduduk
badui). Masyarakat badui memiliki rasa kesetiaan yang besar terhadap sesame
warga suku. Sebuah suku harus mampu melindungi warganya, sebaliknya warga harus
setia terhadap sukunya.[18]
Diantara orang
Arab meraka adalah suku badui yang kehidupannya suka memerangi kabilah lain,
kehidupanya selalu berperang.[19]
Dan hal perbedaan lahjat tersebut disebabkan perang tersebut seperti
ketika terjadi pengasingan yang didalamnya terdapat manusia sehingga lahjat
saling beradu dengan yang lainya, hal ini membuktikan bahwa terjadi pendekatan
dari satu lahajat dengan lahjat yang lain.
Selain kehidupannya
yang suka berperang, orang Arab memiliki pasar-pasar yang fungsinya selain
untuk bertemu ketika jual beli dihari khusus perdamaian untuk sekedar mencari
kebutuhan untuk hidup, juga sebagai tempat bertemu antar kabilah dipasar
musiman tersebut. Oleh karenanya, selain terjadi pergantian barang dagangan,
juga disitu terjadi pertukaran mufrodat, lafadz, dan tarkib, maka para
kabilah mengambil dari sebagian bahasa kabilah lain yang menyebabkan beberapa
mufrodat lahjat diabaikan atau dibangun (pertambahan mufrodat) dari sebagian
lainya, hal inilah membuat lahjat berdekatan secara bertahap.[20]
Diantara pasar
tersebut adalah pasar daumatul jandal yang diadakan setiap bulan rabiul awal,
pasar uman (dekat dengan Bahrain), pasar rabiyah di Hadzrol Maut, pasar Ukaz
(dekat dengan Thoif), pasar tersebut mulai dari awal bulan bulan Dzul Qo’dah
sampai dua puluh hari, kemudian menuju ke Makkah untuk melaksanakan ibadah
haji.[21]
Disitupula terjadi pendekatan bahasa dari satu kabilah dengan kabilah lain
sehingga memungkinkan terjadi pertukaran lahjat antar kabilah.
2. Faktor Geografis
Factor geografis
juga juga berperan dalam membantu tercampur dan berkembangnya lahjat.
Diantaranya adalah iklim, seperti yang diketahui bahwa dijazirah Arab memiliki
suhu panas diatas rata-rata sehingga setiap kabilah terbiasa hijrah
berpindah tempat antara sekitar dan yang lainnya. Selain hal itu juga geografis
jazirah Arab tidak terhalang seperti terhalang hamparan gunung dan sungai besar
sehingga mencegah untuk berhijrah[22].
Sebagian besar
tanah Arab terdiri dari gurun pasir, disana sangat kekurangan air, suhu sangat panas dan
kering, tidak ada teluk yang dapat dijadikan pelabuhan kapal, sehingga dikenal negara Arab sangat
miskin, buminya tandus, dan penduduknya hidup dalam serba kekurangan. Karena
udara tanah Arab yang panas dan penghidupan yang sukar di negeri itu yang
menyebabkan penduduknya bertabiat kasar dan kejam[23].
Inilah yang menyababkan mereka hidup mengembara artinya selalu berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk mencari tanah yang subur yang bisa
ditumbuhi rumput dan tanam-tanaman untuk mereka dan binatang ternak mereka.
Apabila bahan
untuk makanan mereka telah habis mereka akan pindah ke tempat lain lagi, begitu
seterusnya. Inilah yang menyebabkan diantara mereka sering terjadi perselisihan
yang timbul karena tanah subur dan padang rumput tempat menggembala binatang
ternak. Perselisihan ini sering kali menimbulkan perkelahian-perkelahian atau
bahkan peperangan-peprangan yang besar, sehingga dikatakan bangsa Arab selalu
hidup dalam berperang.
Jazirah Arab
selatan tidak hanya terdapat satu kota untuk kabilah syamaliyah saja,
tetapi juga dari kabilah lain karena mereka juga suka berhijrah dan menetap
sehingga masuk lahjat kabilah-kabilah yang mucul dari selatan atau utara.
Misalnya di Oman dan Bahrain terdapat
tempat untuk Abdu Qoish dan Bakar bin Wail dan di dua tempat tersebut
juga ada kabilah Tamim dan Asad, diantara laut merah dengan gunung Hijaz terdapat suatu
tempat dimana tinggal didalamnya berbagai masyarakat dari kabilah yang
bermacam-macam, kota Hijaz sendiri terdapat du belas desa yang didalamnya ada
kabilah Yamaniah dan Madzriyah, Hijaz yang bukan bagian dari Najd terdapat
kabilah Anshor, Mazinah dan Kinanah, diMadinah terdapat dua tempat untuk
kabilah Aus dan Khajrat, Madinah bagian barat terdapat kabilah Robiah, kabilah
Muhdzor, kabilah Yaman, sedangkan di Thoif ada kabilah Khimyar, kabilah
Quroisy, kabilah Hudzail.[24]
Setelah
datangnya islam, maka dengan islam mempunyai satu kitab untuk peribadatan yaitu
Al-Qur’an yang mana bahasanya diambil dari lahjat yang terpilih dan
bahkan dikatakan didalamnya terdapat 50 lahjat[25]
yang meskipun mayoritas dari kabilah Quraisy maka Al-Qur’an ini mempersatukan
gaya bahasa Arab dimana masyarakat mulai mengagumi bahasa Al-Qur’an sehingga
menjadi dasar untuk berbahasa bahkan ada yang mengatakan jika pada waktu itu
dan sampai sekarangpun jika berbicara tidak sesuai dengan uslub atau gaya
bahasa Al-Qur’an maka dianggap menyimpang.[26]
Meskipun
demikian, tetapi islam tidak mendorong masyarakat untuk membaca Al-Qur’an
dengan lahjat masing-masing daerah yang tidak ada dalam Al-Qur’an, juga
tidak dibolehkan beribadah dan shalat dengan bahasa selain yang diucapkan Rasulullah
yaitu lahjat yang telah terpilih dan tinggi tingkatannya dibanding lahjat
lainnya karena Al-Qur’an memang menganut dari lahjat-lahjat terpilih.[27]
Hal
inilah yang menjadikan lahjat yang lain sulit bahkan tidak mungkin untuk
mengalami perkembangan dengan baik semenjak datangnya islam dan ketundukan
mereka dengan satu daulah. Setelah jazirah Arab futuh, kabilah yang
berbeda-beda membawa mufrodat dan gaya bahasa Al-Qur’an dari jazirah Arab
sekiranya mengganti lahjat-lahjat yang ada diberbagai penjuru. Dengan ini maka masyarakat dari berbagai kabilah
mulai meninggalkan perbedaan yang tidak teratur yang akan menimbulkan konflik
dan percampuran dalam lahjat diberbagai penjuru dengan memakai bahasa
resmi yaitu bahasa Al-Qur’an, agama dan daulah. Dan bahasa lokal seperti
bahasa Persi, Nibtiyah, Suryaniyah mulai membusuk secara perlahan dan bertahap
karena perang dengan bahasa Arab.[28]
3. Faktor Politik
Hal ini
mempengaruhi didalam berbahasa karena dalam pemilihan dalam bahasa resmi
disuatu negara memiliki pengaruh dalam setiap kegiatan terhadap kebahsaan. Maka
aturan bahasa yang diwajibkan pemerintah atau daulah tersebut kepada bangsa
dalam hal pekerjaan resmi dibidang staqofah, pendidikan, sastra dll yang
membuat bahasa ini menjadi bahasa fuscha, meskipun bahasa Arab memiliki aturan
dalam lahjat keseharian tetapi Al-Qur’an telah mematenkannya[29].
4. Faktor Cultural
Cultur juga
mempengaruhi dalam pertumbuhan lahjat, ilmu dan budaya keduanya memiliki
peran penting dalam figur manusia dan pergerakannya dalam pemikiran atau yang
lainya.
5. Factor Agama
Proses
perkembangan lahjat Arab pada masa sebelum islam belum selesai secara
sempurna disebabkan datangnya islam dan persatuan bangsa Arab. Setelah adanya
persatuan bangsa Arab dan datangnya islam lahjat Arab dan adanya bahasa
pemersatu yang diambil dari berbagai kabilah yang dianggap lebih baik akhirnya
seiring berjalannya waktu menjadi bahasa fuscha.
Sedikit gambaran contoh global dari
semua factor yang sudah dibahas diatas misalnya bahasa Arab Ammiyyah Mesir
adalah bahasa lisan (percakapan) yang digunakan di negara Mesir dan beberapa
wilayah Arab lainnya, semisal Sudan. Pada awalnya, penduduk Mesir menggunakan
bahasa Qibti sebagai bahasa sehari-hari mereka. Setelah bangsa Arab memasuki
wilayah Mesir (fathul-arab), maka tersebarlah bahasa Arab. Pada
perkembangannya, bahasa Qibti mulai ditinggalkan dan tergantikan oleh bahasa
Arab. Akan tetapi, bahasa Arab yang digunakan di Mesir tidak bisa terlepas dari
dialek bahasa asli yang sudah mapan. Jadi, bahasa Arab Ammiyyah Mesir
merupakan bahasa Arab Ammiyyah yang mendekati bahasa Arab Fuscha dengan
dialek Mesir.[30]
Berdasarkan
tempatnya (dialek geografi), secara garis besar bahasa Arab Ammiyyah Mesir
dibedakan ke dalam dua bentuk dialek, yaitu dialek Mesir bagian Bawah/Hilir
(Lower Egyptian) dan dialek Mesir bagian Atas/Hulu (Upper Egyptian). Dialek
geografi ini dapat juga diklasifikasikan berdasarkan tempat di mana dialek itu
digunakan, semisal dialek Kairo, dialek Alexandria, dialek Luxor, dialek Aswan,
dan lain sebagainya. Adapun dilihat dari status sosial penggunanya (dialek
sosial/sosiolek), bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga tingkatan, yaitu bahasa percakapan kaum terpelajar (the Educated Spoken
Arabic), bahasa percakapan masyarakat biasa yang telah mengalami pencerahan
(the Enlightened Spoken Arabic), dan bahasa percakapan masyarakat yang buta
huruf (the Illiterate Spoken Arabic)[31]
Selanjutnya perkembangan
lahjat digolongkan menjadi dua arah, yaitu perkembangan membaik dan
perkembangan memburuk. Perkembangan membaik itu tampak apabila suatu dialek
mengalami perluasan wilayah pakai dan jumlah penuturnya bertambah dan atau
dinobatkan menjadi bahasa baku. Sementara perkembangan memburuk dilihat dari
jika suatu dialek semakin berkurang penuturnya dan semakin berkurang pula
wilayah pakainya atau malah lenyap.[32]
C.
Fenomena Lahjat Arab Al-Qodimah
Dalam bagian ini, akan
dipaparkan fenomena pemisahan lahjat dan factor yang melatar belakangi
perbedaanya. Proses perkembangan lahjat Arab pada masa sebelum islam
belum selesai secara sempurna disebabkan datangnya islam dan persatuan bangsa
Arab.[33]
Disetiap daerah
memiliki dialek (lahjat) yang berbeda-beda, meskipun rumpun bahasa yang
digunakan adalah sama.misalnya bahasa lahjat yang digunakan di Makkah
berbeda dengan bahasa lahjat Mesir dan sebagainya.
Fenomena perbedaan
lahjat pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam, ketiga macam
perbedaan itu ialah sebagai berikut:
a. Perbedaan Fonetik[34]
Perbedaan ini
berada di bidang fonologi[35].
Biasanya sipemakai lahjat atau yang bersangkutan tidak menyadari adanya
perbedaan tersebut. Seperti contoh anta terucap ante/ente atau
kata carema dengan cereme yaitu buah atau pohon cèrme[36].
b. Perbedaan Morfologi[37]
Perbedaan ini
merujuk kepada system tata bahasa yang bersangkutan. Hal tersebut disebabkan
oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaan yang berkerabat oleh
wujud fonetisnya oleh daya rasanya dan oleh sejumlah factor lainya lagi. (Untuk
contohnya bisa dilihat di table 2)
c. Pebedaan Semantik
Perbedaan
semantic merujuk pada terciptanya kata-kata baru, berdasarkan perubahan
fonologi dan gesekan bentuk. Peristiwa tersebut biasanya terjadi geseran makna
kata. Geseran tersebut bertalian dengan dua corak makna, yaitu[38]:
1. Pemberian nama yang berbeda atau lambang
yang sama dibeberapa tempat yang berbeda, seperti balimbing dan calincing
buat belimbing, pada bahasa sunda ini dikenal dengan istilah sinonim.
2. Pemberian nama yang sama dalam hal yang
berbeda dibeberapa tempat yang berbeda. Misalnya meri untuk anak itik
dan itik untuk bahasa Sunda geseran corak ini dikenal dengan istilah homonym[39].
Tabel
2: Perbedaan Lahjat (dialek) Pada
Bahasa Arab
مَعْنَى
Arti
|
مَصْرِيَة
Bhs Ammiyah Mesir
|
سَعُوْدِيَة
Bhs Ammiyah Saudi
|
فُصْحى
Bhs Arab
resmi
|
Selamat pagi
|
صَبَاحُ الفوْل
Shabaahul fuul
|
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
|
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
|
Selamat sore
|
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
|
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
|
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul khair
|
Selamat tidur
|
تَصْبَحُ عَلىَ الْخَيْرِ
Tesbah `alal
kher
|
تَصْبَحُ عَلىَ الْخَيْرِ
Tesbah `alal
kher
|
تَصْبَحُ عَلىَ الْخَيْرِ
Tasbahu `alal
khair
|
Selamat (
hari-hari besar, ‘Ied, tahun baru. Ultah )
|
كُلُّ سَنَةٕ وَ أنْتَ طَيِّبٌ
Kullu sanah
wenta thayyib
|
كُلُّ سَنَةٕ وَ أنْتَ طَيِّبٌ
Kullu sanah
winta thayyib
|
كُلُّ سَنَةٕ وَ أنْتَ طَيِّبٌ
Kullu sanatin wa
anta thayyib
|
Apa
|
إِيْه
hEe
|
شنو
Syinu
|
مَا
Maa
|
Mengapa
|
لِيْه
Leyh
|
لِيْشْ
Liysy
|
لِمَاذَا
Limaadza
|
Kapan
|
إِمْتَى
Imta
|
مَتَى/ ﺇﻤﺗﻰ
Mataa /
Imta
|
مَتَى
Mataa
|
Bagaimana
|
ﺇﺰﱠﻱْ
Izzay
|
كِيْفْ
Keyf
|
كَيْفَ
Kayfa
|
Apa Kabar?
|
إِزَيَّكْ
Izayyak
|
كَيْفْ حَالَك
Keyf haalak
|
كَيْفَ حَالُكَ
Kayfa haaluka
|
Bagaimana
Kabarmu?
|
إِزَّيْ أخْبَارَكْ
Izzay akhbaarak
|
إيْشْ أخْبَارَكْ
Iysy akhbaarak
|
كَيْفَ أخْبَارُكَ
Kayfa akhbaaruka
|
Dalam hal
penamaan isim orang Arab mengalami perbedaan pendapat, karena luasnya wilayah
arab dan letak geografinya yang berupa gurun pasir. Berdasarkan penyebaran
geografisnya, bahasa Arab percakapan memiliki banyak variasi (dialek), beberapa
dialeknya bahkan tidak dapat saling mengerti satu sama lain. Bahasa Arab modern
telah diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 sub-bahasa dalam ISO 639-3[40].
Selain beberpa
factor tersebut penyebaran ragam dialek bahasa Arab juga karena adanya
festifal-festifal yang terlaksana di dunia Arab. Oleh karena kedua hal tersebut
maka perbedaan dalam penyebutan beberapa isim dapat dimengerti karena mereka
mengalami pertukaran pendapat anata satu suku yang mempunyai dialek tertentu
dengan lainnya. Tetapi cara penyebaran tersebut juga terdapat kelemahan
diantaranya, karena kondisi geografi Jazirah Arab yang begitu luad mereka tidak
hanya bermata pencaharian sebagai pedagang dan hidup dengan peperangan serta
menghadiri beberapa festifal melainkan mereka juga mempunyai mata poencaharian
sebagai petani, pemburu, dan penggembala yang mana mereka sulit untuk
berinteraksi dengan dunia luar yang akan memperkaya ragam dialek mereka.[41]
Dalam masalah
Fi’il mereka tidak membahas tentang asal fi’il tersebut serta konteksnya.
Tetapi mereka hanya membahas tentang bagaimana masa yang ada dalam fi’il
tersebut ada dan terbagai menjadi tiga. Fi’il adalah salah satu kata untuk
mengungkapkan pikiran manusia tersebut karena dengan kata kerja manusia dapat
memerintah dan meminta apa yang dia inginkan[42].
Terdapat banyak
perbedaan dalam hal penamaan fi’il atau kata kerja karena perbedaan adalah hal
yang sangat penting sebagai titik perpecahan dalam bahasa yang menunjukkan
mulai berkembangnya dan lahirnya suatu dialek karena dalam fi’il terdapat
perbedaab shigot.[43]
Kemudian perbedaan yang belum matang pada sebuah fase menjadikan fi’il itu
sebagai dialek suatu daerah tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Selayang Pandang Asal Usul Bahasa Arab
Bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit
atau keturunan Sam bin Nuh. Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi
dua bagian besar yaitu bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab Utara. Bahasa Arab
Selatan disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab
Tenggara. Bahasa Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa
Ma’inia.
Bahasa Arab Utara merupakan bahasa wilayah
tengah Jazirah Arab dan Timur Laut. Bahasa ini dikenal dengan bahasa Arab Fusha
yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap dipakai karena al-Qur`an
turun dan menggunakan bahasa ini.
B. Proses
Pertumbuhan Dan Perkembangan Lahjat Arab Al-Qodimah
Tidak
mengherankan bahasa Arab selatan atau yang dikenal dengan bahasa fushca atau
setelah bahasa al-Qur’an merebut seluruh jazirah Arab setelah runtuhnya
peradaban Yaman dan bahasanya seperti bahasa Sabaiyah dan Himyariyah. Bahasa
tersebut semakin meluas ke kabilah Yamaniah yaitu dengan cara masyarakatnya
yang mencoba hidup mengembara setelah hancurnya peradaban tersebut. Sedangkan
jazirah Arab tidak cukup menampung masyarakat besar dari selatan dan utara
dengan lahjat mereka. Hal ini sangat memungkinkan menjadi beranekaragam,
Berkembang, dan tumbuhnya lahjat tersebut serta disitu memungkinkan
lahjat dengan kekhususan bahasa yang bebas.
Menurut pusat
pembinaan dan pengembangan bahasa (1983), pertumbuhan dan perkembangan dialek (lahjat)
sangat ditentukan oleh factor intralinguistik dan factor ekstralinguistik.
Factor intralinguistik yaitu factor bahasa itu sendiri sedangkan factor
ekstralinguistik seperti factor geografis, budaya, aktifitas ekonomi, politik,
kelas social, dan sebagainya. Seperti halnya perkembangan Lahjat
Arab Al-Qodimah disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya factor
social, geografis, budaya, agama, politik, dan adanya kesatuan bahasa.
C. Fenomena Lahjat
Arab Al-Qodimah Fenomena
perbedaan lahjat pada garis besarnya berada di tiga macam titik khusus,
yaitu: 1) Perbedaan Fonetik. Seperti contoh anta terucap ante/ente atau
kata carema dengan cereme yaitu buah atau pohon cèrme. 2) Perbedaan Morfologi.
3) Pebedaan Semantik.
Misalnya bahasa Arab Ammiyyah Mesir
adalah bahasa lisan (percakapan) yang digunakan di negara Mesir dan beberapa
wilayah Arab lainnya, semisal Sudan. Pada awalnya, penduduk Mesir menggunakan
bahasa Qibti sebagai bahasa sehari-hari mereka. Setelah bangsa Arab memasuki
wilayah Mesir (fathul-arab), maka tersebarlah bahasa Arab. Pada
perkembangannya, bahasa Qibti mulai ditinggalkan dan tergantikan oleh bahasa
Arab. Akan tetapi, bahasa Arab yang digunakan di Mesir tidak bisa terlepas dari
dialek bahasa asli yang sudah mapan. Jadi, bahasa Arab Ammiyyah Mesir
merupakan bahasa Arab Ammiyyah yang mendekati bahasa Arab Fuscha dengan
dialek Mesir. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini.
مَعْنَى
Arti
|
مَصْرِيَة
Bhs Ammiyah Mesir
|
سَعُوْدِيَة
Bhs Ammiyah Saudi
|
فُصْحى
Bhs Arab
resmi
|
Selamat pagi
|
صَبَاحُ الفوْل
Shabaahul fuul
|
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
|
صَبَاحُ الْخَيْرِ
Shabaahul khair
|
Selamat sore
|
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
|
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul kher
|
مَسَاءُ الْخَيْرِ
Masaa ul khair
|
Berdasarkan tempatnya (dialek
geografi), secara garis besar bahasa Arab Ammiyyah Mesir dibedakan ke
dalam dua bentuk dialek, yaitu dialek Mesir bagian Bawah/Hilir (Lower Egyptian)
dan dialek Mesir bagian Atas/Hulu (Upper Egyptian). Dialek geografi ini dapat
juga diklasifikasikan berdasarkan tempat di mana dialek itu digunakan, semisal
dialek Kairo, dialek Alexandria, dialek Luxor, dialek Aswan, dan lain
sebagainya. Adapun dilihat dari status sosial penggunanya (dialek
sosial/sosiolek), bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga tingkatan, yaitu bahasa percakapan kaum terpelajar (the Educated Spoken
Arabic), bahasa percakapan masyarakat biasa yang telah mengalami pencerahan
(the Enlightened Spoken Arabic), dan bahasa percakapan masyarakat yang buta
huruf (the Illiterate Spoken Arabic).
DAFTAR PUSTAKA
Dawud
Salum._______. Dirosatu Al-Lahjat
Al-Arobiyah Al-Qodimah.
Dr.
Ibrahim Anis. 1992. Fil Lahajaat Al-Arobiyah. Mesir: Maktabah Al-Anjalu.
Emil Badi Yaqub.______. Fiqhul Lughoh
Al-Arobiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Taqofah
Al-Islamiyah.
Ida Zulaeha. 2010. Dialektologi: Dialek Geografi dan Dialek
Sosial. Yogyakarta. Candi Gerbang Permai.
Ali. K. 1996. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern).
Jakarta: Raja Grafindo Prasada.
Anwar Rasyid. 1969. Muhammad Rasulullah.
Jakarta: Tintamas.
Chalil, Moenawar. 1969. Kelengkapan Tarich Nabi
Muhammad. Jakarta: Bulan Bintang.
Mukhtar Yahya. 1980. Bangsa Arab Sebelum Islam.
Surabaya: Bina Ilmu.
Suprianto. 2009. Antropologi kontekstual. Jakarta:
CV. Mediatama.
Yuhan Fakh. 1980. Arabiyah Dirosat Fil Lughoh Wal
Lahjat Wal Asalib. Mesir: Al-Ilhonji.
Leonardbloomfield. Language Bahasa
(diterjemaahkan oleh I. Sutikno). (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1995).
http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/2011/08/06/isolek-isolek-di-mesir/,
diunduh tanggal 21 September 2013.
http://catatanapaaja.blogspot.com/2010/04/terjemah-lahajat_20.html,
diunduh tanggal 21 September 2013.
http://msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/, diunduh tanggal 21 September 2013.
http://hamimprof.blogspot.com/, diunduh tanggal 21 September 2013.
[1]Leonardbloomfield,
Language Bahasa (diterjemaahkan oleh I. Sutikno). (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka, 1995). Hal: 1.
[2] Adalah berbagai
macam status sosial budaya meliputi latar belakang, tempat, agama, ras, suku,
dll.
[3] Ibid., hal: 1.
[4] Bahasa Arab yang
terbagi dari tiga asal rumpun yaitu samiyah, hamiyah dan yafisiah, yang
selanjutnya bahasa Arab dari rumpun smith ini menyebar ke syamaliyah dan
janubiyah. Di symaliyah tersebar sampai ghorbiyah (dekat Romawi dan Yunani) dan
syarqiyah (dekat Iraq yang dekat dengan persia). Sedangkan dijanubiyah tersebar
ke Arabiya dan Habasyah (yang juga menyakup Etiopia, Jaz’iah, Amhariah,
Hamiyah). Di Arabiyah terbagi menjadi dua yaitu janubiyah dan syamaliyah yaitu
wasatil jazirah.
syamaliyah yang dekat dengan kerajaan Romawi, Persi dan
Juga Yunani membuat daerah itu bisa saja akan dimasuki oleh mereka, sedangkan
dijanubiayah tidak pernah dijamah oleh siapapun karena disitu daerahnya kering
dan tandus, oleh karena itu ditempat ini aman untuk bahasa Arab dari
percampuran dengan bahasa lain.
[7]
Lihat: http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/2011/08/06/isolek-isolek-di-mesir/, diunduh 21 September 2013.
[8] Dr. Emil
Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah
Al-Islamiyah. Hal: 120
[9] Loc.cipt.
[10] Dr. Emil
Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah
Al-Islamiyah. Hal; 118
[11] Diantara contoh
jelasnya adalah: "متي"
بمعنى ((من)) الجارة في لغة هذيل، "وثب" بمعنى ((جلس)) في لغة
حمير...ألخ Lihat: Emil Badi Yaqub. Fiqhul
Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Hal:126
[12] Diantara contohnya
adalah: عدم
إعمال "ما" في لغة تميم، وإيقاء ألف ((هذان)) و ((هاتان)) في حالي النصب
والجري في لغة بني الحارث بن كعب، وإبدال ياء ((الذين)) واوا في حالة الرفع في لغة
هذيل. Lihat: Emil Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh
Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Hal:126
[13] Dr. Emil
Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah
Al-Islamiyah. Hal; 120-121.
[18] Chalil, Moenawar.
1969, Kelengkapan Tarich Nabi Muhammad, Jakarta: Bulan Bintang, hal
24-25.
[21] Ibid, Hal: 10
[22] Ibid, Hal: 10
[23] Anwar Rasyid, 1969, Muhammad
Rasulullah, Jakarta: Tintamas, hal 5.
[25] Dr. Emil
Badi Yaqub. Fiqhul Lughoh Al-Arabiyah Wa Khosoisuha. Beirut: Darus Staqofah
Al-Islamiyah. Hal; 125-126.
[29] Dr. Mahmud Fahmi
Hijazi. Muqodimah Fi Ilm Lughoh. Hal: 14.
[30] Lihat:
http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/2011/08/06/isolek-isolek-di-mesir/, diunduh 21 September
2013.
[31] Ibid,.
[32] Ida Zulaeha. 2010. Dialektologi: Dialek Geografi dan Dialek Sosial.
Yogyakarta. Candi Gerbang Permai. Hal: 22-23.
[34] Yaitu bagian fonologi
yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana bunyi bahasa
diproduksi oleh alat ucap manusia.
[35] Yaitu bagian tata
bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi (Assautiah) bahasa
secara umum. Fonologi sama dengan ilmu aswat.
[37] Ilmu
bahasa yang mempelajari seluk beluk kata dan mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal untuk membentuk sebuah kata, atau
disebut juga ilmu nahwu.
[39] Kata yang sama lafal
dan ejaannya dengan kata lain tetapi berbeda maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar