Posted by : Cak_Son
Selasa, 09 Mei 2017
Berawal
dari melihat bagaimana anak Autis bersosialisasi dengan kami selama 4 hari,
saya menjadi ingin menuliskan apa yang sudah saya perhatikan selama
berinteraksi dengannya. Semoga tulisan ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita
semua atau minimal memberikan sudut pandang tersendiri dalam melihat mereka
yang seoalah kehadirannya “tidak diharapkan” meskipun Tuhan lah yang
menciptakan segala bentuk kekurangan dan kelebihan.
Dalam
kajian bahasa dan pikiran yang lazim dikenal dengan kajian Psikolinguistik,
menegaskan bahwa ada keterkaitan pikiran dalam mengolah bahasa sebelum kemudian
bahasa itu dilontarkan kelawan bicara. Dari prespektif ini sedikitik ada
gambaran bahwa ada kemungkinan sistem syaraf otaknya ada yang kurang berfungsi
dengan baik. Dari segi sosial yang lazim dikenal dengan ilmu Sosiolinguistik
juga bahasa menjadi ciri status sosial dan potret budaya yang ada.
Adakalanya
saya melihat dia nampak berhenti agak lama untuk memikirkan apa yang sedang
diucapkan kepadanya dan memikirkan pula tindakan dan jawaban apa yang harus dia
berikan. Namun seringnya dia gagal dalam membalas dan menangkap interaksi ini
dengan cepat layaknya anak seusianya. Produksi bahasanya dalam pandangan saya juga
cukup lambat sehingga membuatnya harus turun standar dalam proses komunikasi. Adapun
kosakata yang keluar dari kebahasaannya juga harus mengikuti kelas sosial si
anak Autis tersebut.
Anak
Autis tersebut, meskipun secara umur memiliki usia yang cukup dewasa,
katakanlah umurnya 20 tahun, namun karena proses berfikirnya yang kemungkian
tergangu sehingga dia harus cukup puas berkomunikasi dengan anak-anak yang jauh
di bawah usianya. Tidak hanya itu, anak-anak yang berkomunikasi dengan anak
Autis tersebut bahkan juga harus menurunkan standar komunikasinya demi bisa
berlangsungnya komunikasi dengan baik bersama anak Autis meskipun dari
prespektif kepuasan komunikasi hal itu nampak hanya memberikan kebahagiaan dan
memuaskan bagi dirinya saja.
Membangun
standar komunikasi ini menjadi urgen dalam berkomunikasi dengannya yang konon
memiliki kebutuhan khusus. Menurunkan standar komunikasi menjadi keharusan
manakala kita ingin mencoba berkomunikasi dengan mereka anak-anak Autis.
Sebagaimana anak-anak balita yang kita harus mengikuti standar komunikasi
mereka, mengerti istilah-istilah permainan anak-anak (seperti kereta tomas,
dll), kebutuhan anak-anak (seperti minuman eskrim, dll), dan mencoba mengerti
keinginan anak yang sebenarnya (seperti ingin bermain, pipis, tidur, dll).
Dengan begitulah maka kita akan bisa membuat anak-anak nyaman berkomunikasi
dengan kita dan tidak akan ada suara tangisan anak.
Seperti
halnya menurunkan komunikasi dengan anak-anak balita diatas, jika kita ingin
terjadi komunikasi dengan baik dengan para PSK (pekerja seks komersial), kita
juga harus mengerti keadaan psikis dan keadaan sosial mereka, sehingga tidak
terjadi kegagalan dalam menjalin komunikasi dengan mereka. Lagi-lagi standar
komunikasi harus dibangun. Seperti hanya membicarakan tema-tema tertentu dan
tidak mengatakan hal-hal tertentu menjadi kunci kehangatan komunikasi, disisi
lain juga bisa memberikan kenyamanan bagi mereka ketika sedang berkomunikasi
dengan kita.
Tidak
cukup sampai disitu, jika kita ingin berhasil berkomunikasi dengan orang yang
mungkin kita sebut itu normal pun, seperti orang luar negeri yang berbeda dari
segala segi seperti berbeda ras, agama, budaya dll, sudah barang tentu ada
bahasa-bahasa komunikasi tersendiri yang harus dihindari untuk diucapkan ketika
berbicara dengan mereka karena apabila hal itu diterjang maka kita akan
berujung pada situasi yang tidak menguntungkan bahkan bisa jadi mereka akan
marah dan tidak mau lagi berkomunikasi dengan kita karena sudah menyinggung
perasaannya.
Dari
uraian contoh kasus komunikasi diatas, sudah barang tentu setiap orang memiliki
standar tersendiri dalam hal komunikasi tidak terkecuali anak Autis yang sering
di definisikan dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itulah maka
sekali lagi saya tegaskan bahwa tidak perlu menjauhi mereka, apalagi harus
susah payah memarahi mereka, yang perlu kita lakukan hanyalah menurunkan
standar komunikasi ketika hendak berhubungan dengan mereka. Wallah A’lam.
Related Posts :
- Back to Home »
- Linguistik , Psikolinguistik »
- Standar Komunikasi Anak Autis