Posted by : Cak_Son Kamis, 04 Januari 2018

Sewindu Khaul Gus Dur: Panggung Spektakuler Obat Rindu Mengenang Gus Dur 

Panggung Utama

Galeri kali ini saya ingin berbagi atmosfer tradisi khaul yang bukan hanya wujud perpaduan budaya dengan ajaran Islam, melainkan sudah tercampur dan mengkristal dengan nuansa nasionalisme bangsa Indonesia. Hal ini perlu sekali dan penting saya utarakan karena untuk melihat potret itu. Sebuah budaya yang saya kira bagus dan mempesona karena selalau bertranformasi dengan tetap memperhatikan subtansi.
Seperti biasa, pra acara diisi dengan shalawat yang diiringi alat musik angklung, piano dan rebana yang tentu saja berefek membangitkan emosi jiwa raga hingga pukul 19.30. Kemudian shalat Isya’ dan setalah itu acara pun resmi dibuka tepat pukul 20.15. Kedua MC di awal-awal jelas harus menyebut para tamu yang hadir dalam kegiatan ini. Diataranya Gus Mus sang pengarang cerpen Gus Jakfar, Mahfudz MD yang pernah menjadi orang penting di masa presiden Gus Dur, Prof. KH. Said Aqil Siraj ulama yang juga hafal betul qashidah Burdah, KH. Husain Muhammad, Gus Ipul, Khafifah Indar Parawansa, Gatot, Ganjar Pranowo, Duta Afganistan, dsb.
Pada pukul 20.20-21.05 dilantunkan tilawah disusul pembacaan dzikir dan tahlil. Tujuannya tidak lain agar kegiatan bertambah semakin berkah. Di khaul yang bertema “Semua Demi Bangsa dan Negara” ini, Syekh Abdul Madjid Ramadhan dari al-Azhar sebelum membacakan do’a tahlil, beliau memberikan tahni’ah (sambutan). Dalam sambutannya, beliau menyebut Gus Dur seperti Umar bin Abdul Aziz. Beliau alim, pemimpin negeri dengan jumlah muslim terbanyak dan wilayah terluas di dunia, dan Gus Dur juga merupakan afdhal al-rijal.
Yeni Wahid mendapat gilirannya untuk sabutan sebagai panitia acara pada pukul 21.05-21.20. Yeni diawal-awal sudah menunjukan keakraban dengan tamu undangan. Misalnya dengan menyebut “Gus Mus itu BFF (best freand forever)nya Gus Dur”. Ia juga menganggap “layak” memanggil Gus Mus “Om” karena sudah kenal sejak kecil. Sebagaimana khas kehidupan santri, Yeni juga memunculkan lawakan yang cukup menghibur. 
Yeni dalam sambutannya menekankan pada apa yang dicita-citakan Gus Dur. “Terjadinya perdamaian dunia, agama sebagai manifestasi perdamaian”, dan segala bentuk yang bersinggungan dengan tema perdamaian dunia yang sebenarnya bisa kita hayati sendri lebih dalam dalam karyanya Gus Dur yang berjudul “Pribumisasi Islam”.
Yeni juga sedikit menyinggung tentang cinta. “al-Hayat mahabbah wa ibadah adalah bagian dari filosofi mencintai sesama insan.” Baik itu muslim atau pun protestan. Baik itu hindu ataupun budha dsb sebagai wujud toleransi beragama sebagaimana yang dicita-citakan Gus Dur. Dalam penutupnya, Yeni cukup tampil menyihir jamaah dengan kalimatnya: “Semoga (kegiatan) ini bisa menjadi penawar rindu kepada Gus Dur”.
Setelah Yeni selesai sambutan, selanjutnya adalah pemutaran video/keledoskop sekitar pukul 21.20-21.25. Video ini sedikit banya memaparkan bahayanya Indonesia jika tidak menghargai keberagaman. Saya sendiri cukup merinding melihatnya. Di mana salah satunya ada kejadian bentrok antara warga di lapangan yang hal itu tentu saja sangat memungkinkan terjadinya banyak korban hanya karena mempermainkan sensitifitas RASISME belaka.
Pak Gatot dalam sambutannya (21.26-21.40) mengingatkan siapa sosok Gus Dur dan pentingnya mengingat para tokoh bangsa. Beliau mengingatkan ayah Gus Dur, KH. Wahid Hasyim, adalah yang mempersatukan Indonesia. Yakni dengan mengganti sila pertama pancasila yang berbunyi “menjalankan syariat Islam. . .” menjadi “ketuhanan yang Maha Esa.” Selain itu juga beliau adalah anggota BPUPKI. Adapun kakeknya, Hadrotussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, jelas perumus revolusi jihat yang melahirkan pertempuran di Surabaya. Artinya nasab Gus Gur jelas. Jika melihat gagasan Gus Dur seperti langkahnya menuangkan Binika Tunggal Ika agar tidak pecah-belah NKRI (yang sudah dibangun susah payah oleh para pendahulu) karena menghargai kemajemukan. Gatot juga menyatakan bahwa yang punya makam pahlawan hanya Indonesia. Artinya Indonesia selalu menghargai jasa para pahlawan.
KH. Sanusi memberikan tausiahnya pada pukul 21.41-22.15. Karena hari ibu, beliau berbicara tentang ibu. “Pusar kita terhubung dengan ibu sehingga wajar jika ibu merasakan lebih dulu dibandingkan dengan yang lain”. Itu adalah salah satu pernyataan beliau, di mana alam arham sama dengan alam ibu. Tentu saja pembahasan dengan tema Ibu tersebut dikaitkan dengan perjalan sosok Gus Dur sehingga kyai Sanusi pun menyatakan bahwa “Gus Dur buta tetapi ketika ibunya meninggal Gus Dur merasa buta dua kali”. Setelah cerita sekilas tentang rahasia romantimse Gus Dur yang membawa foto wanita (Sinta Nuriah) semasa di Mesir, beliau juga menyatakan bahwa “cinta adalah penyakit yang semua orang bedoa agar tidak sembuh”. “Rojul kabir adalah orang yang membuat perubahan. Gus Dur merubah keadaan tidak terbawa dengan keadaan”.
Beliau juga menyebut sifat-sifat nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan sebagai pribadi serta sebagai insan. Saya kira ini bagus karena banyak pemimpin yang hadir di sini. Seperti kalau ditanya siap mati? Jawabnya “habis pilkada”. Kalau Rasul tidak pernah mengambil bagian rakyat terus jika fenomena sekarang yang ngambilnya miliaran? Beliau juga mengingatkan untuk jangan saling membelakangi antara satu partai dengan partai lainya. Kemudian beliau menutup ceramahnya dengan: “semoga Gus Dur mendengar dan menyaksikan kita semua”.
Acara selanjutnya adalah penampilan kelompok biola anak-anak Queen Marry dari kalangan non muslim Temanggung, Jawa Tengah (22.15-22.31). 
Penampilan Queen Marry
Mereka membawakan lagu lir-ilir, tombo ati, dan shalawat Gus Dur. Saya kira ini poin besar sebagai potret wujud nyata persatuan bangsa ini. Ketika mendengar di bagian “akeh kang apal quran hadise seneng ngafirke marang liane”, saya merasa ini pukulan keras bagi kita yang masih suka dengan dimensi-dimensi seperti itu, mudah mengfitnah, petentengan dsb. Pukulan semakin bertambah keras ketika mereka yang non muslim pun profesional menutup musikalitasnya dengan lantunan “astaghfirullah”.
Di pukul 22.31-22.50 Kapolri dengan perwakilannya jendral Tito Karnavian memberikan sambutan. “Gus Dur pernah menyitir polisi. Yakni “hanya ada 3 polisi jujur di negeri ini, Polisi tidur, patung polisi, dan polisi Hoegeng.” Bagi polisi, pernyataan ini adalah cambuk untuk menjadi lebih baik.
Acara khaul ini juga tidak melupakan keaadaan Palestina. Tepat pukul 22.51-22.52 dilakukan do’a bersama untuk Palestina. Do’a ini dipimpin oleh Prof. KH. Said Aqil Siraj dengan diamini oleh berbagai tokoh lintas agama.
Gus Mus (1944-) pun mendapat gilirannya untuk ceramah agama (22.53-23.30). beliau juga usul kalau khaul Gus Dur itu di MONAS saja. Beliau juga memberikan kritik bahwa tidak perlu ada tema-tema segala. “Itu ada tema segala macem itu karena panitianya Yeni” ungkap Gus Mus. Setelah bercerita sedikit tentang perjalanan Gus Dur di Mesir dan Belanda, beliau menyatkan bahwa “semua demi bangsa itu sudah lama dibahas sama Gus Gur”.
Diawal-awal, Gus Mus juga memberikan komentarnya bahwa tidak usah ada tausiah. Karena bagi Gus Mus (mengadakan) khaul saja itu sudah cukup dinamakan tausiah itu sendiri.  “Kenapa Gus Dur di khauli? Kenapa tidak hari lahirnya saja seperti nabi Muhammad SAW?” hanya ada tiga orang yang diperingati hari lahirnya yakni Nabi Isa, Nabi Muhammad SAW dan Raden Ajeng Kartini, tentu saja hal itu karena tanda kelahiran sebagai tanda perubahan. Seperti perubahan dari kegelapan menjadi terang, tanda wanita mulai aktif belajar, dsb.
Bagi Gus Mus, kenapa Kyai yang di khauli itu hari wafatnya karena kyai belum tentu bisa khusnul khatimah, karena bisa jadi sebelum tutup buku dia pindah profesi “jadi maklar politik” atau yang lainnya (semua pun tertawa).
Gus Mus menceritakan sedikit tentang syekh Bahlul (yang hidup di masa ar-Rasyid). Yang salah satu intinya ketika ditanya, bagi Syekh Bahlul mengingat akhirat itu dengan ziarah kubur. Itu sama seperti yang dilakukan Gus Dur. Sehingga ketika jadi pemimpin pun akhirat sebagai ujung tombaknya sehingga memimpinnya menjadi bagus.
Gus Mus juga mengingakan pentingnya Ukhuwah Insaniyah seperti yang sudah dilakukan Gus Dur. Hal itu memang sulit karena ada beberapa tingkatan ukhuwah yang harus dilalui dahulu. Yakni ukhuwah Nahdiyah, Islamiyah, Wathaniyah, dan baru yang terakhir adalah ukhuwah Insaniyah. “lha wong sesama nahdiliyin saja masih gontok-gontokan kok mau ukhuwah insaniyah, ya pasti sulit” ungkap Gus Mus dengan gaya yang sulit saya deskripsikan. Sebagai penutup, Gus Mus mengingatkan: “Kenali diri kamu sebagai anak cucu adam.”
Adapun acara selanjutnya, yakni di pukul 23.30 Mardianto memberikan selingan hiburan dengan menyanyikan lagu band Ungu yang berjudul Andaiku Tahu. Kemudian di susul sambutan Gus Ipul dan ibu menteri Khafifah. Di bagian ujung acara yang menjadi serangkaian khaul ini saya tidak ingin menulisnya. Hal itu karena selain khawatir ada unsur politik pilkada Jatim (yang salah satu calonnya adalah mereka, Gus Ipul dan bu Khafifah) juga karena rombongan saya yang memakai bus ini sudah mau siap-siap pulang. Demikian galeri kali ini. Semoga bermanfaat. Salam Gusdurian. Ihdinassiratalmustaqim, Wassalamualaikum.Wr.Wb.
Ciganjur, 22 Desember 2017

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -