Posted by : Cak_Son
Selasa, 30 Juli 2019
Satu Minggu liburan di Bali
Sudah lama sekali saya ingin mengunjungi pulau Dewata Bali.
Desa di Indonesia yang berhasil memaksimalkan wisata sebagai penghasilan utama salah satunya ada di pulau Bali. Dianjurkan pada musim panas jika ingin datang ke pulau ini, kemudian membawa makanan untuk monyet-monyet di Sangeh, bawa kacamata anti silau, termasuk bawa uang yang cukup untuk memborong oleh-oleh di Joger, dll.
Tepat hari Selasa tanggal 9
Juli 2019
pukul 01.00 kami menyebrang ke pulau Bali melalui pelabuhan Ketapang yang dekat Paiton Probolinggo Jawa Timur, daerah yang terkenal
sebagai
pusat distribusi listrik di kawasan Jawa dan Bali. Perlu diketahui bahwa
setelah menyebrang maka jam di Hp kita akan berubah secara otomatis dari
WIB (waktu Indonesia Barat) menjadi WIB yakni waktu Indonesia Bali alias WITA. Selisihnya menjadi maju 1 jam. Adapun jika menyebrang dari Bali ke Jawa
maka menjadi mundur 1 jam.
RM di Terdekat Pelabuhan Ketapang |
Penyebrangan tidak memerlukan waktu yang lama, kurang lebih hanya 30
menit saja. Setelah menyebrang, kami melanjutkan perjalanan ketujuan tempat
wisata pertama yaitu Tanah Lot. Dalam
perjalan
menuju ke sana, kami mampir ke rumah makan terlebih dahulu
untuk makan pagi dan mandi, kira-kira dari jam 09.00-11.00 lamanya. Kemudian
baru menuju Tanah Lot yang perjalanan hanya butuh waktu 15 menit saja dari sana.
RM Dekat Tanah Lot |
Di Tanah Lot kami menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam
karena sekalian makan siang. Tanah Lot
sendiri artinya Tanah Keras. Tempat ini begitu menawan. Mata benar-benar
dimanjakan oleh deburan air laut dengan gumpalan tanah yang mengeras.
Setelah menikmati indahnya
Tanah Lot, kami melanjutkan perjalanan ke Joger yang hanya membutuhkan waktu 2 jam dari Tanah Lot. Sebenarnya
sebelum ke Joger kami ingin ke Bedugul terlebih dahulu, namun karena
akses jalan menuju ke sana sedang ada perbaikan maka kami langsung ke Joger. Di Joger uang harus banyak karena banyak
sekali oleh-oleh yang cukup menarik, seperti jam tangan, sandal, baju, dll.
Kami di sini cukup lama karena juga sekalian shalat, yaitu sampai pukul 17.10
WITA.
Area Depan Joger |
Dari Joger kami menuju hotel Maha Jaya untuk melaksanakan kegiatan Capasuity Building (CB). Sampai di Hotel kami
langsung ishoma kemudian mengikuti kegiatan CB hingga pukul 23.20 WITA. Selanjutnya tibalah saatnya untuk istirahat dengan nyaman
(maklum karena selama perjalanan duduk di bus rasanya pada copot badannya
hehehe).
Pagi yang sejuk
pun menghampiri kami. Tepat hari Rabu tanggal 10 Juli 2019 pukul 08.40 WITA
kami berangkat ke pantai Kuta (baca: Kute).[1] Perjalanan dari hotel menuju Kuta
hanya membutuhkan waktu 1 jam saja. Dalam perjalan menuju pantai ini, ternyata
bus hanya diperbolehkan setengah jalan saja yang kemudian kami diharuskan naik
angkot Bali yang berwarna biru tua. Ini sedikit mirip dengan gunung
Bromo yang mana bus bahkan mobil pribadi dilarang masuk kawasan wisata dan
diharuskan menyewa mobil jip.
Dari pantai Kuta,
kami melanjutkan ke pusat oleh-oleh Krisna yang jaraknya hanya 15 menit
dari pantai Kuta. Di sini kami hingga pukul 13.15 karena sekalian ishoma. Banyak
barang yang menarik di sini, karena itu juga harus siap uang wkwkwk.
Depan Pusat Oleh-Oleh Krisna |
Dari Krisna,
kami melanjutkan perjalanan ke objek wisata Tanjung Benoa[2].
Di sini tersedia permainan yang keren dan tentunya mahal. Seperti banana boat, snorkeling, jetski, flying
fish, dll. Di sini juga ada penangkaran kura-kura yang tiket masuknya
seharga 60 ribu. Uang 60 ribu tersebut sudah termasuk biaya naik kapal. Hal itu
karena kita harus naik kapal terlebih dahulu menuju pulau yang dipakai untuk
budidaya kura-kura.
Pantai Tanjung Benoa |
Di Tanjung Benoa kami menghabiskan waktu dari
pukul 14.10-15.30. setelah itu kami menuju pantai Pandawa[3]
yang jarak tempuhnya kurang lebih memakan waktu 30 menit dari Tanjung Benoa. Di
Pandawa pemandangannya tidak kalah eksotis dari pantai Kuta
ataupun Tanah Lot. Tebing kapur yang menghimpit jalan membuat atmosfer di sana
beitu megah dan mempesona.
Area Parkir Pantai Pandawa |
Di Pandawa kami cukup lama, yakni dari pukul 16.00 hingga mau masuk waktu
Isya’. Hal ini karena setelah menikmati pantai Pandawa, kami menonton
pertunjukan tari Kecak.
Dari Pandawa,
kami kembali ke hotel untuk ishoma. Pagi harinya yaitu Kamis, 11 Juli 2019 kami
chek out dari hotel dan menuju tempat wisata Sangeh[4].
Tempat ini adalah hutan yang dihuni oleh monyet. Karena itu sebaiknya anda
kalau berjalan sendiri silahkan membawa makanan untuk moyet namun jika rombongan
maka sebaiknya anda berjalan paling belakang karena para monyet akan mendekat
anda berharap dikasih makanan atau bahkan merebut makanan.
Di Sangeh kami
cukup lama juga, kemudian tepat pukul 11.00 WITA kami melanjutkan perjalanan ke
pusat oleh-oleh Cening Bagus yang sekaligus kami melakukan ishoma
sebelum kemudian kami pulang ke Pekalongan. Btw dari tadi selalu ada aja ya pusat oleh-oleh? wkwkwk
And the last
moment, di sore hari pukul 17.30 WITA kami
berjalan menuju pelabuhan menikmati tenggelamnya matahari dan indahnya
kapal-kapal yang berlayar. Penasaran saya pun terobati ketika mengetahui bagaimana
Kapal mengangkut bus se penumpangnya untuk menyebrang. Yang jelas kapal itu
memang “sesuatu banget”, alhamdulillah juga kita termasuk negara maritim. Mungkin itu saja dulu yang bisa saya bagikan pengalaman
saya di pulau dewata Bali selama kurang lebih 5 hari. Karena bagaimanapun masih banyak objek
wisata yang belum saya kunjungi karena saking banyaknya objek wisata di pulau
ini, seperti candi Uluwatu, candi Taman Ayun, air terjun Nungnung, pantai
Canggu, dll. Sampai jumpa.
[1] Kuta Beach is located in the south of Bali
Island, 1,5 km from Ngurah Rai Airport Bali which can be reached by just 5
minutes or 20 minutes from downtown Denpasar. Kuta Beach has a beach length of
about 1.500 meters.
Formerly Kuta and Kuta Beach is a fishing village
whose existence is very quiet. Which is also used as a commercial and maritime
port for the kongdoms of Bali. Now it has turned into an internasional small
town complete with facilities and infrastructure supporting tourism. The beach
is white sand along the length of approximately 4 km is favored by tourists to
sunbathe, enjoy the sunset or surf and swimming.
[2] Tanjung Benoa is located in the northern
side of BTDC Nusa Dua area, including in Tanjung Benoa Sub-District, Badung
Regency. Tanjung Benoa is a name of beach with narrow tip. The distance to the
beach about 12 kms from Ngurah Rai Airport, approximately 30 minutes drive by
motor vehicles.
East coast line of Tanjung Benoa beach is a beautiful
white sandy beach as aplace to watch the sunrise and often used for swimming
and various water tourism activities. Water ride facilities availabe here
include snorkeling, Sea Walker, Banana Boat, Parasailing, Wakerboard, Waterski,
Jetski, Scuba Diving, Rolling Donut, Flying Fish, Glassbottom Both & Turtle
Island, sailing boat with the bottom is completed whith clear glass and
watchvarious life under the sea.
[3] Pandawa Beach may still sound unfamiliar
and not-so-famous for today. But this beach has a millions charms that have not
been exposed and are still squeezed by limestone cliffs. Situated in the
village of Kutuh, Sub-District of South Kuta, Badung Regency, it is located
approximately 3 km from the tourist area of Nusa Dua and Uluwatu Temple.
Originally, Pandawa Beach is known as the Secret
Beach, because it’s hidden behind a row of rocky hills which is just overgrown
by bushes. But now access to get there is easier to follow by motor vehicles.
Road access are internasionally made by splitting towering limestone hills
creating the view around the beach being very exotic. By the beaches, the
limestone cliffs are perforated and engraved with beautiful sculpture
characters as the place of the Five Pandavas in the Mahabharata story.
[4] Sangeh village is located approximately 25
km from Denpasar City and can be reached about 30 minutes. This area is located
in Sangeh Village, Abiansemal Sub-District, Badung Regency.
Forest Sangeh or often called Forest Forest is known
for forest area of 13 hectares more is dominated by nutmeg trees and the
majority of residents are long-tailed gray monkeys (macana fascicularis).
Based on mythology, the name Sangeh consists of two
words, namely “Sang” meaning “Person” and “Ngeh” meaning “Seeing”. So Sangeh
can be interpreted as people who see. According to legend, the forest now
called Sangeh happens when a princess of the Gods from Gunung Agung wants to
move to Mengwi. At night wiith him also walked the nutmeg forest to accompany
the goddess. But in the middle of the journey there are people who see the
movement, then stop the forest there until now. The goddess is then referred to
as the berstana at Pura Bukit Sari, pretending in the forest of Sangeh while
his solidiers are cursed to be monkeys who remain faithful to accompany the
Goddess in the forest.
Related Posts :
- Back to Home »
- Destinations , Tourism »
- Satu Minggu liburan di Bali
Semoga ada liburan ke bali jilid 2 pak, setidaknya aq bisa membayangkan bali walupun belum pernah kesanaπ
BalasHapusKalo dari malang cukup dengan berenang, apa kabar dengan pekalongan? Mungkin berenang sampai si, tapi gx tau waktunya sampainya kapan?ππππ
BalasHapus