Posted by : Cak_Son
Minggu, 11 Januari 2015
Teori Tindak Tutur
Yang pertama
kali mengungkapkan gagasan bahwa bahasa dapat digunakan untuk mengungkapkan
tindakan melalui pembedaan antara ujaran konstantif dan ujaran performatif
adalah Austin. Ujuran kontanstif menggambarkan atau memberikan peristiwa, proses,
keadaan. Dengan demikian, ujaran kontanstif dapat dikatakan benar atau salah.
Namun ujaran performatif memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah
diselesaikan pembicara dan bahwa dengan mengungkapkannya berarti perbuatan itu
diselesaikan pada saat itu juga.[1]
Austin
melanjutkan bahwa tutur performatif dapat dibedakan atas (1) tutur performatif
yang eksplisit dan tutur performatif yang implisit. Tutur performatif “Saya menyuruh anda pergi” adalah tutur
performatif eksplisit, sedangkan tutur performatif “ pergi” adalah tutur performatif
implisit.[2]
Perbedaan
antara ujaran performatif dan konstatif yang dikemukakan Austin kemudian
diganti oleh pengklasifikasian rangkap tiga terhadap tindak-tindak – yakni
dalam bertutur, seseoang melakukan tindak lokusi, tindak ilokusi, dan
mungkin bahkan tindak perlokusi. Menurut Austin, tindak lokusi
‘kira-kira sama dengan pengujaran kalimat tertentu dengan pengertian dan acuan
tertentu, yang sekali lagi kira-kira sama dengan “makna” dalam pengertian
traditional’. Selama penutur yang berkata ‘kucing galak itu ada di kebun’
sedang berusaha memproduksi kalimat yang maknanya didasarkan pada acuan pada kucing dan kebun tertentu dalam dunia luar, maka penutur ini sedang memproduksi
tindak lokusi. Namun demikian, dalam memproduksi tindak lokusi kita juga
melakukan berbagai tindak ilokusi seperti memberitahu, memerintah,
mengingatkan, melaksanakan dan sebagainya. Yakni ujaran-ujaran yang miliki daya
(konvevsional) tertentu. Bagi Austin, tujuan penutur dalam bertutur bukan hanya
untuk memproduksi kalimat-kalimat yang memiliki pengertian dan acuan tertentu.
Bahkan, tujuannya adalah untuk menghasilkan kalimat-kalimat semacam ini dengan
pandangan untuk memberikan konstribusi jenis gerakan interaksional tertentu
pada komunikasi. Misalnya, dalam berujar ‘kucing galak itu ada di kebun’,
penutur bisa sedang melakukan tindak ilokusi dalam bentuk memperingatkan
seseorang agar tidak masuk ke dalam kebun. Dalam hal ini, peringatan merupakan
daya ilokusi ujaran itu. Akhirnya, kita mungkin juga melakukan beberapa tindak
perlokusi: apa yang kita hasilkan atau capai dengan mengatakan sesuatu, seperti
manyakinkan, membujuk, menghalangi. Jika dengan mengujarkan ‘kucing galak itu
ada di kebun’, penutur berhasil menghalangi pendengarnya untuk masuk ke dalam
kebun, maka, melalui ujaran ini penutur telah melakukan suatu tintack
perlokusi.
Searle
menggunakan kaidah-kaidah konstitutif untuk menetapkan klasifikasi tindak
ilokusi berikut-asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklarasi. Asertif
atau representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang di yakini
penutur kasus atau bukan. Direktif ialah jenis tindak tutur yang di pakai oleh
penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini
menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi: perintah,
pemesanan, permohonan, pemberian saran. Komisif ialah jenis tindak tutur yang
di pahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di
masa yang akan datang. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman,
penolakan, ikrar. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu
yang di rasakan oleh penutur. Tindak tutur ini mencerminkan
pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan,
kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Deklarasi ialah
jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Tindak-tindak ini lebih
luas daripada kata kerja ilokusi yang bisa mewakilinya. Misalnya, tindak
ilokusi komisif berjanji dapat berbentuk ‘saya berjanji’.[3]