Sekilas Biografi Para Sastrawan Arab Modern dan Karyanya II
Dalam tulisan
ini sastrawan Arab modern yang akan dipaparkan mulai dari Bahroin, Saudi
Arabia, Aden, Irak, Suriah, Libanon, Palestina, Mesir, Libia, Tunisia, Maroko,
Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Selain menjelaskan sekilas biografinya,
juga akan dipaparkan beberapa hasil penelusuran karyanya dari Antologi Puisi
Arab Modern.
Adapun pembahasan
lebih lengkap terkait Perkembangan Sastra Modern[1]
bisa dibaca di sini Perkembangan Sastra Arab Modern.
A.
Sastrawan Palestina
1.
FADWA TUQAN (1917- )
Fadwa Tuqan
lahir di Nablus, Palestina. Ia salah satu penyair wanita yang terkenal di dunia
Arab, disamping dua penyair wanita setanah airnya, Nazik al-Mala’ikah dan Salma
al-Jayyusi. Ia telah menerbitkan beberapa kumpulan sajaknya, seperti: Wajadtuha
(Aku Telah Menemukannya), Wahdi Ma’ al-Ayyam (Sendiri Bersama Hari Demi
Hari) dan A’tima Hubban (Beri Kami Cinta). Karya-karya ini
memperlihatkan semangat pesimistis dan memberontak, dipengaruhi tragedi
Palestina.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Takkan
Kutukarkan Cintanya
Betapa
kebetulan ini,
Kebetulan yang
manis bagai mimpi,
Mempertemukan
kita disini dinegeri jauh ini.
Disini kita,
dua jiwa sesama asing ini,
Dipersatukan
Dewi Seni,
Yang membawa
kita jauh tinggi
-seakan jiwa
kita sebah lagu-
Mengapung di
udara Mozart dan di dunianya yang sahdu.
Kau berkata:
betapa dalam matamu,
Betapa manis wajahmu.
Kau katakan itu
dengan gairah hatimu yang bergema sunyi,
Karena kita
tidak sendiri,
Dan di matamu
ajakan,
Dan dihatiku
kemabukan
Tak
terpikirkan.
Aku perempuan,
maka maafkan ketinggian hatiku,
Bila bisikanmu
membelai hatiku: betapa dalam matamu,
Betapa manis
wajahmu.
2.
HARUN HASYIM RASHID (sekitar 1930-
)
Ia lahir di
tahun 1930 di Palestina. Rasyid termasuk salah seorang yang terpenting di
antara penyair-penyair Palestina yang tinggal di daerah kekuasaan kaum Zionis
hingga kini.
Buk-bukunya
yang sudah terbit antar lain: Safinah al-Ghadab (Kapal Kemarahan) Ma’
al-Ghuraba (Dengan Orang-Orang Asing), Awdat al-Ghuraba’ (Kembalinya
Orang-Orang Buangan), Ghazzah fi Khait al-Nar (Gaza di Garis
Pertempuran) Ard al-Thawrat (Tanah Pergolakan) dan Hatta Ya’ud
Sha’buna (sampai Rakyat Kita Kembali).
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Orang Palestina
Orang Palestina
aku,
Orang Palestina
namaku.
Dengan tulisan
terang,
Disegala medan
pertempuran
Telah
kupahatkan namaku,
Mengaburkan
segala sebutan.
Huruf-huruf
namaku melekat padaku,
Hidup
bersamaku, menghidupi aku,
Mengisi jiwaku
dengan api
Dan berdenyut
di urat-urat nadi.
Orang Palestina
aku,
Itu namaku,
kutahu.
Itu menyiksa
dan menyiksa dan menyusahkan aku,
Mata mereka
memburu aku,
Mengejar dan melukai
diriku,
Karena namaku
orang Palestina.
Dan sesuka
mereka
Mereka telah
membuatku aku mengembara.
Aku telah hidup
sekian lama
Tanpa sifat
tanpa rupa,
Dan sesuka
mereka,
Mereka
lontarkan padaku segala nam dan sebutan nista.
Penjara-penjar
dengan pintu-pintu lebar terbuka
Mengundang aku,
Dan di segala pelabuhan
udara di dunia ini
Deketahui nama
dan sebutanku
-angin khianat
membawa aku,
Menghamburkan
aku.
Orang
Palestina-
Nama itu
mengikuti aku, hidup bersamaku;
Orang
Palestina, itu tertakdir padku
Melekat padaku,
menggairahkan aku.
3.
MUHAMMAD AL-MAGHUT (1930)
Ia dilahirkan
di Nablus, Palestina tahun 1930. Al-Maghut termasuk salah seorang penyair
terbaik dari angkatannya yang menulis “sajak prosa” (Prosepoem)”. Dua himpunan
sajaknya yang sudah diterbitkan: Huzn fi Daw’ al-Qamar (Duka di Terang
Bulan) dan Ghurfah bi Malayin al-Judrun (Kamar dengan Sejuta dinding),
keduanya ditandai dengan nada yang keras dan bersifat kecaman.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Mimpi
Di abad atom
dan otak elektronik
Di zaman
wangian, lampu remang dan nyanyian
Aku bercerita
padnya tentang orang Badui yang bersenandung
Tentang
perjalanan ke padang pasir
Di punggung
unta
Dan buah
dadanya yang muda tengadah mendengarkan aku
Seperti
anak-anak kecil yang duduk seputar nyala api
Tengadah
mendengarkan cerita yang menarik hati
Kami
mengimpikan padang pasir
Seperti rahib
mengimpikan lengan perempuan
Dan anak yatim
mengimpikan sebuah seruling.
4.
SALMA AL-JAYYUSI (1922- )
Ia dilahirkan
di Safad, Paletina. Al-Jayyusi pada mulanya belajar di Perguruan tinggi Arab di
Jerusalem, kemudian di Universitas Amerika di Beirut, dan akhirnya di London,
dimana ia menulis disertasinya tentang puisi Arab modern. Karya puisinya yang
berkisar terkait tragedi Palestina adalah: al-Awdah min al-Nab’ al-Halim (Kembali
Dari Pancuran Mimpi) dan Araf al-Rih (Peramal Angin).
Ia salah satu
penyair wanita Palestina terkenal selain juga Nazik dan Fadwa.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Elegi[2]
Buat Para Syuhada
Aku tahu bahwa
mereka mati, “agar tanah air hidup untuk selamanya”,
Tanah air ini,
tanah orang-orang terbunuh, padang berendam darah;
Aku tahu bahwa
kemerdekaan merah dan inilah tebusannya,
Tebusan yang
menyeramkan, segala kuyup dalam ratapan tangis yang basah,
Aku tah, namun
duka di hatiku tak mau tahu itu semua.
Aku meratapi
setiap mata yang kehilangan sinar kehidupan,
Setiap jiwa
yang menghembuskan nafas penghabisan.
5.
TAUFIQ SAYIGH (1923-1971)
Ia dilahirkan
di Suriah tahun 1923, lalu kemdian pindah bersama keluarganya ke Tiberis,
Palestina. Ia belajar di Perguruan Tinggi Arab di Jerusalem, Universitas
Amerika di Beirut, dan Universitas Harvard. Ia mengajar bahasa Arab di
Universitas Cambridge dan Universitas London dan mulai tahun 1968 hinga
wafatnya pada bulan Januari 1971 ia menjadi lektor penijau dalam bahasa-bahasa
Timur Tengah dan Ilmu Perbandingan Sastra di Universitas California, Berkeley. Tahun
1961 ia menerbitkan majalah dua bulanan, Hiwar, yang merupakan forum bagi
gagasan-gagasan orisinal dan kadang-kadang kontroverisal. Majalah itu terbit
hingga tahun 1966.
Sebagai salah
satu penyair Arab modern, ia terkenal dengan karya-karyanya seperti: Thalathun
Qasidah (Tiga puluh sajak), al-Qasidah kaf (Sakak “K”) dan Muallaqat
Taufiq Sayiqh (Oda Taufiq Sayigh).
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Dan Kemudian
Kulewatkan
musim-musim pansku dalam kehampaan
Dan musim-musim
dinginku dalam ketakutan
Hidupku kereta
api melintas antara keduanya
Berpeluit
melengking tanya:
Dan kemudian?
Bersama kopi
pagiku
Dan kemudian?
Sepanjang
jam-jam kerjaku
Dan kemudian?
Menghadapi halaman-halaman
kosong kertas gersang
Berselubung
selimut diatas ranjang
. . .
Dan bertanya
Dan kemudian
Aku telah
memboroskan hari-hari hidupku.
Sajak 22
Sebelum
selubung penghabisan terbuka,
Adalh pada
cinta kita suatu tercela
Tersembunyi,
begitu pedihnya.
Aku buku
bagimu, begitu pun kau bagiku.
Dan di rak
ribuan buku;
Kau adik
bagiku, dan aku abang bagimu,
Dan seluruh
dunia sesama saudara.
Bila kau tiada
dan bila aku pun tiada,
Cinta pun akan
gemetar, namun tak sirna.
Kita tak tahu
(tindakkah demikian?)
Bahwa pada
cinta kita ada suatu cela,
Tersembunyi,
begitu pedihnya.
B.
Sastrawan Libanon
1.
ALBERT ADIB (1908- )
Adib lahir di
Meksiko, ia tinggal dan belajar selama beberapa tahun di Mesir. Kemudian ia
pindah ke Libanon. Pada tahun 1942 ia mendirikan majalah al-Adib yang menjadi
fokus penting bagi angkatan baru penyairpenyair dan penulis-penulis Arab.
Adib merupakan
salah seorang dari perintis-perintis gerakan sajak bebas, dan sajaknya yang kemudian
diterjemahkan dan dipaparkan dibawah ini memperlihatkan eksperimentasinya
dengan bentuk puisi baru itu.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Kesetiaan
Aku tak pernah
mencintaimu
Tetapi
mencintai diriku sendiri dalam dirimu
Bayang-bayang
sebuah impian
Dan aku tahu
bahwa dihatimu
Aku hanya
tebusan kekalahan
Bagi cintamu
yang tersia dulu
Kita hidup
bersama
Maka ciptalah
sebuah cerita dusta dari kita
Yang
menyesakkan jiwa kita, pedih nyeri
Sedang dunia
menganggap kita suatu nyanyian abadi
O penghinaan
terhadap cinta
Kau bukan
milikku, aku bukan milikmu
Aku akan pergi,
kau akan pergi
Dua orang asing
yang hidup bersama
Dengan
meninggalkan segala dusta
Di belakang
mereka.
2.
ALI AHMAD SA’ID (ADONIS)
(1930- )
Ia lahir di
Suriah tahun 1930. Adonis mendapat pendidikan menengahnya ddi Turtus dan
Lattakia, dan kemudian mendapat gelar kesarjanaannya dari Universitas Suriah di
Damaskus. Ia mulai menulis puisi pada masa permulaan tahun lima puluhan,
mula-mula dengan tema-tems yang berilhamkan politik. Tahun 1956 ia meninggalkan
Suriah karena alasan politik dan menetap di Libanon. Tahun berikutnya ia bekrja
sama dengan Yusuf al-Khal dalam menerbitkan Majallat Shi’r (Majalah Puisi).
Belakangan ia menrbitkan hariannya sendiri, Mawaqif (Sikap).
Karya-karyanya
meliputi: Qalat al-Ard (Bumi berkata) Qasa’id Ula (Sajak-sajak
Awal), Aghani Mihyar al-Dimaskhqi (Nyanyian Mihyar orang Damaskus) Awraq
fi al-Rih (Daun-Daun di Angin) kitab al-Tahawwulat wa al-Hijrah fi
Aqalim al-Layl wa al-Nahar (Buku perubahan dan perpindahan daerah Malam dan
Siang) dan al-Masrah wa al-Maraya (Pentas dan Cermin). Ia juga menyusun
antologi puisi Arab klasik dalam dua jilid. Ia salah satu penyair kontemporer
yang paling berpengaruh di dunia Arab.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Dialog
Jangan katakan
bahwa cintaku
Sebentuk cincin
atau gelang.
Cintaku ialah
pengepungan benteng lawan
Ialah
orang-orang nekat dan pemberani,
Sambil
menyelidik mencari-cari, mereka menuju mati.
Jangan katakan
bahwa cintaku
Ialah bulan.
Cintaku bunga
api bersemburan.
Burung
(Sebuah Mimpi)
Aku
mendengarkan:
Seekor burung
di Gunung Sinnin
Menyanyi hingga
suaranya dibenam senyap
Hingga
nyanyiannya menjadi seperti
Mata pisau
Meratap parau,
melukai
Dingin kota.
Darah Menyembur
(Sebuah Mimpi)
Aku bermimpi:
Suara ini tak
akan pernah menjadi
Suaraku.
Kau mayat yang
terlentang
Aku darah
menyembur dari peradaban yang dibantai,
Menyalakan api
kematian,
Memadamkan api
kematian.
Menara
(Sebuah Mimpi)
Menara itu menangis
Ketika orang
asing datang membelinya
Dan mendirikan
diatasnya sebuah cerobong.
Syahid
Ketika kulihat
di pelupuk matanya yang menyala
Dan tak
kutemukan pohon-pohon palma di wajahnya
Dan ta
kutemukan bintang-bintang,
Aku pun
berpusar-pusar sebutar kepalanya
Bagai angin dan
pecah bagai bulan.
3.
BISHARA AL-KHURI (1890-1964)
Penyair Libanon
ini termasuk penyair neo-klasik.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Keremajaan dan
Keindahan
Keremajaan dan
keindahan ialah keagungan yang menjadi milikmu.
Adakah mahkota
yang lebih indah dari itu?
Kejelitaan
menyerahkan takhtanya, dan bertanya kami padanya:
Untuk siapa
itu? Lalu dia pun menunjuk padamu, Juita.
Maka biarlah
disana bertakhta jiwamu,
Sepeti bening
langit bertakhta dimatamu.
Jika keremajaan
memancarkan keindahan,
Engkaulah
sumber segala keindahan.
Tak akan bulbul
berlagu,
Kalau ia tak
membisikan rindu di telingamu
Taman pingsan
dalam kemabukan, cintaku
Ketika harum
dupa mengalun dari dadamu.
Mawar bunuh
diri karena iri padamu,
Dan darahnya
menyembur kedua pipimu.
Dan rama-rama
meninggalkan bunga kesayangannya, cintaku
Ketika sampai
padanya napas hangat dari mulutmu.
Orang-orang
telah membuat lambang keindahan dari dirimu,
Dan penuh
khusuk mereka pun tunduk bersimpuh di kakimu.
4.
ILYAS ABU SHABAKAH (1904-1947)
Ia dilahirkan
di New York tahun 1904, Abu Shabakah kemudian kembali bersama orang tuanya ke
Libanon ketika ia masih sangat muda. Ia belajar di Perguruan Tinggi Aynturah,
mendapat pelajaran yang sempurna tentang Bahasa dan Sastra Arab maupun Prancis.
Ia meinggal pada tahun 1947 ketika usianya 43 tahun.
Ia dipandang
sebagai salah seorang diantara penyair-penyair romantik terkemuka dalam
persajakan Arab. Kumpulan sajakya meliputi: Afa’i al-Firdaus (Ular-Ular
Firdaus) al-alhan (nyanyian-nyanyian) dan Nida’ al-Qalb (Himbauan
Hati). Ia juga banyak menerjemahkan karya-karya sastra Prancis, baik klasik
maupun romantik.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Nafsu Mati
Memberontak
terhadap kuasa langit dan
Muak pada
semesta insan
Pada nasib
menaruh dendam
Oleh takdir
dibikin geram
Kecuali embun
malamnya, semua kubenci
Yang ada pada
fajar dinihari.
Aku relah
terlanjur membenci terang bahagia
Dan mencintai
kelam deita.
Dari apa yang
kulihat, hanya darah
Yang membangkit
gairah
Memberontak aku
pada kuasa langit dan semesta insan.
Percantik
dirimu bagiu,
Dan tuan anggur
untukku.
Jangan pikirkan
esok hari
Yang mungkin
tiba ketika tak akan bangun lagi.
Apa arti
keabadian bagi kita?
Terlalu dalam
rahasianya.
Cinta, sekali
telah menyala,
Terbentanglah
jalan kearah binasa.
Maka biarlah
kita mati, tangan begandeng tangan
Dan menguburkan
sinar kehidupan
Diantara nafsu
badan
Dan anggur
berkilauan.
Tidur Penaku
. . .
Telaga itu akan
memberi mereka yang papa kesegaran baru
Dan telaga
kepenyairanku akan membangkitkan hayat pada pustaka yang beku.
Dan kini tidur
penaku, dengan pulas, dan jangan berisik lagi,
Dan kau,
halaman-halaman kertas, tidurlah; pikiranku pun tidur kini.
Dan ya, fajar,
tunggu, jangan terbit dulu,
Karena gelap
akan kubenamkan segala renunganku.
5.
KHALIL HAWI (1925- )
Ia lahir tahun
1925 di Shuwair, Libanon, Hawi mendapat pendidikan di Universitas Amerika, di
Beirut kemudian di Universitas Cambridge di Inggris, diman dia menulis
desertasinya tentang Gibran. Belakangan ia menjabat guru besar satra Arab di
Universitas Amerika di Beirut.
Ia dipandang
sebagai ponyair yang terkemuka.
Karya-karyanya seperti: Bayadir al-Ju (Lantai Penumbukan Bagi Lapar), Nahr
al-Ramad (Sungai Abu) dan al-Nay wa al-Rih (Seruling dan Angin).
Karya-karyanya terebih yang berisifat sosial memperlihatkan sifat intelektual.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Jembatan
Cukuplah bagiku
anak-anak dari sesamaku,
Karena dalam
cinta mereka kudapatkan anggur dan perbekalanku.
Cukuplah bagiku
panenan di ladang-ladang,
Dan pesta
panenan,
Pesta yang
kembali berulang
Bila disusun
sebuah lampu baru dinyalakan.
Tidak pada
mereka yang mati cintaku kuberikan,
Dengan wangian
dan emasnya, harta dan anggurnya,
Karena
keturunan mereka dilahirkan sebagai kelelawar tua.
Manakah dia
yang akan menghancurkan, menghidupkan kembali dan memperbarui?
6.
SAID AQL (1912- )
Ia dilahirkan
di Zahlah, Libanon tahun 1912. Aql termasuk salah seorang penyair Libanon yang
terkemuka. Sebagai penyair romanik dan kemudian simbolis, karya puisnya banyak
mempengaruhi angkatan penyair-penyair muda melakukan pelanggaran besar terhadap
estetika puisi Arab klasik.
Karya-karya Aql
antara lain: Bint Yaftah (Puteri Yafta), Rindalah, Ajmal Minki? La!
(Lebih Indah dari Kau? Tidak!) Lubna in Haka (Mestikah Libanon Bicara)
dan Ka’s li Khamr (Piala Anggur).
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Samra
Samra, O impian
masa kanak yang indah,
Bibir yang
kikir, tak terjamah,
Jangan mendekat
padaku,
Tinggilah
sebagai angan-angan keindahan hari esokku.
Hatiku penuh
dengan kehampaan
Yang manis; mak
jangan masuki; jangan,
Aku takut ia
akan sesak nanti
Ditindih
ciumanmu lembab wangi,
Dan lenyap ke
ufuk-ufuk yang jauh suram
Lewat bulu-bulu
matamu yang berpantis hitam.
7.
SALAH LABAKI (1906-1955)
Ia dilahirkan
di Brazil tahun 1906, Labki datang ke Libanon tahun 1908. Ia belajar di
Perguruan Tinggi Hikmah di Beirut dan di Aynturah. Ia mendirikan sositas sastra
Libanon, Ahl al-Qalm dan menjadi penyair simbolis yang terkemuka. Ia telah
menrbitkan kumpulan sajaknya, Hanin (Kerinduan) Mawaid
(Rendezvous) Sa’am (Kebosanan), Urjuhat al-Qamar (Buaian Bulan)
dan Ghuraba (Orang-orang Asing).
Berikut beberapa
kutipan sajak-sajaknya:
Kelahiran
Penyair
Sendiri, ya
Rabbi, sendiri, mabuk karena kebosanan dan kemuakan,
Sendiri, seakan
matahari tak terbit di dunia ini seperti dijanjikan,
Sendiri, meski
musim semi riang bertepuk tangan dan cahaya bersinar,
Dan segala ufuk
bergetarkan lagu yang riang memancar,
Segala ufuk,
diman-mana penuh mawar bertimbun mawar,
Sendiri dengan
musim dingin, saling menimpakan dingin masing-masing,
Seindiri, tanpa
seorang pun sebagai bapa dan saudara, begitu asing,
Aku bukan
sebagian dari debu ini, bukan sebagian dari hasad dan benci.
Telah
kutinggalkan semua, dan sendiri, aku hanya hidup dari mimpi,
Dan keputusan
segala ikatan kecuali cinta antara aku dan dunia ini.
Malam
Malam menaruh
kasihan pada mata yang ak bisa tidur,
Tangannya
menunda-nunda sinar fajr di ufuk timur.
Malam merdakan
segal jeritan dn mulut matahari,
Dan melenyapkan
keangkuhan bukit-bukit tinggi.
Betapa
muliakau, malam, pengampun laku hina makhluk fana
Dan segala aib
yang diperbuat manusia.
Kau sebuah
senyum diantara puncak-puncak gunung,
Mata air yang
tak kering-kering bagi segala ampun.
Segala yang
indah ebagai anugrah dari tanganmu yang indah:
Kesunyian yang
menakutkan, keagungan yang megah.
8.
UNSI AL-HAJJ (197- )
Ia dilahirkan
di Beirut tahun 1937. Pada awalnya ia seorang wartawan di harian a-Nahar,
kemudian ia segera dikenal sebagai penyair dan kritikus sastra terkemuka. Amat
terpengaruh oleh sastra Prancis, ia telah menghasilkan beberapa terjemahan,
terutama dari karya-karya Prevert, Breton dan Artaud. Ia seorang peserta yang
aktif dalm gerakan sasta yang dirintis oleh Majallat Shi’ir (Majalah
Puisi), dan dewasa ini ia menjadi pimpinan redaksi satra dan seni pada harian
al-Nahar.
Kumpulan
puisinya diantaranya: Lan (Tak Pernah), al-Ra’s al-Maqtu’ (Kepala
yang Terpenggal) dan Madi al-Ayyam al-Atiyah (Silamnya Hari-Hari
Mendatang). Sajak-sajaknya memperlihatkan kecenerungannya yang surrenalistik.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Dialog
Aku berkata:
Katakan padaku,
kau sedang memikirkan apa?
-
Aku
memikirkan mataharimu yang tak menerangiku, o cintaku.
Aku berkata:
Katakan padaku,
kau sedang memikirkan apa?
-
Aku
memikirkan kau, dan bagaimana kau bisa tahan dengan hatiku yang dingin ini.
Aku berkata:
Katakan padaku,
kau sedang memikirkan apa?
-
Aku
memikirkan kemampuanmu, o cintaku, memikirkan bagaimana kau mampu mencintaiku,
sedang aku tak mencintaimu.
Dia berkata:
Katakan, kau
sedang memikirkan apa?
-
Aku
memikirkan keadaanmu dan aku sedih karenamu, Sayang.
Aku juga
memikirkan mataharimu yang tak melelehkanmu,
Memikirkan
kesabaranku yang membuat kau tunduk,
Dan cintaku
yang membuat kau bersimpuh takluk,
Dan kemudian
mendepakmu,
Ya Sayang,
Aku memikirkan
nanyian-nyanyian perkabungan,
Ya Sayang,
Aku memikirkan
pembunuhan.
9.
YUSUF AL-KHAL (1917- )
Al-Khal lahir
di Tripoli, Libanon, tahun 1917. Ia belajar di Universitas Amerika di Beirut,
Lebanon. Ia kemudian juga mengajar di universitas tersebut selama beberapa
tahun. Tahun 1947 ia menjadi redaktur majalah Sawt al-Mar’ah (Suara Wanita).
Tahun 1948 karir jurnalistiknya membawa di ake New York dimana dia bekerja pada
sekretariat PBB sampai tahun 1952; kemudian ia menerbikan koran al-Huda sampai
saat pulangnya ke Libanon pada tahun 1955. Dua tahun setelah itu ia menerbitkan
Majallat Shi’r (Majalh Puisi) yang merupakan forum paling berpengaruh bagi
gerakan sajak bebas dalam puisi Arab. Belakangan ia pun menduduki jabtan
sebagai salah seorang redaktur pada kantor penerbit Dar al-Nahar di Beirut.
Buku-bukunya
sendiri yang sudah terbit seperti; al-Bi’ir al-Mahjurah (Sumber ang
ditinggikan) al-Hurriyah (Kemerdekaan), Qasa’id al-Arba’in
(Sajak-Sajak pada Usia Empat Puluh) Qasid Mukhtaroh (Sajak-Sajak
Pilihan) dan Hirudiyah (Herodias). Selain itu, ia juga menerjemahkan
karya-karya puisi seperti T.S. Eliot, Ezra Pound, Robert Frost, dll.
Berikut
beberapa kutipan sajak-sajaknya:
Usia
Kita hapus
gelombang dingin dari wajah kita ini
Dan tuturkan
pada diri sendiritentang musim semi:
Bagaimana angin
terenyum berseri,
Burung-burung
menyanyi,
Pohon-pohon
menari;
Bagaimana benih
merentangkan akar-akarna ditanah
Dan berbuah.
Dan tuturkan
pada diri sendiri cerita musim demi musim itu.
Tetapi
gelombang itu mengendap dalam di nadi-nadi kita dan lenyap.
Kita kira
gelombang itu lenyap,
Namun tiba-tiba
tampak ia
Disini,
dirambut yang memutih ini atau pula
Di bibir yang
mengering tua.
Adapaun biografi dan karya sastrawan dari Bahroin, Saudi
Arabia, Aden, Irak, Suriah, Mesir, Libia, Tunisia, Maroko,
Amerika Utara, dan Amerika Selatan bisa dilihat di Sekilas Biografi Para Sastrawan Arab Modern dan Karyanya I.
[1] Penyerbuan
Napoleon ke Mesir pada tahun 1798 bagaimanapun juga dapat dipandang sebagai
awal penyusupan pengaruh Barat ke dunia Arab dan penyebab proses modernisasi
dengan masalahnya yang menimbulkan keruwetan dan hasil-hasil yang didapatnya
sebagai keuntungan termasuk juga perkembangan sastra Arab modern. Selengkapnya
bisa dibaca di Perkembangan Sastra Arab Modern.
[2] Ratapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar