Posted by : Cak_Son Selasa, 07 November 2017

MAZHAB JAKARTA: SEBUAH CATATAN REFLEKSI PENGALAMAN (BAGIAN II)

Sebelum melanjutkan deskripisi objek yang lumayan banyak tersebut, alangkah baiknya jika saya menjelaskan terlebih dahulu transportasi “tersimpel” yang bisa digunakan untuk menuju Jakarta sebelum nantinya anda dikemudian hari bisa meluangkan waktu untuk sekedar melihat atau bertadabur ria objek-objek tersebut. Adapun diantara tranportasi tersebut adalah Koantas Bima dan Dewi Sri.
Banyak Jalan Menuju Ibu Kota
“Banyak jalan menuju Roma.” Ya. Ungkapan ini sangat tepat dijadikan kalimat pembuka untuk mendeskripsikan bagaimana kita harus menuju ke madzhab Jakarta. Utamanya sekali jika pribahasa tersebut cukup dimaknai secara denotatif saja. Segala bentuk transportasi sudah tersedia di tempat ini. Karena bagaimanapun kota ini adalah ibu kota NKRI. Sebuah tempat yang menjadi pusat berputarnya ekonomi. Segala dimensi kehidupan sosial juga berkembang pesat di sini. Namun kali ini saya ingin menyarankan beberapa angkutan umum yang perlu dicoba bagi kalian yang sedang ingin menuju madzhab Jakarta ataupun ingin pergi ke ibu kota Indonesia.
Diantara transportasi tersebut adalah bus Koantas Bima dengan warna khasnya yaitu perpaduan kuning hijau, APTB dengan warna birunya, dan juga Dewi Sri dengan warnanya yang susah untuk saya uraikan di tempat ini. Adapun jika ingin naik kereta maka bisa naik kereta Matarmaja, dll. Kali ini saya hanya ingin menyarankan bagi kalian yang berangkatnya dari Jawa Tengah atau Jawa Timur saja. Jika anda dari Jawa Tengah seperti kota Pekalongan, Batang, Tegal, Pemalang, Brebes, dan mungkin sebagain kecil wilayah Cirebon, maka anda bisa naik bus Dewi Sri (dengan tarif 80.000). Jika anda sudah memutuskan naik bus ini, maka anda akan mendapat opsi turunnya di Tanah Abang atau Slipi. Biasanya saya lebih memilih turun di Slipi kemudian naik bus Koantas Bima. Dengan tarif 4.000 rupiah kita bisa langsung berangkat dari Slipi dan turun langsung depan kamus UIN Jakarta. Adapun yang ingin naik kereta api Matarmaja maka anda bisa turun di stasiun Tanah Abang lalu kemudian naik bus Koantas Bima dan langsung turun depan kamus UIN Jakarta. Harganya juga sama, 4.000 rupiah saja. Atau juga turun stasiun pasar senen kemudian naik bus APTB (tarifnya lebih murah dari Koantas Bima, cuma 3.000 rupah). Tapi jika masih pertama kali naik bus APTB anda akan direpotkan dengan sistem yang ada. Hehehe
Slipi: Tempat Dewi Sri Transit
Tugu Pancoran
Patung Pancoran Sebagai Tanda Sudah Dekat Slipi
Jika anda sudah melihat patung Pancoran, maka kira-kira 2 menit dari tugu itu anda akan sampai di Slipi. Setelah sampai di Slipi (biasanya supir bus akan bilang “Slipi-Slipi...” maka langsung saja turun dan jalan kira-kira 30 langkah kaki dari situ menuju ke tempat menunggu bus Koantas Bima. Kira-kira jam 3.30 pagi bus ini petama kali beroprasi. Oleh karenanya, jika anda sampai di Silipi jam 3 pagi maka terpakasa harus menunggu sedikit saja. Sambil mendengarkan radio Jakarta juga bagus disela-sela menunggu bus datang.
Koantas Bima Menunggu Penumpang di Slipi
Setelah bus datang maka silahkan naik dan langsung turun depan kampus UIN Jakarta, Bayarnya Cuma 4.000 rupiah saja. Wenak kan? Kira-kira dari Slipi ke UIN memakan waktu 20 menit.
Trotoar Tempat Menunggu Bus Koantas Bima di Slipi
Sampai depan UIN langsung menuju masjid UIN untuk shalat dsb, atau bisa saja langsung menuju ke tempat yang anda tuju, namun bagi saya itu kurang afdal. Hehehe
Opsi lainnya adalah dari Slipi ke UIN-nya anda bisa naik ojek online. Hal itu jika anda tipe orang yang tidak mau menunggu, tapi harganya saya tidak tahu, soalnya belum pernah mencoba. Hehehe sekali lagi saya katakan “banyak jalan menuju Jakarta”, jadi kalau mau naik kereta yang harus beli satu minggu sebelum hari perjalanan anda, atau naik apapun terserah anda, yang terpenting adalah angkutan yang saya sarankan ini (Dewi Sri dan Koantas Bima) adalah yang menurut saya paling simpel, enak lagi murah. Hehehe
7. Masjid “Takjil”: idola tempat ngabuburit mahasiswa
Masjid untuk setiap muslim sebagai fitrahnya adalah tempat yang nyaman
Masjid juga seharusnya tempat menyelesaikan segala bentuk persoalan
Persoalan pendidikan, sosial, politik bahkan untuk merancang strategi peperangan
Semua fungsi masjid itu terekam oleh sejarah bahkan termaktub dalam al-Qur’an
Oleh karena itu, tidak berlebihan sikap mahasiswa yang ngabuburit ke Masjid
Selain mengisi waktu luang, penghematan, juga untuk proses menjadi lebih Abid
Di mazhab Jakarta setidaknya ada dua masjid yang jadi tempat favorit ngabuburit mahasiswa
Kedua masjid ini adalah tempat “tongkrongan” ternyaman mahasiswa pada bulan puasa
Pertama adalah masjid al-Ikhlas yang menunya sedang tapi tetap banyak peminatnya
Hal itu mungkin karena masjid ini berada tepat di belakang kampus UIN Jakarta
Sehingga ketika kegiatan kampus selesai biasanya mahasiswa mampir ke masjid ini dulu
Masjid al-Ikhlas nampak dari Depan

Mahasiswa Menunggu Adzan Magrib di Masjid al-Ikhlas








  

Sebelum kemudian pulang ke kosan yang terkadang dengan pegang air gelas sambil berlalu
Adaapun yang kedua adalah masjid Pertamina yang menunya cukup mempesona
Sesuai namanya, masjid ini sedikit lebih istimewa karena “bagian dari negara”
Masjid ini tujuan utama santri mahasiswa yang nyantrinya tidak jauh dari komplek Pertamina
Semua santri mahasiwa yang nyantri dekat komplek ini menjadikan masjid ini idolanya
Selain karena dekat, acaranya singkat, juga karena cukup nyaman teknisnya
Warga Sedang Menunggu Adzan Magrib di Masjid Pertamina
Selain itu juga cukup mengenyangkan porsinya dan lengkap jaburan/jajannya.
Mahasantri Buka Bersama di Masjid Pertamina (Taqwa)

. . .  

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © MBB -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -